I will take you home

8K 183 6
                                    

Benar saja, keluar dari kelas aku melihat Rudolf duduk sendirian bermain handphonenya di koridor lantai 9. Tampangnya tampak lelah namun tetap manis. Kenapa sih, Rudolf selalu membuatku tidak enak hati hanya karena ia mau mengajakku pulang.

Aku memperhatikan dari kejauhan pelan-pelan sambil mengobrol dengan Elena, gadis paling hipster yang aku kenal yang juga sahabatku. Elena cantik, namun bukan cantik mainstream seperti gadis-gadis lain di kampusku yang berbedak tebal dan lipstik merah tebal. Elena sudah cantik dengan bajunya yang sering kebesaran dan rambut yang dicepol seadanya, sangat biasa. Namun, bnyak sekali yang mengejar Elena, salah satunya Gordon yang terang-terangan mengakui mengejar Elena. Namun si cantik ini justru tidak peduli pada siapapun. Entahlah, tidak ada yang mengerti mengapa Elena yang menyenangkan ini justru tidak peduli pada laki-laki dan hanya mencintai bandnya yang beraliran elektropop itu.

"Rudolf!" Panggil Elshaphire yang lalu menghampirinya. Duh, Elsha kenapa super bawel sih. Kan aku bisa saja melewati cowok itu diam-diam. Akupun segera memelankan jalanku dan menggenggam tangan Elena.

"Len, pelan-pelan." Bisikku.

"Kenapa sih?" Tanya Elena berbisik juga. Aku menunjuk Rudolf dengan daguku. Elena yang super usil malah membulatkan matanya.

"RUDOLF! INI MARLENE NIH DISINI!" Teriak Elena yang langsung aku jitak. Rudolf yang sedang mengobrol dengan Elshaphire langsung berdiri seakan menyambutku yang menunduk malu.

"Kalian janjian balik bareng ya?" Tanya Elshaphire dengan keras.

"Wah, parah. Tiati loh, tiati." Tambah Elena.

Aduh kenapa sahabatku ini minta banget ditimpuk sepatu sih. Dua-duanya. Mereka selalu seperti anak kembar, sayang aja beda orangtua.

"Ayuk yuk, Marlene, kita balik sekarang, tinggalin nih si badut-badut bawel." Ajak Rudolf.

Akupun segera berpamitan pada kedua anak itu dan meninggalkan mereka yang masih asik bercie-cie ria. Aduh bagaimana nanti kalau ada teman Marcel yang dengar aku balik bareng Rudolf. Entah kenapa secara tidak langsung kedua 'El' itu seperti mendukungku untuk selingkuh. Apalagi Elshaphire yang dari awal tidak setuju hubunganku dengan Marcello. Seperti ia tahu persis bagaimana perasaanku.

"Lene, kalo kita gak langsung balik gak apa-apa kan ya?" Tanya Rudolf saat menyalakan mobilnya.

"Emang mau kemana? Jangan ajak ketempat yang aneh-aneh!" Kataku bercanda.

"Yeh, enggak lah, cantik. Gue pengen ngobrol aja sih sama lo, udah lama."

"Ayesha gimana?" Tanyaku khawatir.

"Ya, gak gimana-gimana. Dia dirumahnya, apa mau kita kerumah Ayesha?"

"Ya kali."

Sepanjang perjalanan menikmati macetnya kota kami berdua dengan Rudolf selalu menyenangkan. Di mobilnya selalu terputar lagu-lagu yang aku suka, seperti ia tetap memahamiku seperti dulu. Aku dan Rudolf membicarakan banyak hal, mulai dari buku, film dan musik. Segalanya terasa menyenangkan dan sampai aku merasa aku sangat ingin memiliki Rudolf, bukan Marcello. Namun, harus ku sadari bahwa Rudolf juga memiliki Ayesha yang sangat 'satu-dunia' dengannya dan tidak mungkin melepaskannya. Aku jadi meringis nyeri didalam hatiku.

"Dolf, kita mau kemana sih?" Tanyaku.

"Nonton yuk?!" Ajak Rudolf.

"Lo... lo gak apa-apa nih, sama Ayesha..."

"Gue yang harusnya tanya, lo gak kenapa-napa nih sama Marcel."

Tidak. Ya. Tidak. Ya. Tidak. Ya.

"Gak apa-apa kok, lagian Marcello belom kasih kabar." Sahutku cepat.

Rudolf pun mengajakku ke tempat park cinema. Well, memang beda banget dari bioskop pada umumnya. Di bioskop ini ada satu layar besar dan orang-orang menontonnya dari dalam mobil. Aku jujur saja belum pernah nonton disini, namun ini tempat yang menyenangkan. Kebetulan kami berdua memang suka sekali menonton. Walaupun selera film kami memang berbeda, namun hal inilah yang menjadi kesenangan kami. Setelah film selesai, kami akan berdebat mengenai film tersebut.

Love (That Will Never) HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang