Dean Madaharsa
Seperti sebelumnya, aku mencari kayu bakar. Itu pun karena paksaan dari Pak Hong. Aku heran, mengapa dia masih santai-santai saja menghadapi krisis menyeramkan ini? Padahal aku sendiri rasanya sudah mati berhari-hari yang lalu karena disuruh tinggal di desa seperti ini.
Dan seperti sebelumnya juga, aku hanya mendapatkan beberapa ranting pohon. Baiklah, aku menyerah. Aku akui hidup di desa begitu menyiksa. Aku menjadi kasihan dengan penduduk di sini.
Lelah, aku memutuskan untuk kembali. Dan aku melihat gadis yang sama yang kutemui entah berapa hari yang lalu.
Serius aku sudah melihat gadis itu sebanyak 4 kali akhir-akhir ini. Seperti kali ini, aku juga melihatnya di persimpangan hutan dan jalan menuju desa. Dan sama seperti pertama kali berpaspasan, dia berlari tanpa melihatku. Ada satu hal yang masih kupikirkan sejak hari pertama aku melihatnya.
Rasa penasaranku makin bertambah. Padahal aku adalah tipe orang yang tidak suka penasaran. Dan gadis desa misterius itu berhasil membuatku penasaran.
Haruskah aku mengikutinya? Sepertinya iya. Aku harus mengalah dengan rasa penasaran ini dengan mengikutinya dari belakang. Dan dia nampaknya juga tidak menyadari ada yang menguntitnya.
🌼🌼🌼
20 menit kemudian aku menyesali keputusanku. Aku terlalu lelah untuk mengikuti gadis itu berjalan entah kemana menyusuri hutan. Sebenarnya dia itu kurang kerjaan atau bagaimana? Kalau aku menjadi dirinya aku akan tidur di rumah. Buat apa buang-buang 20 menit untuk jalan-jalan tidak jelas di hutan?
Gadis itu mempercepat langkahnya. Aku lekas mengikutinya sebelum ketinggalan jejak. Membuatku merasa seperti mau pingsan.
Kusingkap rimbunnya semak-semak yang menghalangi jalanku. Dan rasanya tubuhku membeku seketika...Gadis itu sedang tersenyum..
Dengan padang rumput berhiaskan dandelion itu..
Sinar matahari yang keluar dari celah awan..Aku terkesima. Gadis itu, cahaya matahari dan dandelion-dandelion yang bergoyang-goyang di atas rerumputan hijau segar ini begitu luar biasa.
Gadis itu kemudian berjongkok, membelakangiku, dan memetik Dandelion-dandelion di sekitarnya. Sesaat aku sadar, dandelion berputik putih itu serasi dengan gadis yang juga memakai pakaian serba putih itu. Pakaian putih yang dipakai gadis itu kini terasa lebih bersih daripada yang kulihat tadi.
Entah kenapa aku ingin melakukan apa yang dilakukannya. Kupetik dandelion-dandelion di sekitarku. Namun, secepatnya putik-putik dandelion berguguran dan terbang diterpa angin. Kenapa rasanya memetik dandelion begitu sulit?
Kucoba berulang kali dengan lebih berhati-hati dan akhirnya aku bisa. Aku tersenyum puas. Memangnya yang tidak bisa kulakukan apa sih?
Gadis itu pun masih belum menyadari keberaanku. Dengan langkah pelan aku mendekatinya. Saat sudah dekat, aku menyuguhkan dandelion petikanku di depan matanya. Ia mendongak dan..
"Aaaaa!!"
Menjerit.
Dia tampak kaget dan kebingungan. "Apa aku mengagetkanmu?" tanyaku basa-basi. Jujur aku tidak tahu kenapa aku melakukan ini. Apakah memang karena penasaran?
Dan bukannya menjawabku dia malah bertanya. "Siapa kamu? Apa yang kamu lakukan di sini?"
"Perkenalkan, aku adalah putra konglomerat. Papaku, Tama Adhi Wijaya yang memiliki perusahaan FoXS. Salah satu perusahaan terbesar di Indonesia" jawabku bangga. Dia pasti akan kagum padaku.
Namun, ekspresinya berubah datar. "Oh? Begitu ya? Tapi aku tidak mengenalnya. Memang, apa untungnya jika aku mengenalnya?"
Rasanya sulit dipercaya. Perusahaan FoXS adalah salah satu perusahaan terbesar yang bergerak di bidang teknologi. Tidak mungkin perusahaan itu tidak terkenal di golongan elit! Oh iya! Aku lupa. Dia kan golongan orang desa norak yang tidak berpendidikan. Benar. Mana tahu dia tentang perusahaan segala macamnya.
"Kamu itu aneh? Tidak semua orang mengenal perusahaan itu. Dan tidak semua orang peduli dengan itu" kata gadis itu kemudian.
Dia mengulurkan tangannya padaku. "Namaku, Delia Kawiswara. Siapa namamu?"
Tangannya. Haruskah aku menjabat tangannya? Bagaimana jika aku terinfeksi kuman mematikan dari tangan itu? Dia kan orang desa. Jelas saja kebersihannya pasti juga rendah.
Ah! Tidak! Aku tidak mau menjabatnya. Tangan itu kotor.
"Dean. Dean Madaharsa"
🌼🌼🌼
Delia Kawiswara
Laki-laki itu nampak tersinggung saat aku mengaku tidak mengenal perusahaan FoXS. Aku berbohong. Tidak mungkin aku tidak mengenal perusahaan itu. Mimpi burukku. Kegelapanku.
Dan Kata-katanya yang sombong itu membuatku muak. Apa begitu cara dia hidup? Dengan menyombongkan harta kedua orang tuanya?
Bahkan, di saat aku mengulurkan tanganku untuk berkenalan, dia hanya meliriknya jijik dan tidak menjabatnya.
"Dean. Dean Madaharsa"
"Nama yang indah. Madaharsa" ucapku jujur. Nama itu memang indah. Seperti nama seseorang.
Dean hanya mengangguk mendengar pujianku. "Kamu tidak penasaran kenapa aku ada di sini?" tanyanya.
Aku berpikir sejenak. Memang benar. Untuk apa dia ada di sini dan karena apa? "Apa kamu menguntitku? Dan kenapa?" tanyaku.
Tawa sinis keluar dari mulutnya. "Sebenarnya, aku hanya ingin memastikan. Kita sudah 4 kali berpaspasan di persimpangan. Dan kamu seolah apatis sama aku. Apa kamu tidak terpengaruh wajah gantengku?"
Lagi-lagi dia menyombongkan diri. Aku menghela napas panjang dan tersenyum tipis. "Oh, jadi kalian orang yang sama. Laki-laki pencari kayu bakar dengan putra konglomerat?" kuharap kata-kata ini mampu menampar harga dirinya. "Kupikir kamu kaya karena putra seorang konglomerat. Seharusnya kamu tak perlu mencari kayu bakar. Bahkan untuk menginjakkan kaki di desa ini. Tidak pantas, tahu?"
Amarah begitu kentara di wajahnya. "Diam! Ada banyak hal terjadi dan kamu tidak tahu apa-apa! Lancang sekali kamu bicara seolah aku adalah orang miskin sepertimu? Dengar ya, aku berbeda kelas denganmu" ucapnya marah lalu pergi meninggalkanku.
"Hah, ada juga manusia yang seperti itu ya?" ujarku pelan. Takut dia datang dan kemudian membunuhku di tempat.
Tidak habis pikir. Kedatangannya mengganggu acaraku bersama bunga-bunga cantik ini. Dasar, malaikat kegelapan!
FoXS dan anaknya pemilik FoXS sama saja. Semuanya suram.
Tapi, namanya Madaharsa. Mendengar nama itu seharusnya aku sudah biasa saja. Namun, ternyata aku salah. Kenyataannya, hatiku masih sesakit dulu. Bahkan, rasa sakitnya berkali-kali lipat lebih sakit dibanding ketika rasa sakit itu pertama kali kurasakan.
Sepertinya takdir yang buruk akan terjadi setelah aku bertemu dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION
RomanceDANDELION -Dean -Delia -Leon Jaga cintaku seperti kau menjaga dandelion. Agar tak hancur diterpa angin. Agar tak hidup di tempat lain. "Aku berharap seseorang yang akan melamarku nanti bukan membawakanku seikat Mawar. Melainkan Dandelion. Karena ak...