3) Teman

7.7K 252 5
                                    

"Tadi lo bilang apa? Lo ngatain gue cowok songong?" tanya gue.

"I-iya! Lagian, motor cuma kebaret doang ngatainnya segitunya," jawabnya.

"Heh, lo kan nggak tau biaya ngebenerin itu sampe berapa," kata gue.

"Hah heh, hah heh. Mas sendiri, nginjek-nginjek belanjaan saya. Mas juga nggak tau kan harga sembako sekarang?" balasnya.

"Ya mana gua peduli. Gue bukan Emak-Emak yang suka ngurusin gituan," balas gue juga.

"Jadi Mas ngatain saya Emak-Emak, gitu?" tanyanya sewot.

"Nah tuh tau sendiri. Ibu gue aja kalah emak-emaknya sama lo," jawab gue.

"Enak aja! Asal Mas tau ya, ini tuh bukan Emak-Emak, tapi mandiri. Norak banget sih, gitu aja harus dikasih tau. Anak Manja," cibirnya.

"Sialan lo. Eh, asal lo tau juga ya, gaya lo tuh udik. Kampungan. Ketinggalan zaman, tau nggak," balas gue.

"Emang. Biarin aja. Lagian, yang menurut Mas nggak ketinggalan zaman tuh cewek-cewek yang pamer paha, bajunya kekurangan bahan, sama dandanannya kayak Nenek-Nenek mau ke kondangan itu kan? Asal Mas tau juga, hal itu beda sama pendapat saya," balasnya lagi.

"Ya udah, mau itu beda sama pendapat lo kek, apa kek. Yang jelas, gue tuh cuma ngasih saran buat lo biar ada cowok yang mau sama lo," ujar gue. "Oya, gue yakin, sekedar ditembak aja lo nggak pernah kan?"

"Nggak pernah dan nggak masalah. Dan oh, terimakasih atas sarannya, tapi saya sama sekali nggak tertarik. Kalo dandanan kayak gitu.. ih. Sama aja kayak jual diri tau nggak," ucapnya.

"Terus, lo pikir lo yang paling suci gitu?" tanya gue.

"Enggak. Saya nggak merasa gitu. Mas aja yang menyimpulkan seenaknya," jawabnya.

"Emang kenyataannya gitu kan?" tanya gue lagi.

"Dasar cowok sotil!" ejeknya.

"Et, pake ngatain gue lagi. Lo cewek sok suci," balas gue.

"Udah sotil, bawel lagi. Udah ah, pekerjaan saya di sini kan udah selesai, jadi saya pulang dulu," katanya. "Nanti saya balik lagi kalo udah mau jam makan malem."

Gue menahan lengannya. "Siapa suruh lo boleh pulang? Ntar dulu."

Dia memutar bola mata. "Ngapain lagi saya di sini?"

Gue mikir. "Hmm.. pijit gue! Gue pegel."

"Hah? Ngapain banget saya mijitin Mas?" tanya cewek ini sewot.

"Ya kan gue majikan lo," jawab gue.

"Enak aja. Saya bukan pembantu. Saya tuh bantuin Mas ngurus rumah," ralatnya.

"Sama ajalah." Gue mengibaskan tangan. "Udah deh, lagian gara-gara lo juga kan gue harus nunggu di luar, panas-panasan. Jadi, sekarang gue minta tolong lo pijitin gue. Jarang-jarang nih gue minta tolong."

Dia mendengus keras, berjalan memutar ke belakang gue. Akhirnya pundak gue dipijet juga. Sumpah enak. Nih cewek berbakat jadi tukang pijit.

Tapi lama-lama sakit. Ditusuk kayaknya gue.

"WOY SAKIT WOY! LO MIJET JANGAN PAKE KUKU NGAPA," omel gue.

Dia menghentikan pijitannya. "Ya suka-suka saya. Saya yang mijit."

"Lo tuh ya kalo dibilangin."

Gue berdiri, berjalan ke arahnya. Dia mundur, gue maju. Terus begitu sampe mentok di dinding. Muka nih cewek udah merah nggak jelas. Rasain lo.

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang