Mendung di Langit Rejata

11.8K 761 101
                                    

Perjalanan terasa sangat lambat, seperti tak sampai-sampai. Padahal Rona begitu risau, kabar yang diterima membuyarkan segala konsentrasi. Dia rela tinggalkan semua rencana, padahal tes terakhir ini penting baginya. Butuh beberapa jam lagi untuk sampai ke kota tempat keluarga Rejata tinggal. Padahal pantatnya terasa cukup panas setelah menempuh perjalanan udara dari Amerika ke Jakarta.

Tuhan sedang menguji.

Kabar buruk datang, tentang Ibu dan Bapaknya yang mengalami kecelakaan fatal di jalan tol menuju Jakarta. Sopir yang mengantar keduanya dinyatakan meninggal di tempat, dan kondisi orangtua Rona dalam keadaan kritis. Sepanjang perjalanan, anak perempuan itu terus meneteskan air mata. Biar bagaimana pun, dia tak punya siapa-siapa lagi selain mereka berdua. Meski kadang pikiran kotor tentang hak waris jika keduanya tak selamat sempat terlintas, tapi rasa takut kehilangan lebih besar ketimbang itu. "Bagaimana jika mereka mati? Siapa yang akan menemaniku di dunia ini?" Begitu jerit hatinya.

                                       ***

Lorong rumah sakit dipadati oleh keluarga besar Kedua orangtuanya. Kebanyakan tak terlalu dikenal oleh Rona. Mereka tampak tak acuh saat anak itu muncul dan berjalan menuju ruangan tempat kedua orangtuanya terbaring. Bukan hal aneh, sejak kecil tak pernah sekalipun mereka ramah atau bahkan mencoba untuk berbicara dengan Rona. Awalnya dia bingung, tapi lama-lama toh biasa juga. Ibunya pernah bilang, mereka hanya iri pada keberuntungan keluarga Rejata yang memang unggul dibandingkan keluarga lainnya. Dalam segala hal. Hal itu pula yang akhirnya membuat anak itu jadi sangat percaya diri, bahkan diacuhkan oleh sanak saudara nya pun dia tak peduli.

"Rona, mereka ada disana..."

Seorang anak perempuan seusianya terlihat mendekati Rona, matanya sembab karena menangis. Tangannya menunjuk ke arah ruangan tertutup. Anak itu adalah sepupunya, satu sekolah dengan Rona namun tak terlalu saling kenal. Si tuan Putri hanya mengangguk, sama sekali tidak tersenyum. Lagipula, dia lupa siapa nama anak itu.

Dari balik pintu kaca menuju ruang Ibu dan Bapaknya terbaring, tangis sang anak pecah. Kedua orangtuanya benar-benar kritis, alat bantu menempel disana-sini. Tak ada sesiapa disana kecuali dokter dan suster yang sibuk hilir mudik menangani. Tangisnya mengeras tatkala melihat dua orang dokter saling berpandangan, sambil menggelengkan kepala. Ada sesuatu yang tak beres disini, lebih dari sekadar waspada.

Benar, tak lama sejak tangisnya pecah, seluruh keluarga berhambur masuk ke dalam ruangan. Mengacuhkan Rona yang tak kuat melihat kondisi Ibu dan Bapaknya. Mereka dinyatakan meninggal dunia, secara bersamaan. Bagai punya rencana untuk pergi bersama-sama.

Anak itu terduduk, menangis sejadinya. Dan tak ada yang peduli padanya...

"Rona Rejata, sudah saatnya kau membuka mata. Tuhan mulai muak dengan sikap angkuhmu."

                                        ***

Di bawah sana, orang-orang sibuk mempersiapkan segala prosesi pemakaman. Sementara itu, Rona hanya meringkuk tak berdaya di atas tempat tidurnya. Beberapa orang yang peduli pada anak itu coba mengetuk pintu kamarnya. Namun anak itu bungkam, sama sekali tak menggubris panggilan orang-orang yang memintanya keluar dan bergabung bersama mereka. Anak itu sangat terpukul, baru kali ini dia merasakan sakitnya  kehilangan seseorang yang sangat berharga di hidupnya.

Baru satu teguran, Rona.

Jenazah Tuan dan Nyonya Rejata diterbangkan ke kota Karawang memakai Helikopter. Sebuah lahan pemakaman sudah jauh-jauh hari dipesan oleh keluarga Rejata. Tentu saja, bukan sembarang komplek pemakaman. Konon ratusan juta telah mereka kucurkan untuk membeli lahan pemakaman di komplek pemakaman elit itu. Ada helipad disana, yang menang disiapkan untuk perhentian jenazah yang dibawa menggunakan Helikopter. Rona ikut dalam Helikopter itu, bersama jenazah kedua orangtuanya.

Segalanya terlihat abu, dia tak tahu harus melangkah kemana setelah ini. Hatinya sangat kacau, cenderung bingung. Tak lagi terlintas mimpi-mimpi yang telah dia susun, semua hancur berantakan karena kematian ini.

Pemakaman berjalan dengan sangat syahdu, kepergian Tuan dan Nyonya Rejata dihantar oleh ratusan orang. Kebanyakan diantara mereka merupakan rekan bisnis, dan karyawan perusahaan Rejata. Semua coba menghibur Rona yang menjadi sangat pendiam, tapi tak satupun yang berhasil membuat anak itu tenang. Sementara itu, sanak saudara kedua orangtuanya tetap tak acuh, hanya si sepupu yang kerap mendatanginya... memastikan kalau Rona baik-baik saja. Ada dua sosok yang hadir juga di pemakaman itu, yaitu Marni dan Ibunya. Sama seperti Rona, mereka terlihat terpukul. Keduanya terlihat berpelukan sambil terus menangis. Sesekali mata Marni tertangkap sedang memperhatikan si tuan putri.

Namun Rona seolah tak peduli, dia tenggelam dalam kesedihan. Mata kosongnya terus melihat ke arah kuburan dengan  nisan bertuliskan nama kedua orangtua Rona.

Apa yang harus aku lakukan sekarang?
Harus kemana aku melangkah?
Pada siapa kini aku bergantung?
Kenapa aku tak diajak pergi juga, Bu, Pak?
Kenapa?

Yayımlanan bölümlerin sonuna geldiniz.

⏰ Son güncelleme: Nov 30, 2016 ⏰

Yeni bölümlerden haberdar olmak için bu hikayeyi Kütüphanenize ekleyin!

ASMARANDANAHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin