Chap 1: Penyihir & Kontrak

130 18 31
                                    


14 Feb.

Suasana terasa tenang dan sunyi. Hanya ada suara jam dinding yang berdetak dan lembaran buku yang terbuka, menemaniku di malam ini.

Bosan, tapi juga nyaman. Di ruangan yang dindingnya berwarna putih ini aku sendirian. Membaca sebuah buku untuk menghilangkan rasa bosan.

Di mana aku? Saat ini aku berada di sebuah rumah sakit umum. Aku terbaring di ranjang rumah sakit dan kebetulan pasien di ruangan ini hanya ada satu orang saja. Hanya karena kecelakaan kecil, tapi entah kenapa teman sekelasku sedikit berlebihan, bahkan seharusnya aku tidak berada di sini.

"Hmm..." aku membalikan lembaran bukunya menggunakan jariku.

Jarum jam tepat menunjukan jam 11 malam. Rasanya sepi, tapi tidak menakutkan. Dalam kesunyian yang nyaman ini, suara yang aneh bisa terdengar dengan jelas. Termasuk suara seseorang yang sedang mengetuk kaca jendela yang tertutup. Daripada jendela, mungkin jauh lebih tepat jika disebut pintu karena ukurannya sama persis.

Seorang Gadis bediri di sana memberi sebuah kode dengan gerakan tangannya. Sepertinya dia ingin masuk ke dalam.

Aku penasaran, kenapa bisa ada seorang gadis berdiri di balkon rumah sakit. Eh, tunggu... Ini lantai 3, 'kan? Sambil memiringkan kepala, aku berpikir. Ya, itu pasti hanya khayalan yang kuciptakan saja. Tidak salah lagi.

Akan tetapi, suara ketukannya yang terdengar lebih keras mengatakan padaku, bahwa itu bukanlah khayalan. Aku bisa melihat wajahnya yang nampak bersikeras ingin masuk ke dalam.
Padahal aku berharap keras kalau itu adalah ilusi, kalau begini aku tetap harus membukakan pintunya.

Akhirnya aku membiarkannya masuk.

Melihat seorang gadis di luar ruangan seperti itu tentu saja aku merasa kasihan padanya apalagi saat malam begini.

Penampilannya rapih, wajahnya cantik dengan rambutnya yang pendek sebahu berwarna coklat. Matanya hitam coklat mengkilap. Tubuhnya mungkin sedikit lebih pendek dariku.

Kalau dilihat dari pakainnya, tidak terlalu mencolok juga kelihatan seperti gadis biasa, tapi dengan berdiri di balkon pada tengah malam seperti ini, aku mengubah kesan pertamaku. Sungguh aneh.

Dia menggunakan pakaian putih berlogo smile dengan jaket biru laut yang terbuka sebagian. Rok pendek selututnya berwarna hitam dengan corak bunga-bunga di bagian ujungnya. Di rambutnya terdapat hairpin kecil dengan bentuk bintang berwarna biru. Di telapak tangan kanannya terbalut sebuah perban berwarna putih.

Pertanyaan lainnya muncul dari dalam pikiranku.

Bagaimana seorang gadis bisa berada di balkon rumah sakit jam 11 malam, dan juga ini lantai 3?

Balkon masing-masing ruangan itu terpisah, termasuk ruangan ini dengan ruangan sebelah. Aku yakin dia tidak memanjat dari bawah, kalau begitu mungkin dari atas.

Yup, aku yakin. Dia pasti loncat dari balkon atas ke bawah sini. Mungkin juga dia melakukan hal yang sama seperti di film-film. Kabur menggunakan tali. Yah, apa pun itu... bukanlah urusanku.

"Kau ini... siapa?" tanyaku dengan tatapan aneh. "Sedang apa kau di balkon ruangan ini? Ini lantai 3. Kau tidak memanjat dari bawah, 'kan?"

Sejujurnya saja, aku tidak ingin berurusan dengan gadis aneh. Masalah sebenarnya adalah, dia berdiri di balkon ruanganku. Aku berharap pertanyaanku akan dijawab olehnya.

"Maaf. Tentu saja aku tidak memanjat dari bawah, aku datang dari atas." Ekspresinya datar mengatakan kalau dia terlihat sudah pernah melakukannya beberapa kali, mungkin.

My Final TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang