Pagi-pagi sekali Ariana segera mengemasi barang-barangnya. Jadwal kepulangan yang seharusnya masih besok pagi, ia percepat. Ariana hanya ingin segera kembali ke Jakarta dan bertemu dengan Sania. Ia ingin bertanya lebih detil tentang pertemuan sahabatnya itu dengan Rama─laki-laki yang sangat Ariana cintai.
Kepulangan Ariana ke Jakarta yang mendadak tentu membuat semua kelurganya terkejut. Bagaimana tidak, seharusnya hari ini ia dan keluarganya akan ada acara dengan keluarga Artha.
"Kok mendadak gitu sih, de? Memangnya ada sesuatu yang penting banget ya sampai kamu harus buru-buru balik hari ini?" Tanya Renita ditengah-tengah acara sarapan keluarga mereka.
Ariana masih tidak menjawab, saat ini fikirannya sedang tidak berada ditempatnya. Gadis itu masih tampak mengaduk-aduk nasi uduk di piringnya.
"De?!!" Panggil Renita kembali dengan nada suara yang lebih tinggi. Kali ini panggilan tersebut berhasil membuat adiknya kembali pada kesadarannya.
"Iya mba, kenapa?" Tanya Ariana bingung.
Semua keluarganya yang pagi itu tengah asik dengan sarapan mereka, segera saja menatap ke arah Ariana yang masih memasang wajah bingung.
"Ada apa, Ari? Ayah perhatikan kamu sedang gak fokus, nduk?" Tanya Hadi pada putrinya yang pagi ini tampak aneh.
"Gak ada apa-apa kok yah." Jawab Ariana sembari tersenyum pias.
"Jadi kenapa kamu buru-buru balik ke Jakarta? Katanya masih besok pulangnya?" Untuk ke dua kalinya Renita kembali bertanya pada adiknya itu.
"Iya mba, mendadak ada masalah pekerjaan yang harus segera aku selesaikan." Jawab Ariana berbohong.
"Terus hari ini acara sama keluarganya Artha gimana dong?" Lanjut Renita.
Ariana berfikir sejenak, sebenarnya ia baru saja ingat jika hari ini akan ada acara keluarga dengan keluarganya Artha. Ia sama sekali melupakan hal tersebut, dan kesadaran itu juga kembali menyadarkan Ariana, jika dirinya kini telah bertunangan dengan seseorang. Seharusnya ia tidak lagi memikirkan orang lain saat kini dirinya tidak lagi bisa sebebas dahulu.
"Yah, Bu, Ari bener-bener minta maaf gak bisa ikut acara itu." Ariana berusaha meminta pengertian pada ke dua orang tuanya. Ia berharap jika hal ini tidak menjadi masalah besar bagi keluarganya dengan keluarga Artha.
"Yasudah gak apa-apa, nanti biar ibu sama ayah yang akan kasih tahu keluarga Artha kalau kamu harus buru-buru pulang lagi ke Jakarta hari ini." Jelas ibunya yang membuat hati Ariana lega.
Setelah berpamitan dengan keluarganya, Ariana diantar oleh kakak iparnya menuju stasiun Purwokerto pagi itu.
"Ada masalah, de?" Ucap Arvan memecah kesunyian diantara mereka.
"Enggak ada kok Mas." Jawab Ariana singkat dan tidak lupa disertai dengan sebuah senyuman. Senyuman yang selalu ia lakukan setiap saat untuk menutupi semua perasaannya selama ini.
Arvan yang masih fokus menyetir kemudian tersenyum mendengar jawaban dari adik iparnya itu. Ia sangat tahu jika Ariana saat ini tengah menyembunyikan sesuatu dalam hati dan fikirannya. Arvan dapat melihatnya dengan jelas dari sorot mata dan senyuman gadis itu.
"Kamu ini, kalau ada masalah jangan suka dipendam sendiri, gak baik loh, de. Kamu mungkin bisa menyembunyikannya dari mba mu, ayah, sama ibu. Tapi mas mu ini, gak akan bisa dikelabuin, loh." Jelas Arvan.
Ariana mengedarkan pandangannya pada ruas jalanan yang tidak begitu ramai melalui kaca jendela mobilnya.
"Itu dia kenapa aku males kalau ketemu Mas Arvan. Mas Arvan selalu aja bisa tahu kalau aku ada masalah, nyebelin." Ucap Ariana yang disambut dengan tawa kecil kakak iparnya.
"Kamu harusnya bersyukur punya kakak ipar psikolog kayak Mas." Lanjut Arvan yang masih tertawa ringan.
Arah pandang Ariana kini telah beralih menatap Arvan dan ikut tertawa kecil mendengar ucapan kakak iparnya tersebut.
"Masih masalah yang lama, ya?" Tanya Arvan kembali.
Ariana terdiam, tidak menjawabnya. Mungkin diantara keluarganya, hanya Arvan satu-satunya orang yang tahu tentang masalah yang selama ini dialaminya. Beberapa tahun lalu Ariana pernah berkonsultasi pada kakak iparnya itu tentang masalah yang tengah dihadapinya. Ia sudah tidak tahu lagi harus bagaimana untuk mengatasi perasaannya terhadap seseorang. Mengingat Arvan─kakak iparnya itu bekerja sebagai seorang Psikolog, Ariana akhirnya memberanikan diri untuk bercerita kepadanya.
"Kamu tahu, waktu mas denger kamu menerima perjodohan itu, mas kaget loh, de. Tapi melihat kamu dengan mantap menerima perjodohan tersebut, mas fikir kamu sudah benar-benar melupakan laki-laki itu." Arvan lanjut berbicara setelah sepersekian menit Ariana hanya diam.
"Aku sedang berusaha, mas. Aku fikir ini akan berhasil, tapi ternyata itu tidak semudah dan sesederhana itu." Setelah diam sekian lama, akhirnya Ariana kembali bersuara dengan nada yang lirih.
"Mas percaya samakamu, kamu pasti bisa menyelesaikan masalah ini." Ucap Arvan bijak.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Missing You Like Crazy
ChickLitAriana hanya ingin menunggu sebentar lagi. Menunggu seseorang yang selama 12 tahun telah menempati tempat khusus dalam hatinya. Tidak ada satu orang pun yang dapat menggoyahkan hati Ariana, sampai Ariana mulai menyadari. Harus sampai kapankah ia te...