Hari senin dengan cahaya matahari yang terik. Apabila disatukan akan menjadi pasangan yang pas di pagi hari ini.
Ini adalah hari pertama Saras mengikuti MOS. Seperti siswa/i baru kebanyakan, Saras hari ini menggunakan atribut yang apabila dilihat oleh orang percis seperti orang gila. Mulai dari rambutnya yang dikuncir dua, biasa memang tapi letaknya yang tidak biasa. Letak kuncir yang disebelah kiri harus ada tepat di atas kepala dengan jarak 7cm dari pelipis dan yang disebelah kanan 7cm dari telinga. Sesuai intruksi dari Osis gaya rambut tersebut harus Ia gunakan selama 3 hari kedepan.
Entah maksudnya apa Osis menyuruh para Siswi baru melakukan hal tersebut, menurut mereka sih "Kita disini ga sembarang ngasih tugas ya ke kalian semua, ini dimaksudkan agar kalian lebih teliti dikhususkan kepada yang perempuan dalam mengikat rambut" jelas si Osis disela-sela pidato yang (gak) penting itu.
Gimana mau dibilang penting? Kalo yang dilihat para murid baru disini adalah sikap angkuh yang ditunjukkan para senior, membuat para si 'Ambisius' malah semakin gencar dalam kalau-nanti-ada-seleksi-osis-gua-harus-ikut-biar-keren. Membuat Saras bergidik ngeri jika membayangkan ada orang yang seperti itu. Terserah dia sih nantinya mau ikut organisasi mana. Namun, masalahnya adalah tujuan dia dalam mengikuti organisasi tersebut, kalo dari awal saja tujuannya udah melenceng begitu bagaimana nantinya?
Oke, sebutlah Saras pesimis sekarang. Tapi, siapa yang tahu?
Kembali ke diri Saras sekarang. Kini ia sudah disibukkan dengan pengumpulan tanda tangan setelah sebelumnya para Osis memperkenalkan diri mereka plus jabatan mereka masing-masing untuk di ingat-ingat para siswa baru.
" Sar, udah dapet berapa tanda tangan?" suara sekaligus tepukan dipundaknya membuat Saras menoleh, seulas senyum Ia tunjukkan ke Gita yang menyandang posisi sahabat dekatnya.
" Baru dapet 8 dari 12 nih gue." Wajah capeknya seketika datang ketika ia menyadari harus ada 4 tanda tangan lagi yang harus ia cari.
" Wihhh sabar ya! Gue sih udah selesai. Coba sini gua liat sisa siapa lagi?" Tanya Gita yang langsung mengambil buku tulis Saras.
" waduh, ini beneran nih sisa mereka berempat? Ini sih susah banget, Sar." Respon Gita melihat buku tulis Saras.
"lah kalo susah, kenapa lo bisa dapet tuh tanda tangan?" lirik Saras kearah buku milik Gita.
" Ini gua dapet kebetulan aja. Kebetulan tadi mereka lagi ngumpul gitu di kantin dan ada salah satu anak minta tanda tangan ke mereka, yaudah biasalah disuruh macem-macem dulu gitu" jawab Gita.
"... terus?" respon Saras sambil mengerutkan dahinya.
"ya gitu, dia disuruh ngumpulin min.30 buku tulis yang mau ditanda tanganin. Dan kebetulannya lagi, gua ada di deket situ, jadi pas buku gua ditarik sama anak baru itu sih gua selow aja. Soalnya pas buku gua udah sampe ditangan gua lagi, udah selesai tugas gua. Lagian lo kemana aja sih? Bukannya ikut gua aja tadi." Jelas Gita panjang lebar.
"Oh gitu. Yaudah, sekarang bantuin gua buat dapetin nih sisa tanda tangan. Oke? Oke."
Saras tidak pernah menerima penolakan. Jadi mau tidak mau Gita membantu temannya, ah lebih tepatnya sahabatnya sejak dibangku SMP.
----
Tepat setelah mereka sampai di kantin, Gita menemukan empat kakak kelas itu berada. Sedang asyik bercanda satu sama lain.
"Noh mereka, samperin gih." Titah Gita.
Dengan muka yang percaya diri Saras melangkah ke arah pojok kantin dimana empat orang tersebut duduk. Sebenarnya sih muka percaya dirinya ini hanya alibi saja, yah, siapa sih ya gak gugup waktu berhadapan sama kakak kelas untuk pertama kali. Yakan?
KAMU SEDANG MEMBACA
SORRY
Teen FictionBukan. Bukan karena Saras jelek makanya Fadil menghindar. Kalau tau begitu, mungkin sudah dari dulu ia tidak dekat-dekat dengan Saras. . . . Namun, ketika ia merasakan jantungnya yang mulai aneh bekerja saat Saras didekatnya, ia putuskan un...