Setelah hari-hari berlalu, kini Saras sedang mengikuti rangkaian acara Mos di hari terakhir. Tentunya di hari ini para senior tidak segalak kemarin dan hari pertama, justru hari ini semua para senior meminta maaf atas perbuatan mereka.
Namun, ingatan Saras kembali ke hari kemarin, dimana ia kembali bertemu dengan seseorang.
Hari sudah sangat terik sekali, mengingat ini sudah jam 12 siang dimana matahari serasa berada tepat diatas kepala membuat Saras tidak tahan untuk membeli minum ke kantin karena berhubung ini juga waktu istirahat. Ia tidak mau menyia-nyiakan waktu istirahat ini, karena kegiatan MOS masih berlangsung sekitar 3 jam lagi.
Ketika sedang asyik berjalan dikantin bersama Gita. Saras menepuk dahinya pelan. Membuat sahabat disampingnya bingung.
"Napa lo? Pusing?"
"Bukan, njirr. Gua lupa bilang makasih sama 'Dil-Dil' itu yang gua ceritain kemaren. Haduh, gua galiat mukanya lagi kemaren, soalnya gua nunduk mulu pas minta tanda tangan" jelas Saras kepada temannya itu.
"Lah gimana sih lo! Siapa sih namanya? 'Dil-Dil'? ih lucu ngasih nama anak orang kayak gitu hahaha." Entah apa yang membuat Gita tertawa karena nama panggilannya itu, Saras malah mempercepat langkahnya ke warung Ali yang menjual aneka minuman di kantin sambil menarik tangan Gita.
"Ali!! Es Mang—"
"Li, Es teh campur es rasa cappuccino nya satu yaa." Teriak seseorang disamping Saras yang berani-beraninya memotong omongan Saras ketika sedang memesan.
Karena kesal, Saras menengok ke arah laki-laki tersebut berniat untuk mengomelinya agar mengantri. Tapi, seketika saja tatapan kesal itu berubah menjadi tatapan sendu. Ia tidak menyangka akan bertemu dengannya disini.
Suasana serasa hening ketika dia menatap Saras balik. Saras rindu dengan tatapan mata itu, tatapan yang meneduhkan ketika Saras sedang jatuh.
"Fadil?"
Sambil tersenyum yang terlihat sedikit dipaksakan Fadil menjawab. "Saras. Eh, sorry pesenan gua udah jadi . duluan ya."
Bentar. Itu bukan Fadilnya yang selama ini ia kenal. Fadil yang sekarang, terlihat lebih dingin ke Saras.
---
Kenapa. Satu kata itulah yang sedari tadi menghantui pikiran Saras. Hingga sebuah tepukan keras di pundaknya membuat ia berjengkit kaget dan kembali sadar.
"Sar, ngapain bengong aja?tuh buruan ikut baris, waktunya salam-salaman sama para Osis." Tunjuk Gita ke barisan yang tanpa disadari Saras sudah mengular panjang.
Setelah selesai acara salam-salaman tersebut, siswa maupun siswi baru bebas melakukan apa saja asal masih dilingkungan sekolah. Kalau Saras sekarang dia sedang menyender tembok pembatas di lantai dua dengan mata yang memerhatikan sekitar. Hingga suatu ketika matanya menangkap sosok yang ingin sekali ia wawancari sejak pertemuannya dikantin tadi.
"Dil. Fadil" teriak Saras dari atas.
"Dil. Diatas sini. Gua diatas." Sadar akan Fadil mencari sumber suara, Saras berteriak lagi untuk memberi tahu bahwa Saras ada di atas sini.
Ketika menemukan siapa yang memanggilnya, Fadil sempat terpaku sejenak. Diatas sana ada Saras dengan cengiran andalannya sambil melambaikan tangan. Ingin sekali Fadil membalasnya dengan ekspresi yang tak kalah senang ditambah lambaian tangan. Namun, ketika menyadari bahwa hal itu tidak boleh, ia melengos begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
SORRY
Teen FictionBukan. Bukan karena Saras jelek makanya Fadil menghindar. Kalau tau begitu, mungkin sudah dari dulu ia tidak dekat-dekat dengan Saras. . . . Namun, ketika ia merasakan jantungnya yang mulai aneh bekerja saat Saras didekatnya, ia putuskan un...