Prolog

20 3 4
                                    

Pria itu menyeret satu kakinya, tertatih melangkah hindari kejaran musuh yang kian mendekat. Di bahunya yang basah oleh cairan merah pekat, tertancap anak panah berujung tajam berbendera lembayung, panah yang tanpa sengaja telah dilesatkan ratu baru kerajaan sekutunya.

"Cyan!" panggil pria itu lantang. Tak jauh di depannya, seorang pria tergeletak lemah tak berdaya. Sayap tipisnya patah, rambut cerah itu berubah merah terciprat darah.

Cyan tidak bergerak ketika pria tadi memanggil namanya. Tugasnya sudah selesai. Kini, ia dapat memenuhi janji matinya untuk Emrys. Ia akan bereinkarnasi menjadi sosok baru, dalam wujud yang baru, tanpa menghilangkan esensi sejatinya. Dia, sang makhluk berdarah campuran, akan mendapatkan hidup kedua sebagai makhluk baru, bersama cinta yang sampai langit runtuhpun akan tetap ia damba.

"Cyan! Bertahanlah!" pria tadi menghampiri Cyan yang terkapar tak berdaya dengan luka menganga lebar bercampur serbuk keemasan di bahunya. Cyan sudah kehilangan terlalu banyak darah. Pakaian putihnya sudah berubah, namun guratan wajahnya tetap tenang nan damai layaknya orang bermimpi indah.

Pria tadi menyobek ujung jubah hitamnya, melilitkan kain itu untuk menghentikan perdarahan yang kian banyak merembes, menguras cairan merah dari tubuh pemuda bersurai cerah. Masa depan Cyan masih panjang, sayang rasanya jika pemuda beriris mata azure itu harus meregang nyawa sekarang.

"Di sini kau rupanya, Pangeran Cantik." Tiba-tiba saja sebuah suara besar nan menggelegar terdengar dari dekat mereka. Pria pertama berbalik, mendapati lelaki bongsor berbaju zirah menyeringai setan. Gada berduri ada dalam genggaman, siap menghancurkan kepala dalam sekali ayunan.

"Apa maumu, hah?" Pria pertama menatap datar. Dalam sorot tanpa binar nan penuh kebekuan dalam tatapannya, tiada sedikitpun rasa gentar. Ekspresinya tak dapat dibaca. Tubuh jangkung namun tegap itu berseberangan dengan badan yang lebih dari dua kali lipat lebih besar.

Pria besar itu memasang senyum culas. "Aku ingin nyawamu." Dari senyumnya, tampak salah satu gigi depan pria besar yang tanggal. Kepala botak tanpa rambutnya basah oleh keringat dan berkilauan tertimpa cahaya sang Surya. Tampak sedikit terengah. Karena baru saja membantai satu bataylon pasukan musuhnya sendirian.

Pria pertama, pemuda bersorot dingin dan berambut kelam arang, bersedekap. "Ayo, tangkap dan bunuh aku." tantangnya. Dagunya terangkat tinggi. Bahkan tanpa menghunus pedang, adrenalinnya belum naik sempurna.

Pria besar menggeram marah. Dia tidak suka diremehkan. Dan apa yang barusan pangeran cilik tadi katakan? Itu sungguh penghinaan besar bagi dirinya. Dan ia paling tak suka dihina. Di tengah medan laga pula. Batinnya bergolak akan penghinaan besar yang telah pangeran tak tahu diri itu lakukan, yang seolah telah mencoreng wajahnya dengan kotoran binatang.

"Bersiaplah untuk kematianmu yang lebih dari menyakitkan, Bocah Congkak!" desisnya. Ia mengayunkan gada besarnya, dan meskipun dengan sebelah kaki cedera lantaran tertebas pedang, pria pertama menghindar dengan gerak efisien.

"Rasakan ini!" seru pria besar, kembali mengayunkan gada sekuat tenaga. Namun malang nasib pria itu karena lagi-lagi, pria kurus di depannya berhasil menghindar.

"Sekarang giliranku." Pria pertama kembali bersuara. Dingin tanpa nada. Disusul tendangan tiba-tiba yang membuat gada berduri pria besar lepas dari genggaman. Gada besar nan berat itu terlempar jauh hanya karena tendangan seorang pemuda jangkung bermata sedingin es di tengah badai samudera.

Pria pertama memukul ubun-ubun, lalu pelipis dan betis pria besar. Dengan gerakan efektif nan anggun, ia menendang pria besar yang terhuyung lantaran serangan acak yang bertubi-tubi menyerangnya. Penglihatan pria besar itu mengabur, dan pria pertama tak menyia-nyiakan momen itu. Melompat sedikit tinggi, lalu memukul kepala dan menendang dada pria besar secara bersamaan hingga suara tulang berderak terdengar, disusul ambruknya pria besar ke tanah dan dirinya yang mendarat kurang mulus.

Tulang-tulangnya berderak seperti ingin terlepas dari persendian. Bahunya yang terkena panah terbakar rasa sakit yang sejak tadi ia abaikan. Tubuhnya setengah terbaring dengan rambut panjangnya yang menghalangi pandangan, ditambah keringat dan debu yang mengotori tubuh. Kaki kirinya yang cedera oleh sabetan pedang dari tentara pasukan musuh kembali berdenyut nyeri, kepalanya sakit luar biasa karena pukulan jenderal musuh ketika pertarungan tangan kosong beberapa waktu lalu, penglihatannya mengabur, dan ketika merasa tak lagi punya daya untuk melawan kegelapan yang menariknya, ia menyerah dan membiarkan kegelapan itu mengisi kehampaan yang sedari awal telah menyiksanya perlahan.


26-11-16
Bee

Lost to Emperor'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang