Chapter 3

38 1 0
                                    

6 Agustus 2016, 9:54 a.m.

Zaki Kartika Putra.

Orangnya tidak terlalu tinggi, tapi masih lebih tinggi dia daripada aku. Berkacamata -- lebih sering dilepas. Rahangnya kotak dan memvisualisasikan image tegas. Bicaranya agak sedikit cadel. Selalu tersenyum entah apapun situasinya.

Setidaknya itu yang digambarkan oleh Dhea saat kutanya apakah dia tahu Zaki Kartika Putra dari kelas 12 IPA 5.

Astaga. Yakin orang ini yang dimaksud teman-temanku?

Aku tidak tahu dari segi apa dia menarik. Tentu saja kata teman-temanku, aku pasti suka. Dasar teman-teman kampret! Aku mengerti mereka itu iseng, tapi menyatakan cinta pada orang yang baru dikenal -- ralat, baru tahu dan masih samar-samar -- itu keterlaluan!

Untungnya dia bukan bad boys macam Genji dari Crows Zero. Kalau tidak, nanti aku mati ditawurnya.

"Ning, mie gorengnya pedas atau tidak?" teriak Bik Nem dari dapur kantin membuyarkan lamunan.

Aku tergagap saking kagetnya. "Eh, err... iya Bik. Seperti biasanya, paling pedas!"

"Cabainya empat ya, Ning?"

"Tujuh lah, Bik. Empat nggak terasa," protesku. Aku penggemar pedas, kalau tidak pedas berarti kurang sedap.

Kudengar Bik Nem mengomel. "Masya Allah, Ning... kasihan perutmu. Lima saja, ya?" tawarnya.

"Lima setengah, deal."

Bik Nem tidak menyahut lagi. Kali ini aku yang menang dalam debat soal berapa cabai yang dipakai. Ada kalanya aku dan pemilik kantin ini meributkan soal kopi hitam yang memakai tiga sendok gula atau satu sendok saja.

Untuk selera seorang wanita, aku lebih suka kopi pahit dibandingkan kopi manis maupun kopi susu. Aku tidak suka minuman manis. Ini semua karena aku terpengaruh oleh Bapak tercinta. FYI, keluargaku isinya cowok semua, jadi jangan heran jika aku lebih mirip cewek tomboi daripada cewek feminim.

Hentikan pemikiran buruk kalian. Aku juga punya seorang Ibu, dulunya.

Sekarang, kembali pada video yang dikirim dua jam lalu oleh Ardiansyah. Dasar, hanya karena kelasnya sedang tidak ada guru bisa-bisanya dia mengirimkan sesuatu dengan embel-embel: cepat dilihat, keburu garing.

Kamu pikir aku tidak punya kesibukan apa?

Maksudku, aku juga tidak begitu tertarik dengan pelajaran Biologi dan tetek-bengek lain. Namun gambar Ade Rai dengan tubuh binaragawan hot yang tiba-tiba muncul dalam presentasi bab otot tadi membuatku berubah pikiran. Setdah, pagi-pagi sudah sarapan roti sobek. Mantap jiwa!

Jempolku mengusap layar tepat pada icon play. Video itu menampilkan papan tulis dan suara gaduh dari sebuah kelas.

Ini video apaan, sih? Prank?

"Ayo selanjutnya. Giliran siapa ini?"

Semoga bukan cabul.

"Mas Ardiansyah saja, Pak!" seru seorang perempuan.

Tampilan video tadi berguncang dibarengi dengan suara menyahut, "Sabtu lalu sudah, Pak. Saya maju nomor enam!"

Oh, yang merekam Ardiansyah toh.

"Zaki saja Pak! Zaki katanya mau maju!"

"Juara Indonesia Idol dia Pak!"

"Ngawur! Saya nggak mau maju hari ini, Pak. Saya belum siap." Sebuah suara agak cadel, oke sudah pasti ini milik Zaki yang itu.

FORELSKETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang