Masa Depan Bersahabatlah Denganku

69 5 0
                                    

Pada udara dingin yang berembus, kubisikkan segenap gelisah. Terkungkung rasa hati yang menggigil hampa meski secercah harap tak harus lenyap. Jika ini adalah kesempatan terakhir, maka biarkan semua berakhir sesuai garis lempang. Namun, izinkan sekali ini saja, kuungkap isi hati sebagai penawar resah.

Kumohon, Tuhan ....

"Anggi, kamu baik-baik saja?" Suara itu membuyarkan segala mimpi, menghadirkan angan yang tak bertepi. Mungkinkah akan menjadi nyata, aku dan dirimu tertulis satu?

"Sudah mendingan setelah diurut Pak Ihsan," jawabku pada Yuda.

Perjalanan panjang tadi sore, menikmati tadabur alam membuat kakiku terkilir. Namun, rasa letih terbayar sudah saat berada di puncak gunung. Kesempatan yang jarang terjadi, tak terbayang sebelumnya akan merasakan naik gunung. Malam ini menjadi tonggak awal menginjak masa dewasa melepas predikat siswa abu-abu. Kini siap melangkah, setidaknya akan aku akhiri malam perpisahan ini dengan kenangan yang takkan terlupa.

"Kalau butuh apa-apa, kamu bisa panggil aku," ucapnya seraya berlalu dari pandangan.

Yuda, aku tak pernah mengerti pola pikir apalagi isi hatinya. Bagaimana mungkin ia bisa bersikap semanis dan sebaik itu? Terlalu perhatian! Tidak jarang perhatian kecilnya menimbulkan kesalahpahaman. Apakah ia benar-benar baik? Atau mungkin menyimpan perasaan lain padaku? Pernah terpikir untuk bertanya demikian, tetapi selalu kuurungkan niat, tidak ingin membuat persahabatan kami berakhir tragis hanya karena kesalahan yang tak mampu kunetralkan. Namun, itu dulu ... tidak untuk kali ini. Sudah kumantapkan hati inilah kesempatan terakhir sebelum aku benar-benar menyerah.

Perlahan kulangkahkan kaki yang masih terasa ngilu. Yuda berhenti tepat di balik tenda. Jantungku berdegup kencang, inilah saatnya.

" Maaf, jangan marah ya ... aku hanya berusaha jujur," ucap seseorang di balik tenda. Aku tidak bisa melihat dengan siapa ia bicara. Kuhentikan langkah dan bersiap memutar tubuh, ini bukan waktu yang tepat.

"Makasih ya, Tya, kamu sudah menyukaiku ...." Sontak langkahku terhenti.

Tya sahabat terbaik yang kumiliki, gadis pemalu itu bahkan lebih awal mengatakan cinta pada Yuda. Dan artinya ia pun memendam perasaan yang sama. Kenapa harus berakhir seperti ini? Aku mundur bukan karena menyerah, tapi terkadang banyak hal yang tak bisa dipaksakan. Begitupun dengan cinta pertama. Aku menghargai persahabatan di atas segalanya. Biarlah akhirnya seperti ini saja, aku dan dia mungkin tak layak menjadi satu.

***

Kupandangi sunrise yang indah di atas puncak Gunung Gede. Aroma embun basah menguar memberi efek relaksasi, setelah semalam menghabiskan waktu dengan berbagai acara api unggun. Hatiku pun ikut meredup bersama api yang mulai padam. Malam perpisahan itu menjadi malam kejujuran yang tak bisa dilupakan. Biarkan menjadi kenangan di masa putih abu-abu.

"Anggi! Tunggu!" teriak Achi. Aku menoleh sesaat.

Ada sedikit perasaan menyesal ketika di saat bersamaan kulihat Yuda mengulurkan tangan pada Tya. Jalanan cukup licin, beberapa anak sempat tergelincir. Yuda mengalihkan pandangannya tepat ke arahku. Tertegun, mata kami saling beradu, perasaan apa ini. Rasa sakit itu masih saja ada.

Sudah Anggi, lupakan saja. Kamu harus ikut bahagia jika sahabat berbahagia, ucapku dalam hati.

"Anggi ... kamu kenapa? Masih sakit ya?" tanya Yuda tiba-tiba sudah berdiri di sampingku.

"Nggak apa-apa."

"Kok mukanya pucat gitu?"

"Masa sih, biasa aja ah ...," balasku tanpa sedikit pun melirik padanya.

"Kalau nggak sibuk, aku mau ngomong sesuatu."

Kukerutkan kening sesaat, entah pembicaraan apa yang ia maksud. Sejujurnya dalam jarak sedekat ini membuatku salah tingkah. Dan aku tidak akan membiarkan hal bodoh terjadi di hadapannya.

"Kalau mau ngomong, ya ngomong aja!" jawabku sedikit ketus.

"Tadi malam, ehmmm ...." Tampak ragu Yuda bercerita.

"Aku tahu, selamat ya," ucapku tak ingin terbawa suasana.

"Kamu tahu apa?"

"Atas hubungan kalian."

"Hubungan yang mana?"

"Bukannya kalian sudah jadian? Kamu dan Tya?"

"Haha ... ngaco! Memangnya ada apa dengan kami? Aku cuma mau bilang, tadi malam saat kamu bacakan puisi di depan api unggun itu keren banget!" Jelas sudah parasku memerah, salah menduga akan apa yang disampaikan Yuda. "Anggi, hari ini adalah moment berharga dalam hidup, aku nggak mau menodai dengan menyakiti sahabat. Aku memiliki banyak mimpi yang ingin kuwujudkan di masa depan. Makanya sekarang bukan saat yang tepat memikirkan hubungan seperti itu."

"Jadi, kamu dan Tya ...?"

"Langkah kita masih panjang. Aku akan kuliah, bekerja, meraih cita-cita dan kamu pun harus berusaha dengan mimpimu. Setelah itu aku akan menemuimu karena kamu salah satu mimpi yang ingin kuwujudkan."

Aku, salah satu mimpi yang ingin ia wujudkan? Apa maksud dari semua perkataannya? Banyak pertanyaan yang memenuhi benak, tetapi tak satu pun kuungkapkan padanya. Biarlah semua menjadi rahasia waktu. Benar apa kata Yuda, hidup masih panjang. Banyak mimpi yang harus diperjuangkan. Entah masa depan akan berakhir bersama atau tidak yang pasti aku akan berusaha lebih baik.

Ya, dan kamu salah satu mimpi di masa depan yang ingin aku wujudkan.

Masa depan bersahabatlah denganku!

***

_END_

Kisah manis di putih abu-abu yang tak perlu menye-menye. Jadi inget dedeq2 emesh yang dewasa sebelum waktunya. Bahkan sebelum tahu tentang cita-cita, sebelum tahu arti keluarga. Hmm ... jangan sia-siakan masa muda kalian dengan cinta yang sembarang.

Kisah ini kutulis untuk kalian, telah terbit dalam antologi "UNFORGETTABLE VACATION"

STORYPUCINO, dicetak oleh : CV. Alif Gemilang Pressindo, Agustus 2015.

Thanks for reading :)

Thanks for reading :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Antologi Cerpen Nanae ZhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang