1 - Awal Mula

15.8K 1K 36
                                    

Untuk sebagian orang, dilahirkan dengan fisik sempurna adalah hal yang diinginkan. Termasuk untuk Sakura, gadis yang kini sedang asyik menatap rintik hujan melalui jendela kamarnya. Gadis yang sejak dua jam yang lalu duduk di atas kursi roda tanpa melakukan aktivitas apapun.

Sakura merapatkan jaketnya ketika ia rasa hawa dingin semakin terasa di dalam kamarnya. Gadis itu menempelkan jari telunjuk kanannya di jendela, menggambar pola abstrak pada embun yang terpantul di jendela kamar.

Sudah dua bulan sejak pulih dari tidur panjang akibat kecelakaan yang menimpanya, Sakura tidak banyak melakukan aktivitas bahkan cenderung menjadi sosok yang pendiam dan selalu mengurung diri di kamarnya. Karena ia rasa, tidak ada lagi semangat dalam hidupnya sejak kecelakaan itu terjadi.

Sakura menatap kedua kakinya dengan pilu, tidak ada lagi harapan untuk dirinya sendiri meski dokter mengatakan kalau kakinya bisa kembali normal meski kemungkinannya kecil. Sebelumnya Sakura tidak pernah merasa putus asa, tapi mengenai hal yang satu ini, hati kecil dan isi kepalanya tidak berjalan searah.

Suara ketukan di pintu kamar membuat jarinya terhenti, ia menoleh dan mendapati ayahnya sedang tersenyum seraya membawa nampan. "Sudah jam sembilan, ayah bawakan sarapan buat Rara."

Sakura tersenyum tipis. Melihat ayahnya yang seringkali mengantarkan sarapan, makan siang dan makan malam seakan sudah menjadi kebiasaan sejak gadis itu kembali ke rumah.

"Terima kasih, Ayah.".

"Mau Ayah bantu?"

"Nanti saja, Rara belum lapar."

"Kalau begitu biar nampannya Ayah simpan disini." Bimo, lelaki paruh baya itu meletakkan nampan di atas laci milik Sakura. "Jangan lupa dimakan, obatnya juga."

Tangan kanannya mengelus puncak kepala Sakura begitu putri semata wayangnya itu mengangguk. Dulu dan sebelum kecelakaan itu terjadi, Sakura adalah anak yang periang dan sedikit manja meski umurnya sudah menginjak kepala dua. Tapi sekarang Bimo merasa bahwa ia sudah seperti kehilangan Sakura meski kenyataannya gadis itu masih ada.

"Ayah." Sakura mendongak, menatap ayahnya yang masih tersenyum. "Rara minta maaf kalau Rara merepotkan Ayah. Kursi roda ini Ayah dapat dari mana?"

Elusan tangan Bimo di kepala Sakura terhenti. "Ayah dapat dari teman lama Ayah. Malam ini dia juga akan datang kesini, untuk menengok kamu."

"Teman lama Ayah?"

"Iya." Bimo berjongkok di hadapan Sakura seraya menggenggam tangan putri semata wayangnya itu dengan erat. "Rara harus percaya pada Ayah apapun yang terjadi. Ayah dan Ibu sangat sayang Rara. Ayah mau Rara bahagia meski dengan cara apapun. Jangan pernah benci Ayah dan Ibu mengenai keputusan apapun yang Ayah ambil."

"Ayah bicara tentang apa?"

Bimo tersenyum, lagi-lagi senyum yang semakin membuat Sakura penasaran dan gelisah. "Ayah masih ingat dulu Rara ingin sekali menikah dengan pangeran di film-film Disney."

Sakura terkekeh. "Iya Ayah, tapi itu dulu saat Rara masih kecil. Sekarang Rara sudah dewasa, mana sempat kepikiran soal pangeran."

"Tapi kalau tiba-tiba ada pangeran-hm bukan, maksud Ayah kalau tiba-tiba ada laki-laki tampan, mapan seperti di kisah-kisah novel yang berniat lamar Rara, apa Rara mau?"

Air muka Rara berubah, gadis itu tidak lagi tersenyum. Sebenarnya ia tidak paham kenapa pembicaraan ayahnya jadi mengarah pada hal semacam itu.

"Rara masih belum paham Ayah bicara tentang apa."

Genggaman di tangan Sakura semakin erat seiring dengan wajah Bimo yang menyiratkan keraguan. "Malam ini, teman lama Ayah itu akan datang dengan istri dan anak laki-lakinya, untuk melamar kamu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sakura Wedding StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang