Chap 5 : Lari dan Sembunyi adalah Hal yang Berbeda

44 6 7
                                    

Di dalam pot tanaman. Bayangkan betapa merepotkanya jika setiap kali aku ingin masuk ke rumah, aku harus menggali tanah terlebih dahulu.

Di pinggir pintu ada dua pot tanaman. Salah satu di dalamnya ada kunci rumah.

Setiap kali terjadi sesuatu, pasti dia menaruhnya di dalam sini. Orang itu selalu berkata 'siapa yang akan menyangka kalau kunci rumah akan dikubur di dalam pot tanaman, 'kan?'. Kata-katanya terdengar seperti paradox di telingaku. Jika dia bisa punya ide untuk menaruhnya di sana, bukankah orang lain juga sama?

Akan tetapi, karena dia sudah membantuku, aku jadi tidak punya hak untuk komplain sama sekali. Meski terkadang, beberapa kali aku merasa kesal karena tingkahnya.

Aku menggali di sekitar pinggiran pot tanaman, karenanya tanganku jadi kotor. Bagian terburuknya adalah tanah yang masuk ke dalam sela-sela kuku.

Setelah aku menemukan kuncinya, aku memasukkan kunci ke lubang pintu dan membukanya. Rasanya sedikit berat. Mungkin karena rasa letih yang kutahan dari siang ini. Terlebih lagi, sekarang hampir jam 12 malam. Tidak... terakhir kali aku mengeceknya beberapa menit yang lalu di supermarket. Jadi seharusnya, hari sudah berganti.

Sialnya aku tidak membawa ponselku saat ke rumah sakit. Kejadiannya sungguh tiba-tiba saat itu. Ponselku tertinggal di tas dan tasku ada di sekolah. Jika tidak ada seorang pun yang membawanya ke rumah sakit, seharusnya tasku ada di rumah.

Aku harap begitu.

"Masuklah Erlyn!" ucapku sambil masuk ke dalam rumah.

Erlyn mengikutiku dari belakang. "Sion, kau tinggal sendirian?"

Hanya beberapa orang saja yang mengatakan itu ketika mereka datang ke rumahku.

Aku pulang selarut ini tanpa rasa khawatir sedikit pun. Di rumah sakit pun tidak ada yang menjengukku sama sekali. Jadi wajar saja jika Erlyn punya pikiran seperti itu, karena tebakannya memang tepat.

"Ya," jawabku singkat.

Aku hanya menginap 1 hari di rumah sakit dan lantainya sudah berdebu. Atau mungkin, aku saja yang terlalu terobsesi dengan yang namanya debu. Walaupun aku tinggal sendirian, sebenarnya aku ini orang yang rajin jika dihadapakan dengan masalah kebersihan.

Aku segera ke ruang makan untuk mengecek hal lainnya. Tidak ada yang aneh. Mengetahui semuanya aman, aku merasa sedikit lega.

"Erlyn duduklah di sini sebentar!" Tanpa memberikan penjelasan lengkap, aku meninggalkannya, menyuruhnya duduk di kursi meja makan.

Lantai 2.

Aku segera mengecek kamarku.

Melihat sekelilingnya, tidak ada hal yang mencurigakan sama sekali. Entah kenapa, aku selalu merasa takut kepadanya. Bisa saja dia memasang kamera tersembunyi di kamarku. Memikirkan tentang itu selalu membuatku merinding ketakutan.

Akan tetapi, semuanya terlihat aman, meski aku ragu. Aku mencoba menengkan diriku untuk berpikir positif. Lalu berikutnya, hal yang paling penting...

"Tasku!" gumamku teringat.

Di atas meja, di bawah kasur, di dalam lemari, di atas lemari, di kamar sebelah. Tidak ada. Tidak ada. Tidak ada. Di mana pun aku mencarinya, tidak ada. Namun, tidak ada bukan berarti benar-benar tidak ada. Seperti biasa, dia pasti menyembunyikannya.

"Siaaal...!"

Kalau sudah begini, biasanya aku akan menelponnya. Namun, karena ponselku ada di tas, aku tidak bisa melakukannya. Jika tidak ada di lantai atas, berarti ada di bawah.

Aku menuruni tangga.

"Sion..." Suara seseorang menarik perhatianku. Rasanya aku benar-benar melupakan kalau dia ada di sini. "Wajahmu terlihat sedang kerepotan," ucapnya sambil menatapku.

My Final TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang