1

15 2 2
                                    

Malam tampak akan menyapa dengan semburat jingga mewarnai mega. Pangeran Avvarvins¹ bersurai hitam berdiri di balkon menara tertinggi Avvarvo² dengan gusar. Sesekali penjaga memberitahukan berbagai macam hal yang sebenarnya masih berhubungan dengan ujung tombak kekuasaan Avvarvona³ yang kini tengah berada dalam masa kritis. Ayah dan ibunya sedang bertengkar, dan kemarin lusa adalah puncaknya ketika sang ibunda memutuskan untuk menyisih ke Draconizhtas Castalarie, istana yang dulunya menjadi kediaman kaisar di masa Imperium Naga sekaligus pusat pemerintahan ketika itu, dan hingga lima ratus tahun kemudian masih kokoh menjulang di dekat Pegunungan Naga, di belakang kompleks Akademi Ksatria Avvarvo. Kini ia berada di puncak kegamangannya, harus memilih antara menjadi pewaris kekuasaan tertinggi Kekaisaran atau berada di pihak wanita yang selama ini telah mencurahinya kasih sayang.

Ander mencengkeram dinding batu yang menjadi pagar pembatas balkon dengan perasaan dilema tak tentu arah. Di satu sisi, ia tidak ingin mengecewakan sang ayah, tetapi ia juga bukan munafik yang melupakan begitu saja pengorbanan ibunya. Apa mau dikata, Ander adalah pewaris tunggal yang harus memilih atau masa depan kedua pihak akan terancam. Kekaisaran yang akan mengalami kebinasaan dan perpecahan, atau ibunya yang hatinya akan hancur berantakan.

Tekanan yang Ander hadapi diperparah dengan ancaman pewaris Kerajaan Welyt yang ia tahu bukanlah sekadar isapan jempol belaka dan ia harus mengambil tindakan hati-hati jika tak ingin kekaisaran yang telah leluhurnya bangun dengan penuh perjuangan setelah era jatuhnya Kekaisaran Naga jadi hancur lebur dalam sehari. Ditambah lagi, ia belum benar-benar dapat melacak keberadaan Keluarga Mo yang membuatnya frustrasi dan nyaris gila. Oke, aku tidak mungkin membuat tokoh utama yang amat lemah. Itu hanya perumpamaan.

"Ixion!" panggil Ander dengan suara tegas khas klannya. Tak lebih dari sepuluh detik, pemuda Xyrst yang berusia tiga tahun lebih tua darinya menghampiri. Dengan kemeja dan jubah seperti haori yang biasa digunakan untuk melengkapi setelan kimono pria. Pemuda itu  memakai celana senada dengan kemeja dan jubahnya, rambut abu-abu cerahnya diikat ke belakang menggunakan pita warna biru tua.

"Hamba siap, Yang Mulia…" Ixion menunduk takzim, berhenti dua langkah di belakang pria yang sebenarnya masih terlalu dini untuk mewarisi tanggung jawab sebesar meneruskan nama Avvarvins. Ia mengamati Ander yang tengah mengamati keramaian Avvarvo dari ketinggian dan raut datar setenang biksu itu, dan ketika ia melihat tatapan matanya, Ixion sudah tahu jika pewaris tunggal itu sedang mengalami masalah. Masalah besar yang tak hanya dilematis, tapi juga rumit. Namun, ia memutuskan untuk diam. Pura-pura tak peka.

"Kau sudah memanggil Govino kemari?" tanya Ander memastikan. Ixion mengangguk mantap meskipun ia tahu Ander tak melihatnya.

"Kerahkan anggota pilihan dari pasukan kekaisaran menuju Bukit Hyedr. Untuk berjaga jika Welyt melancarkan serangan mendadak. Morkeesant telah mendapatkan berita baru, jadi aku akan mengutus Govino ke sana juga. Siapkan kotak yang kupesan dari Grothe, dan berikan padanya." ujar Ander memberi instruksi. Ixion tak menyela barang sebentar, lantas ia melanjutkan. "Terakhir, katakan padanya, aku ingin tahu apakah kondisi Putri Mo telah membaik. Tanyakan hal itu pada Morkeesant." Ixion mengangguk patuh, penuh hormat. Memperhatikan Ander yang hari ini tampaknya tidak baik-baik saja.

"Baik, Yang Mulia." Ixion memutuskan untuk bungkam, sampai ia menemukan kepastian tentang apa yang akan terjadi kemudian. Ia menunduk sekali lagi yang dibalas anggukan samar, dan perlahan mundur dengan sopan seperti biasanya meski ia termasuk pelayan yang diistemawakan karena khusus melayani keluarga Avvarvins.

Sampai di depan tangga melingkar yang menuju ke dasar menara, dengan cepat ia menjentikkan jarinya tiga kali lalu bersiul, dan tak lama seekor gagak berukuran cukup besar yang merupakan hadiah pemberian Morkeesant dua tahun silam datang. Gagak itu memakai gelang perak bertuliskan lambang Avvarvona di salah satu kakinya, dengan postur sangar yang membuat gagak itu seringkali lolos dari pengawasan pasukan karena tampang sangarnya yang sama sekali tidak menampakkan jika gagak itu pernah ditempa begitu keras di tempat pelatihan. Dengan sikap penuh keanggunan ala bangsawan, burung itu hinggap di jendela menara di dekat Ixion, menanti sang tuan memberinya instruksi mengenai tugas kali ini dan…makanan.

Lost to Emperor'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang