Chapter 1

576 56 12
                                    

Hai.. hai.. berdasar permintaan beberapa orang, finally saya repub! Yeyeye....

Tapi... saya repub part 1 dulu, okay!
Komen jusseyo!!!



The true story begin....

Musuh yang paling berbahaya adalah seorang teman. Karena dia mengetahui dengan baik tentangmu. Ia bisa menjadi Malaikat di depanmu dan akan menjadi iblis di belakangmu

Yesung sekarang percaya sepenuhnya akan pepatah seperti itu. Awalnya ia berpikir tak mungkin ada hal sekejam demikian. Mulanya tak terbesit sedikitpun pikiran bahwa orang-orang terkasihnya akan persis layaknya pepatah yang orang-orang katakan itu. Ya. Mungkin mereka sebenarnya memang iblis yang menyamar menjadi malaikat. Hatinya terus berontak menolak segala apa yang dikatakan logikanya. Namun, kini semua keraguannya hilang. Apa lagi yang perlu ia sangkal ketika obsidiannya sendiri yang melihat segalanya.

Tangisnya pecah menggema memenuhi alam semesta. Bak alunan melodi penghias malam yang pilu. Yesung tidak peduli. Biarkan seperti ini, agar dunia tahu bahwa takdir begitu kejam padanya. Adakah yang mau bertukar tempat dengannya? Menggantikan posisi Yesung sebagai manusia paling menyedihkan di dunia.

Kaki lemahnya melangkah menopang tubuh ringkih yang siap ambrug kapan saja, menyusuri jalan menuju gubug tempatnya tinggal. Tubuhnya bergetar seirama dengan gerimis dan air mata yang bercucuran. Meniti pelan jalan ini yesung merasa seperti ia tengah menginjakan kakinya pada duri-duri. Disetiap langkah gontai yang ada hanya kelukaan, memikirkan bagaimana ia harus bersikap pada Sungmin yang jelas-jelas tinggal serumah dengannya. Apa ia harus pura-pura baik-baik saja? Pura-pura tidak tahu apapun yang terjadi?

Yesung menghentikan langkahnya, menepi di sebuah jembatan.

"Eomma.. kenapa kau tinggalkan aku sendiri?"
Suaranya parau, tenggorokannya terasa tercekat hanya untuk berkata-kata.

"Mengapa eomma tega membiarkanku sendiri menjalani kehidupan kejam ini?"

Air mata terus bercucuran, tidak ada isakan. Kesakitan yang ia rasa seakan mencoba menguras semua air matanya, menunggu hingga benar-benar habis. Angannya kembali bernostalgia pada kisah-kisah hidupnya di masa lalu. Bibir pucatnya menyunggingkan senyum miris, ia benar. Mengingat kehidupannya di masa lalupun memang tidak ada yang patut dijadikan kenangan. Hanya saja, yesung merasa lebih kuat ketika ada mendiang ibunya. Yesung mengingat, dulu sejak kecil yesung sudah merasa akan pahitnya kehidupan. Mulai dari terus menerus merasa kelaparan, dengan ayah yang kecanduan judi dan minum soju sepanjang hari. Hari yang melegakan dan membahagiakan baginya saat itu adalah ketika ia usia 13 tahun, saat ayahnya yang pemabuk meninggal dunia, tapi karena miskin, mereka tidak bisa memberikan penguburan yang layak. Yesung tetap saja senang karena sudah tidak akan dipukul ayahnya lagi. Yesung mengira hidupnya akan lebih baik dan bahagia.
Tapi nyatanya setelah itu, mereka menderita kelaparan hebat. Ibunya dihina, diabaikan. Ibunya susah payah membesarkan anak usia 13 tahun. Di sekolah juga tidak mudah. Saat musim dingin, kaki dan tangan rasanya beku. Saat musim panas, menyesakkan sekali. Yesung tidak mengerti, salah apa mereka sehingga harus hidup seperti itu.

Tangis yesung kembali meledak, sesenggukan dengan volume yang keras. Bukankah manusia itu seperti itu? Ketika ia bersedih karena suatu masalah, maka segala masalah-masalah yang menghiasi hidupmu seakan-akan terputar bak roll film, sehingga kau merasa menjadi manusia paling menyedihkan di dunia. Berpikir bahwa hanya kau yang menderita dan takdirmu tidak pernah adil padamu.

Yesung meraba dadanya, mencengkeram dengan tangan kanan. Ia merasa sakit dan sesak mungkin karena dirinya yang menangis terlalu hebat.
Demi Tuhan apa salahnya di masa lalu hingga kehidupannya yang sekarang begitu kelam.

"Rache : Painfull Love"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang