Bagian 1: Rintik Kecil

3.3K 195 23
                                    

Engkau seperti kilau yang benderang. Yang akan pudar tergerus waktu.
-NSL-

Riuh angin membawa daun-daun senja sejenak beterbangan melupakan bumi. Sejuknya angin dinikmati siapapun yang merasakannya. Bisingnya kendaraan beradu dengan seruan para pedagang kaki lima yang bertengger di trotoar.

Namun, suasana yang ramai itu nyatanya tidak mampu menghilangkan kehampaan yang dirasakan Hana. Tidak tahu apa yang terjadi dengannya. Hari ini ia merasa begitu hampa, tidak bergairah melakukan apapun. Bahkan ia nekat pulang dengan berjalan kaki.

"Sumpah! Elo batu banget!" maki Soraya yang ternyata mengikutinya sejak tadi.

Hana menoleh sebentar kemudian berkata, "oh, jadi dari tadi lo ngikutin gue?"

Soraya yang tadinya hanya merasa panas kini merasa ingin meledak saat ini juga. "Jadi lo nggak nyadar kalo gue ngikutin lo? Lo temen macam apa sih?!"

Hana hanya terdiam. Di depannya sudah terlihat jelas rumah yang telah ia huni selama tujuh tahun. Ia mendesah pelan.

"Mending lo pulang Ray! Nanti lo dicari!"

"Tapi gue haus Han! Daripada gue beli mending minta sama lo aja. Bisa minta banyak terus gratis lagi!" ujar Soraya dengan wajah ceria yang selalu terpancar di wajahnya.

Hana hanya bergumam. Ia membuka pintu pagar rumah lalu kembali menutupnya setelah Soraya masuk. Semakin dekat dirinya dengan pintu rumah, perasaannya menjadi tak enak. Ia merasa akan ada hal buruk yang terjadi.

"Lo kenapa sih Han? Kayak takut gitu."

Hana tidak peduli dengan Soraya. Ia terus berjalan sampai akhirnya, ia mendengar teriakan dan debuman. Seketika seluruh tubuhnya menegang.

Pintu rumahnya terbuka menampakkan sosok pria yang menenteng tas dan koper. Pria itu tampak marah dan terburu-buru menuju mobilnya. Bahkan kehadiran Hana dan Soraya tidak ia sadari.

Sementara Hana, gadis itu justru melemparkan senyum kepada kawannya.

"Lo nggak usah pura-pura baik di depan gue!" ujar Soraya seraya menepuk-nepuk bahu Hana.

"Lo jangan diem aja, ajak gue masuk kali!" ucap Soraya lagi.

Lagi-lagi Hana hanya bergumam.

Tidak banyak kata yang keluar dari mulut gadis itu semenjak tadi pagi. Dan itu membuat Soraya menjadi khawatir. Ia tahu seberapa berat masalah yang tengah dihadapi sohibnya. Namun ia tak tahu harus berbuat apa.

"Han, gue ngerasa gagal jadi temen lo."

"Nggak usah sok sedih Ray. Nggak bakat," kata Hana disela-sela menuangkan air minum ke gelas.

"Okay. Tapi rencana lo kedepannya gimana?" tanya Soraya sambil mengamati setiap embun yang menempel di gelasnya.

"Nggak tau."

"Terus casting lo gimana?"

"Kayaknya gue nggak ikut. Gue lagi kacau."

"Han, gue yakin lo pasti bisa ngatasin masalah ini. Jangan ancurin mimpi lo sendiri."

"Nggak Ray! Gue nggak mungkin ngancurin mimpi gue sendiri. Mimpi yang udah gue bangun sejak kecil hancur karena mereka Raya! Mereka orangtua gue! Tapi mereka ngancurin hidup gueeeee!!!!!"

Hana sangat frustasi. Ia memukuli kepalanya sendiri lalu membenturkannya ke tembok. Segera Soraya memeluk Hana dengan tangisan yang ikut mengalir di pelupuk matanya.

"Raya, apa salah gue. Kenapa mereka ninggalin gue. Pertama nyokap. Sekarang bokap. Apa gue nggak berharga? Apa gue nggak diharapkan hadir di dunia ini?"

Tangis mereka semakin pecah seiring senja yang mulai berlalu.






-------
Semoga kalian suka!!

Di vote yah!!!

OaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang