#04 NHBY end

2.1K 173 35
                                    


Aku tahu ini hal tersulit yang aku terima, yang mereka rasakan pastinya.

Keputusan dongsaeng tercinta untuk memberikan dunianya yang sebentar lagi menjadi penglihatan untuk orang yang sangat ia cintai.

Bagaimana cinta bisa serumit ini?

...

Sudah hampir satu tahun aku terus mengunjungi nya setiap Minggu pagi, bahkan tidak pernah aku absen.

Namun enam bulan terakhir sangat lah membuatku lemah. Aku harus menelan pil pahit saat mengetahui diagnosa dokter bahwa penyakit Krystal semakin bertambah parah. Sel-sel jahat yang tumbuh di saraf penting kepalanya mulai mematikan perlahan pergerakan sel motorik pada sistem tubuhnya.

Penyakit langka yang bahkan belum diketahui namanya itu telah membuat Krystal hanya bisa berbaring ditempat tidurnya.

Ia menolak dirawat inap dengan alasan tidak suka dengan bau rumah sakit.

Ck. Dasar Krystal. Aku menyayangimu sayang. Jangan meninggalkan eonnie secepat ini.

Ku belai rambutnya, kusisir rambutnya perlahan dengan jari-jari tanganku.

Rambut indahnya sedikit demi sedikit lepas dari kulit kepalanya. Aku hanya bisa menatap pedih adik malangku ini.

Berat, Krys.

Kenapa kau memintaku berbohong kepada Amber?.

Aku sakit Krystal. . . Setiap mengatakan kau baik-baik saja, dan tidak datang menemuinya karena sedang melakukan suatu bisnis.

Ku perhatikan selang infus dan oksigen yang terpasang di lengan dan hidungnya.

Aku benci alat ini, karena nya aku tidak bisa memeluk adikku dengan leluasa.

Kulihat Eomma dan Appa menghampiriku.

Mereka menyuruhku istirahat, dan mereka yang akan menggantikan berjaga.

Aku pun menurut. Kulangkahkan gontai kaki menuju kamarku.

Aku lemah, sungguh tak berdaya. Aku merasa tidak sanggup memikul beban ini sendirian.

Menerima kenyataan, bahwa adikku tidak lama lagi akan pergi.

Bruk.

Kujatuhkan tubuh ini di atas tempat tidur ini.

Tuhan. Izinkan aku istirahat di alam bawah sadar ku, sebentar. . . Saja. Boleh kan?.

Tidak lama untukku terlelap, dan menjatuhkan duniaku kebawah sana.

****

"Eomma. Tolong ambilkan kertas dan amplop di laci nakasku?!. Aku ingin menulis sesuatu."

Pintaku pada eomma, dan tanpa menunggu lama eomma langsung menuruti apa yang aku minta.

Bahkan untuk membangunkan tubuh ini saja aku sudah tak mampu.

Eomma membantuku untuk duduk.

Ku raih buku tulis dan dua buah amplop yang eomma ulurkan.

Pena tinta hitam ini selalu menemaniku. Mencurahkan segala rasa yang enggan aku ungkapkan.

Pena ini selalu menempel disela bukuku.

...

Entah berapa kata yang sudah aku torehkan diatas kertas putih ini.

"Not Her, But You." (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang