Decision

16 1 0
                                    


Renita kalang kabut saat ia menyadari adiknya sudah menghilang entah kemana. Padahal ia sudah memperingati adiknya untuk tetap menunggunya di tukang jahit langganan keluarganya, sementara ia pergi menjemput putra sematawayangnya di sekolah. Tapi saat wanita cantik berwajah keibuan itu datang kembali ke tempat jahit itu ternyata adiknya sudah pergi entah kemana.

"Tadi katanya pergi kemana ya Bu Marni?" Tanya Renita kepada pemilik rumah jahit langganan keluargnya itu, sambil ia berusaha menghubungi ponsel adiknya yang belum ada jawaban.

"Ibu juga gak tahu, tadi ibu lagi sibuk motong bahan di dalem. Mba Ari gak pamit sama saya loh mba." Jawab Bu Marni yang jadi ikut-ikutan panik.

"Haduh anak itu ya, saya suruh tunggu sebentar malah ngilang gak tahu kemana. Mana gak bilang-bilang lagi." Omel Renita sambil terus berusaha menghubungi adiknya.

Tidak selang berapa lama seorang gadis tampak memasuki halaman rumah jahit tersebut. Baik Bu Marni dan Renita keduanya kompak melihat kedatangan gadis itu. Renita segera memutuskan sambungan ponselnya saat seseorang yang sejak tadi ditelefonnya akhirnya datang juga.

"Dari mana aja sih kamu de? Mba kan udah bilang tunggu sebentar di sini." Renita segera mengomel saat melihat kedatangan Ariana.

Ariana hanya memberikan senyum kudanya mendapat omelan dari kakak perempuan satu-satunya itu. Tadi Renita memang memintanya untuk menunggu di rumah jahit Bu Marni. Tetapi tiba-tiba Ariana ingat, ia ingin mengunjungi suatu tempat yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumah jahit milik Bu Marni ini, dan Ariana lupa tidak memberitahu Bu Marni.

"Maaf deh, tadi Ari abis jalan-jalan deket sini aja kok mba. Ari lupa gak bilang sama Bu Marni." Jelas Ariana dengan tampang memelas agar Renita tidak lagi terus-terusan mengomelinya.

Renita mendengus kesal. Kalau adiknya sudah memasang wajah memelas seperti itu Renita sudah tidak bisa apa-apa lagi.

"Yasudah, kalau gitu sekarang ayo kita ukur baju kebaya kamu sama sekalian diskusikan modelnya sama Bu Marni." Ucap Renita kemudian dan dijawab dengan anggukan pelan oleh adiknya.

Bu Marni segera membawa ke dua kakak beradik itu masuk ke dalam untuk mulai mengukur baju kebaya kakak beradik itu. Meski judulnya mendiskusikan baju kebaya milik Ariana, tapi yang Ariana rasakan kakaknya lah yang memegang kendali atas segala macam model kebayanya tersebut. Ariana praktis tidak berkontribusi apa-apa atas design baju kebayanya nanti. Gadis itu hanya duduk dan mendengarkan kakaknya berargumentasi dengan Bu Marni. Sesekali Renita memang menanyakan pendapatnya, tapi karena sejak awal kakaknya yang sudah mengambil kendali jadi Ariana hanya setuju-setuju saja dengan apapun yang kakaknya katakana.

Setelah menghabiskan waktu satu jam setengah ke dua kakak beradik itu telah selesai dengan urusan mereka dan berpamitan pulang.

"Oh iya aku sampai lupa, katanya mba Ren mau jemput Niko, kok dia gak diajak sekalian sih mba?" Ariana teringat akan ponakan menggemaskannya itu.

"Iya tadi dia gak mau ikut, katanya mau pulang aja ke rumah. Jadi mba bawa dia pulang dulu tadi." Jelas Renita.

Ariana tidak lagi bersuara. Sepanjang perjalanan pulang ke rumah ia hanya diam menatap ruas jalan sore hari yang terasa begitu hangat di hatinya. Renita sendiri lebih memilih fokus menyetir. Ia tidak suka diajak mengobrol ketika menyetir karena baginya itu akan mengganggu konsentrasinya mengemudi. Hanya suara radio yang tengah memutar lagu-lagu lawas yang memecah kesenyapan dalam mobil tersebut.

Hanya butuh waktu dua puluh menit saat mobil Renita masuk ke dalam sebuah halaman rumah yang luas dan asri dengan sebuah pohon rambutan yang terletak di sisi barat rumah ke dua orang tua mereka.

Missing You Like CrazyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang