Dean Madaharsa - 2

227 57 28
                                    

Selasa, 20 Juli 2016

Aku tak percaya hari ini datang juga. Kalender yang dilingkari garis merah itu benar-benar bikin kesal. Baru melihatnya saja aku merasa hidupku akan hancur.

Bagaimana tidak? Seumur-umur, baru kali ini Papa mengusirku dari rumah ke desa kumuh. Aku bahkan tidak bisa membayangkan sekumuh dan sejelek apa desa itu.

Papa bilang itu untuk belajar hidup dan memperbaiku nilaiku yang hancur kemarin. Tapi instingku bilang bahwa rencana yang norak itu akan menghancurkan hidupku.

"Arghhh. Aku nggak tahu lagi ini! Tor, ke rumahku sekarang atau nggak ada traveling gratis selama sebulan!" Ucapku frustasi lewat telepon.

Tora, orang matre yang baru saja kuhubungi itu mengeluh sebentar sebelum akhirnya menjawab. "Dadakan banget! Lagi ngegame ini, tanggung ah!"

Yang benar saja. Efek-efek suara pistol dan helikopter yang kudengar itu sangat menggoda. Tapi sekali lagi, main game atau apa pun itu nggak akan bisa kulakukan sekarang. Aku harus mencari jalan keluar untuk pergi dari rencana jelek Papa.

"Papaku akan mengusirku ke Desa jelek hari ini juga, tahu?!" Kataku to the point pada akhirnya.

Dari seberang sana efek-efek suara pistol yang tadinya terdengar nyata berhenti "What? Are you kidding me? Berarti kamu miskin dong?"

Rasanya aku ingin menyumpali mulut busuk Tora dengan kaus kaki milik si jorok Fred. "Makanya! Kalau sampai Papa jadi buang aku ke desa itu, seluruh uang yang aku punya juga akan disita, selain itu nggak ada waktu buat kita traveling sebulan!"

"Duh, jadi kamu akan miskin?" Tanya Tora gelisah di ujung sana. Dan sekali lagi aku ingin menyumpali mulut itu dengan kaus kaki Fred.

Tiba-tiba suara Mama menginstruksikanku untuk segera keluar karena sudah ditunggu Pak Hong, sopir pribadiku. Sekarang aku sudah tidak diperbolehkan menyetir sendiri.

"Ya, Mama!" Teriakku kepada Mama. 

Panik langsung saja menyerangku.
"Jadi, kamu mau tolong aku kabur atau tidak ada gratisan traveling dariku? " Ucapku cepat pada Tora.

"Yasudah, tunggu di sana. Aku berangkat ini" Sambungan telepon pun diputus sepihak oleh Tora.

Selanjutnya hanya menunggu.

Belum lama lagi Mama memanggilku. "Dean, cepat sedikit! Pak Hong sudah di depan"

"O-oh, Ya! 30 menit lagi. Dean belum mandi"

"Ya sudah. Cepat ya mandinya, nanti telat"

Tor..cepatlah datang

***
Tik tok tik tok.

Benar. Ini sudah terlewat 30 menit. Namun, Tora tak kunjung datang. Sebenarnya, apa yang anak matre itu lakukan? Apa perlu aku menghubungi Fred. Tapi, di saat begini pasti anak itu sedang tidur.

Aku baru saja akan menghubungi nomor Tora ketika ponselku kembali bergetar. Tora meneleponku. Akhirnya! Kemana saja anak ini?! "Hei, Tor! Lama sekali?! Sudah sampai?" Ujarku cepat sebelum manusia satu itu sempat berbicara.

Lama aku menunggu jawaban sampai terdengar suara perempuan menyahutiku. "Halo?"

Dahiku mengernyit heran. Di dalam keadaan darurat seperti ini dia masih bisa-bisanya mampir untuk mengencani seorang gadis? Aku tidak habis pikir. Tanpa basa-basi aku langsung menanyakan keberadaan Tora kepada seorang perempuan yang suaranya terasa asing bagiku." Dimana Tora?"

" Benar ini dengan saudara... si kaya?"Aku tak menjawab pertanyaan aneh perempuan itu sampai seseorang mengambil alih telepon. Dan kali ini masih suara seorang gadis namun bukan orang yang sama. "Maaf. Kontak anda di ponsel saudara Tora bernama 'si kaya'. Mungkin anda saudara atau teman dari saudara Tora?"

Aku mengangguk bingung. Namun, begitu menyadari bahwa gadis itu pasti tidak melihatku mengangguk, aku buru-buru menambahkan, "Benar. Saya Dean Madaharsa, temannya"

"Saudara Tora sekarang berada dalam perawatan Rumah Sakit Ginga dikarenakan kecelakaan. Pihak rumah sakit sudah mencoba menghubungi keluarga korban. Namun, hanya ada kontak si kaya dan Fred dalam ponselnya. Mohon untuk memberitahu keluarga korban-" Sambungan telepon kuputuskan segera. Entahlah aku tidak peduli dianggap tidak tahu sopan santun atau semacamnya. 

Satu hal...

Lidahku kelu. Apa ini? Tora kecelakaan? Bagaimana orang itu bisa kecelakaan? Apakah parah? Lalu, bagaimana aku nanti? Kenapa dia membuat acara sendiri dengan kecelakaan? Apa dia lebih suka aku tinggal di desa itu dan jadi miskin?

Tak lama kemudian notifikasi sosial media bermunculan di layar ponselku. Semuanya berasal dari Fred yang memberitahuku akan kecelakaan Tora. Baru saja aku ingin membalas pesan Fred, Mama dan Pak Hong masuk ke kamarku.

"Dean, Ayo!" Aku menoleh ke arah Mama dan Pak Hong yang menenteng koperku.

Sialan.

Mungkin memang ini takdirku. Mungkin aku memang harus ke desa jelek itu sesuai rencana Papa yang juga sama jeleknya. Kerja bagus Tora. Kecelakaanmu mengantarkanku pada takdir ini, takdir sialan ini.

***
Selama perjalanan menuju desa aku terus menggerutu. Aku tidak habis pikir. Kenapa Papa tega melakukan hal seperti ini kepadaku?

Mama yang melihatku uring-uringan memegang pundakku. "Kamu kenapa Dean?"

"Papa itu. Kenapa beliau suruh aku tinggal di desa itu sih? Dan juga kenapa Mama ikut-ikutan mengawasiku 24 jam? Tidak capek Ma?! Atau Mama suka ke Desa?!" Mungkin aku keterlaluan karena sudah meninggikan suaraku di akhir kalimat.

Kulihat Mama salah tingkah. "Bu-bukan senang. Untuk..untuk apa Mamamu ini senang pergi ke desa kumuh. Mama malas tahu? Ini salah kamu juga membuat Mama diseret ke desa!"

Aku menghela napas jengkel. Rasanya perutku mulai mulas dengan perjalanan ini. "Tadi pagi Papa bilang beliau melakukan ini karena khawatir nilaiku jelek dan terlalu banyak menghabiskan uang! Sebenarnya apa yang beliau khawatirkan? Papa itu konglomerat! Dan aku putra konglomerat. Harta kita tidak akan habis hanya karena aku membagikan sedikit uangku kepada kucing-kucing kelaparan itu!"
Omelku panjang lebar.

Mama tidak bereaksi. Kulirik Mama yang terlihat serius. Dahinya berkerut samar. Matanya seperti menerawang jauh. Ketakutan terpancar di dalam sana.

"Halo, Ma? Mama kenapa?" Kulambaikan tanganku di depan wajah Mama. Menyadarinya, Mama terkejut.

"Mm, Mama rasanya capek. Mama akan tidur sebentar"

"Oh, ya silahkan. Mama tidur saja"

Well. Sekarang aku tidak memiliki ponsel atau semacamnya. Jadi, apa yang bisa kuharapkan sekarang? Main game? Mungkin sebulan lagi.

***

Thanks banget yang sudah baca cerita gaje ini... :D

DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang