"Kakaakkk!"
Jika diibaratkan hewan super ultrasonik maka Dina termasuk di dalamnya, berteriak dengan frekuensi 20.000 Hz, bahkan teriakannya mampu membangunkan semut berjarak 100 km. Suara ribut dan gedebuk semakin berdebum di telinga. Lebay?! Oke, memang keterlaluan. Namun, gue punya adik yang benar-benar amazing!
Mood gue langsung turun seratus delapan puluh derajat, entah apalagi yang dilakukan adik gue. Dina? Seharusnya Bokap ngasih nama Dino, kepanjangannya Dinosaurus, itu lebih tepat. Kelakuannya kayak preman pasar kejedot palang parkiran, membuat otaknya jatuh berantakan. Tidak ada satu pun sisi manis tersisa darinya.
Sebenarnya gue malas banget punya adik. Bayangkan. Saat itu gue sudah SMP kelas 3 dan Nyokap hamil. Tahu bagaimana rasa sakitnya gue di-bully sama teman-teman?
"Ciiieee ... Doni, elu mau punya adek lagi ya?"
Sumpah. Gue jijik! Benci sebenci bencinya sama bokap-nyokap. Masalahnya waktu itu sudah mengerti, bagaimana caranya makhluk hidup berkembang biak demi kelangsungan hidup spesiesnya. Sialnya, guru Biologi menerangkan tentang sistem reproduksi dan lagi-lagi gue jadi bahan bully-an mereka.
Sejak itu, jadi sering ketiban sial. Waktu bokap enggak ada, nyokap muntah-muntah hebat sampai jungkir balik dan manjanya minta ampun tujuh turunan. Gue yang kena getah kudu beres-beres rumah, nyuci piring, baju, dan masak juga sendiri. Tiba-tiba, gue bisa merasakan perasaan Caca Handika saat itu. Dasar calon adik durhaka! Belum apa-apa udah ngerjain kakaknya.
Braakk!
Pintu terbuka lebar sebelum gue sempat mengunci. Si Dinosaurus keling, dekil, dan bau amis sejuta fosil sudah berkacak pinggang di depan pintu.
"Kak, tanggal 20 ya? Inget tuh, awas kalau lupa!"
Tiba-tiba si Dinosaurus keling mengancam gue sambil tunjuk-tunjuk hidung. Entah apa yang dia bilang, boro-boro mau dengar, lihat tampangnya saja bikin gue mendadak budek, tapi, kata A-W-A-S itu terus mengiang di kuping. Kayaknya kalau ditulis di buku pakai tanda seru tiga kali, di-bold, digaris bawahi. AWAS itu adalah kata ancaman, dan gue diancam sama anak ingusan?!
Gue banting pintu, lalu pasang headset dengan volume full. Enggak peduli si Keling menggedor pintu kamar, tanpa dibuka yakin itu dia. Soalnya, gedoran itu berakibat buruk terhadap aura kamar. Foto gue terjatuh dari dinding, poster Manchester United ikut melayang karena dinding bergetar super dahsyat.
Mungkin seperti ini rasanya gempa lokal, ranjang yang gue duduki naik turun kayak ombak dengan bunyi berderit-derit. Padahal gue sudah komat-kamit baca istigfar ratusan kali, tapi masih saja gempa lokal belum berhenti. Jangan tanya sedahsyat apa dia?
Setelah suasana hening, barulah otak berjalan normal. Mengingat semua kejadian barusan, kalau enggak salah si Dino bilang tanggal dua puluh. Ada apa dengan tanggal 20?
***
Seminggu ini adalah masa tenang. Beruntungnya tugas kuliah sudah gue setor lebih dulu, jadi bisa berleha-leha tidak perlu ke kampus.
"Kak Doni, lagi libur ya?" Adik gue nongol dari balik pintu. Tanpa menjawab pertanyaannya, gue balik badan melanjutkan game di HP.
"Kak, ini." Dina menyodorkan gantungan kunci MU, dia tahu banget gue maniak sama klub bola yang satu itu. "Kemarin Dina jalan-jalan sama Mama, terus lihat gantungan kunci itu, jadi inget sama Kakak," ujarnya sok perhatian.
"Simpan aja di meja." Tanpa melirik si anak keling, gue masih sibuk bermain LGR.
"Tapi, jangan lupa tanggal 20, ya." Ia menutup pintu, tak banyak bicara atau nanya ini itu, si Keling patuh banget menuruti perintah gue.
![](https://img.wattpad.com/cover/35567604-288-k802541.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Cerpen Nanae Zha
Fiksi UmumBandung merajut semua hikayat cinta kami. Perjalanan panjang yang melelahkan. Bertahan dalam ketidakpastian dan entah sampai kapan. Meski seumur hidup harus menjadi pengagum rahasia yang melihatnya dari kejauhan. Namun, di kota ini akan menjadi awal...