One Place

4.4K 327 6
                                    

"Tersangka pengguna sihir hitam untuk meledakkan jembatan sudah tertangkap..."

"Mr Potter, saya butuh arahan anda untuk kekacauan di Surrey..."

"Bagaimana dengan kasus ini, Mr Potter?"

"Mr Potter..."

Harry membenturkan keningnya ke meja kerjanya yang tertutup puluhan lembar kertas laporan. Minggu ini dia seperti kerja rodi saja, berangkat pagi buta dan pulang lewat tengah malam. Jadi kepala Divisi Auror memang bukan pekerjaan mudah. Apalagi minggu ini kasus-kasus yang terjadi cukup membuat Harry stress.

"Kau sibuk, mate?"

Setengah hati Harry mengangkat wajahnya dan memandang sosok sobat karibnya sejak jaman sekolah dulu, Ron Weasley, "hai, Ron."

Ron duduk di kursi di depan meja Harry, "kau tampak seperti vampire yang belum menghisap darah seabad, Harry. Sebaiknya kau pulang dan istirahat."

"Dan membiarkan meja kerjaku tertimbun lagi? Aku tak mau," Harry duduk bersandar di kursi, "kenapa sih orang- orang ini tidak bisa menyelesaikan masalah sendiri. Aku kan bukan penyihir maha sakti yang bisa ada di berbagai tempat dalam satu waktu. Masa untuk mengintai  buronan saja harus aku yang turun tangan?"

Ron terkekeh, "siapa sih yang meragukan kemampuanmu, Harry. Kau pahlawan, bung. Jangan lupa itu."

Malas menjawab, Harry mengalihkan pembicaraan, "kau kesini mau apa? Bukannya kau sedang sibuk juga?"

Si rambut merah itu menggeleng, "buronan yang kami incar sudah tertangkap. Sekarang dia pasti sedang bersenang- senang di Azkaban. Kalau tidak membenturkan diri ke tembok, ya paling melompat ke laut," gurau Ron sarkastis.

Harry tersenyum juga mendengar lelucon itu.

"Hermione mengundangmu makan malam. Ginny dan tiga bocah itu juga pastinya. Apa kau bisa datang?"

"Hari ini?"

Ron menggeleng, "akhir pekan nanti. Rose dan Hugo sepertinya sudah kangen sekali denganmu."

"Doakan saja aku tidak terkurung lagi di sini," Harry menyingkirkan tumpukan file yang sudah selesai dia baca, "kau pulang sekarang?" tanyanya.

"Yeah. Aku beruntung kerjaanku sudah selesai," Ron berdiri dan menepuk pundak Harry, "jangan terlalu sibuk. Tak akan kumaafkan kau kalau sampai membiarkan Ginny
sendirian terus."

Harry cuma bisa nyengir.

"Bye, Harry."

"Bye, Ron."

Dan Harry pun kembali ke pekerjaannya.

***

Jam setengah dua belas malam saat Harry melirik jam tangannya begitu dia tiba di depan rumahnya. Sebuah rumah mungil di kawasan perumahan muggle yang sederhana. Perlahan dia membuka pintu depan rumahnya. Sudah gelap, pastinya Ginny dan ketiga anaknya sudah
tidur.

Sampai di dalam, Harry mengunci lagi pintu depan dan menggantung jubahnya. Sebenarnya bisa saja dia pulang pakai floo, tapi suara desiran apinya cukup besar dan dia tak mau membangunkan siapapun. Perlahan dia naik ke atas. Satu per satu dia membuka pintu kamar anak-anaknya. James, putra tertua, sudah tidur pulas di kamarnya yang berantakan. Bahkan
selimutnya sudah tergeletak di lantai. Albus, putra keduanya, tidur tenang dan seperti biasa, selalu ada sebuah buku disampingnya. Dan yang terakhir adalah Lily, putri kecilnya yang mirip dengan ibunya, tidur memeluk boneka kelinci kesayangannya.

Harry tersenyum melihat ketiga buah hatinya. Sedikit merasa bersalah juga karena dalam beberapa minggu terakhir ini dia jarang sekali menghabiskan waktu dengan mereka. lalu Harry menuju ke kamarnya. Ginny tidur lelap sendiri di tempat tidur. Perlahan Harry mendekati istrinya itu. Tetap cantik, tetap mempesona seperti sejak pertama Harry jatuh cinta padanya. Tak ingin membangunkan Ginny, Harry hanya memberi kecupan singkat di pipiistrinya itu kemudian berlalu menuju ke ruang kerjanya.

severus - harryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang