Chapter 12 : Lebih Baik Begini

1.6K 178 0
                                    

"Ren jadi temanku lagi ya?" Reno sedang tergeletak kekenyangan ketika Dira melontarkan pertanyaannya. Reno mendadak kesal mendengar kata teman yang dilontarkan Dira.

"Habiskan dulu makananmu. Baru bicara." Reno beranjak mengangkat piring kotornya dan berjalan menuju dapur. Tidak menghiraukan permintaan Dira. Dira mengikutinya dan menyudahinya makan malamnya.

"Reno! Jawab aku dulu."

"Kenapa makannya gak dihabisin? Udah capek-capek aku bikinin. Sini aku yang habisin." Dira menggeram kesal dan menarik lengan baju Reno.

"Reno! Aku lagi ngomong kenapa sibuk soal makanan sih sejak tadi!"

Reno menarik piring dari tangan Dira dan meletakkannya di atas wastafel dengan agak kasar sampai mengeluarkan bunyi dentingan, "Sejak kapan kita berteman Dir? Kamu bahkan gak jawab pertanyaan aku waktu aku mengajak kamu menikah. Aku bilang aku cinta kamu. Dan kamu gak jawab aku." Reno tak ingin menjadi teman Dira. Setelah hari ini, setelah melihat Dira menangis sesenggukan, setelah merasakan Dira memeluknya, setelah tau kalau Dira membutuhkannya, Reno memutuskan untuk mengejar Dira kembali. Dan bukan sebagai teman.

"Kenapa kamu jadi marah sama aku? aku pikir kamu ..."

"Sudahlah lupakan saja. Kamu mau aku antar pulang sekarang?"

Mengetahui tanggapan Reno, Dira menjadi kesal sendiri. Apa maksudnya sih? Dira pikir mereka sudah baik-baik saja. Dira pikir Reno sudah memaafkannya dan membiarkan masa lalu tetap menjadi masa lalu. Mencoba memulai semuanya dari awal. Nyatanya Reno masih mengungkit hal itu.

"Gak perlu. Aku naik taksi saja. Terima kasih untuk makan malamnya Ren." Dira berjalan dengan cepat tanpa melirik Reno, kembali ke ruang tengah mengambil tas dan juga blazernya yang ia taruh di atas sofa.

Reno mengejar Dira dan menarik lengannya perlahan, "Aku minta maaf Dir. Biar aku antar ya? ini sudah malam."

"Gak perlu Ren. Aku bisa sendiri."

"Dira please!" Reno mengerang frustasi, merutuki kebodohannya dan emosinya,"not again Dir, aku mohon. Maaf." Reno menunduk lemah, terlihat sekali dari wajahnya gurat kelelahan.

Kamu lelah menghadapiku Ren?

Dira dan Reno sama-sama tak beranjak dari tempat mereka berdiri sekarang. "Aku masih menunggu kamu Dira. Sampai sekarang. Aku gak pernah ingkar janji. Sampai detik ini ternyata semuanya masih sama, aku masih mencintai kamu. Jauh lebih banyak sejak terakhir aku mengatakannya. Tidak bisakah kamu mencoba menerima aku? Aku tidak akan berjanji untuk tidak membuat luka baru untukmu tapi setidaknya aku tidak akan membiarkanmu terluka sendirian."

Tangan Dira bergetar dalam genggaman Reno, "aku ...aku ..." suaranyapun bergetar pertanda ia sudah berada di ambang tangisannya, "aku gak mau nyakitin kamu Ren. Kamu tau kalau luka aku gak sesederhana itu. Aku jadi gak percaya cinta dan aku takut menyakiti kamu dengan ketakutan aku sendiri. Aku belum siap menerima cinta lagi waktu itu. Dan saat ini ..."

"Dan saat ini?"

"Dan saat ini aku gak tahu apakah aku sudah siap atau belum. Aku pikir kamu gak akan menunggu aku. Aku pikir akan lebih baik jika aku pergi, agar aku tidak menyakitimu. Aku pikir setelah bertahun-tahun semuanya akan baik-baik saja. Kamu akan melupakanku dan hidup bahagia, tanpa menungguku." pertemuan dengan Reno selalu menguras emosi Dira. Dira lelah, namun ia tahu Reno berhak mendapatkan penjelasan atas semua ini.

Dira berusaha menguasai emosi dan tangisnya,"Maafkan aku Ren. Aku harap kamu mau mengerti."

Reno tak menanggapinya, ia hanya tidak sanggup jika harus disuguhi pemandangan seperti ini sejak tadi. Diranya menangis. "Lebih baik kita pulang sekarang. Kamu lelah Dir. Aku akan antar kamu. Jangan bilang gak."

_*_*

Siang ini anak-anak di kantor sudah heboh akan makan siang di sebuah restoran Jepang di gedung seberang kantor mereka, acara perayaan ulang tahun Firman. Lima menit sebelum jam istirahat, mereka sudah siap-siap untuk kabur karena takut kehabisan tempat. Maklum lah di restoran ini tidak bisa reservasi dan saat makan siang pasti penuhnya luar biasa.

"Mas Reno! gak ikutan pergi apa?" Gita mengahmpiri Reno yang masih bertengger di kulinernya.

"Nanti gue nyusul deh Git. Duluan aja."

"Mas Reno lagi patah hati kayaknya tuh dede Gita, bengong mulu daritadi," Ujar Chandra yang tiba-tiba sudah berada di samping Gita bertengger di sisi kanan kubikel Reno. Tidak tahu saja Gita kalau tebakan Chandra memang benar adanya.

"Mas Chandra, nyebar isu aja deh." Gita memelototi rekan kerjanya yang satu ini, "yaudah Mas Ren, duluan kalau gitu. Jangan lama nyusulnya keburu diembat jatahnya sama Mas Chandra. Dia kan perut karung."

"Enak aja ini bocah satu!"

Gita menjulurkan lidahnya untuk menggoda Chandra lalu segera pergi beralih mencari Celia," Cel! jangan lupa bawa payung." terdengar teriakan Gita dari arah pintu keluar.

Reno hanya mampu mengeluarkan senyum kecil mendengar pertengakaran Gita dan Chandra yang bukan merupakan hal aneh lagi disini. Reno khawatir saja lama-lama mereka bisa saling suka karena biasanya benci dan cinta jadi segampang membalikkan telapak tangan.

"Yakin gak mau ditungguin bro?"

"Duluan aja deh, nanggung juga kerjaan nih. Sepuluh menit lagi paling kelar. Sisain tempat aja buat gue."

"Oke kalau gitu."

Keheningan menyergap ketika satu persatu orang pergi dari meja kerjanya untuk makan siang. Hanya Reno yang benar-benar tersisa disana. Reno menghembuskan nafas lelah. Sejak tadi sebenarnya tak ada satupun kerjaan yang benar-benar ia seriusi. Semuanya hanya ia kerjakan sambil lalu.

Kalau biasanya jatuh cinta bisa bikin otak sedikit berfungsi, nyatanya patah hati bisa membuat seluruh jaringan tubuh lebih tidak berfungsi lagi. Reno merasa seperti zombie sejak mengantarkan Dira pulang semalam. Sinkronisasi bagian tubuhnya sangat buruk hari ini. Baginya kisah dirinya dan Dira sudah benar-benar berakhir semalam. Dira sudah benar-benar tidak mau mencoba menerimanya. Reno ternyata tak mampu menyembuhkan luka itu.

Padahal Reno pikir, semuanya sudah lebih baik ketika Dira menghubunginya lebih dulu, lalu membuka dirinya pada Reno, bercerita pada Reno dan menjadikannya tempat bersandar. Reno merasa senang karena merasa dibutuhkan. Lelaki pada umumnya akan senang jika wanita mau bergantung pada mereka, membuat mereka merasa dibutuhkan, membuat mereka merasa kalau diri mereka berarti di dalam hidup wanitanya. Sesekali bergantung pada laki-laki bukan berarti menjadikan wanita seseorang yang lemah, hal ini berarti memberikan kesempatan agar laki-laki itu menjadi bagian dari kehidupan sang wanita. Dan Reno ingin sekali bisa menjadi bagian dari kehidupan seorang Dira. Sayang, Dira tak mengizinkannya.

Reno membuka ponselnya dan menatapi deretan angka dengan nama Dira di atasnya. Sejak semalam tak ada lagi kata yang tercipta di antara mereka. Jika Dira memang benar-benar menginginkan Reno pergi, mungkin memang semuanya akan lebih baik jika mereka tidak bersama. Reno mau tak mau menurutinya meskipun hatinya baru saja ingin bergerak merebut hati Dira. Semuanya dipatahkan detik itu juga. Kehampaan melingkupinya detik ini juga.

"Mungkin aku yang salah Dir, mungkin kamu benar-benar bahagia dengan seperti ini. Tanpa aku."

_*_*_*

Let's (not) Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang