Fifth

38 8 1
                                    

"Jadi semuanya udah tau kan tugasnya apa?" Tanya Daffa sebagai ketua Seksi Kesenian, dijawab oleh anggukan semua anggotanya. "Del, nanti selesai rapat kita cari bahan-bahannya ya." Natasha yang sedari tadi tidak memperhatikan, langsung terkejut. "Hah kenapa?" Tanya nya dengan bingung, "Selesai rapat lo ikut gue buat cari bahan-bahannya," Jelas Daffa dengan sabar, "Hm, yaudah." Jawab Natasha dengan tidak bersemangat.

Pikiran Natasha kembali pergi ke hari itu, semua terasa sesak. Saat semua berputar kembali di otaknya, semua kenangan itu. Natasha berusaha untuk menyingkirkan semua kenangan itu, tetapi kenangan itu tidak bisa dilupakan sekeras apapun berusaha. Dan, kenangan sendiri pun punya cara tersendiri untuk menghantui

--

"Lo lagi kenapasih?" Tanya Daffa yang mulai lelah untuk menjelaskan tiap kali Natasha tidak memperhatikan rapat, "Engga, cuma lagi banyak pikiran aja." Sanggahnya, "Termasuk hal yang bikin lo nangis waktu itu?" Tanya Daffa dengan semangat keingintahuannya "Daf, gak usah bahas ini. katanya tadi mau pergi? yuk buruan, nanti keburu malem." Natasha segera mengalihkan pembicaraan, namun Daffa juga tidak ingin memaksanya untuk menjawab pertanyaanya barusan. 

"Daf, ini acaranya kapan?" Tanya Natasha memulai pembicaraan di dalam mobil, "Tanggal 23 Mei." Jawabnya "Trus kita ngapain?" Daffa menggeleng, bagaimana bisa daritadi ikut rapat tapi ia masih menanyakan apa acara tersebut batin Daffa.Natasha yang melihatnya hanya bisa memberikan senyumannya yang manis, menurut Daffa. "Jadi, kita nyiapin panggung buat siapa aja yang tampil, tapi semua harus berhubungan dengan seni." Jelas Daffa, "Ooh, kayak kita fasilitasin mereka gitu ya? Trus kita beli bahan-bahan buat apa, Daf?" 

"Iya bisa dibilang kayak gitu, kita beli bahan-bahan buat dekor, del" Jelas Daffa yang masih heran dengan perempuan yang baru ia kenal 2 hari yang lalu, entah mengapa panggilan yang diberikan Daffa terasa tidak aneh di telinga Natasha, seperti ia menyukai dipanggil dengan awalan namanya oleh Daffa. 

"Daf, kok gue baru kenal sama lo 2 hari yang lalu sih?" Tanya Natasha heran, "Ah, lo masa gakenal seorang Daffa Pratama sih," Guraunya "Kalo lo gak nangis waktu itu, mungkin kita gabakal kenal, del" Daffa memberikan senyumnya. "Yeh, siapa tau aja Tuhan punya cara lain buat lo kenal sama gue,"

"Cara yang lebih indah ya, del?" Ucap Daffa dengan jahil, "Bisa jadi," Jawab Natasha tak kalah jahilnya dengan senyum yang menyungging diwajahnya. 

--

"Daffa, yang ini lucu kan?" Tanya Natasha saat memilih bahan-bahan dekornya, mereka pergi ke toko yang berada di Mall kawasan senayan. "Gak ah, lucuan kamu." Daffa mengerlingkan sebelah matanya, "Daffa!" Natasha yang tak ingin di goda pun mencubit pinggang Daffa. "Udah deh buruan, nanti kemaleman pulangnya" Daffa menyerah tak ingin menggoda gadis ini lagi. Mereka segera membayar ke kasir, dan eklusr dari toko tersebut

"Del, mau makan dulu gak?" tanya Daffa, "heheh, tau aja gue laper." Jawab Natasha dengan senyum giginya itu, menampilkan sederet gigi putih seperti iklan pasta gigi.

Mereka segera duduk di tengah restaurant, dan memesan makanan.

"Daf"

"Daffa"

"Daff"

"Daffa Pratamaa" panggil Natasha untuk kesekian kalinya, Daffa masih sibuk dengan handphonenya tak sadar kalau dari tadi Natasha sudah memanggil namanya berkali-kali. Sampai akhirnya Natasha menyerah dan memutuskan untuk diam, sekeras apapun ia berusaha memanggil Daffa, Daffa tetap terpaku pada layar handphonenya

"Del, kok diem?" Tanya Daffa sambil memasukkan ponselnya kedalam saku. Natasha menggeleng lemas, tak ingin bicara karena moodnya sudah hancur gara-gara Daffa. Natasha mengalihkan pandangannya dari Daffa, tak ingin melihat wajah cowok itu yang sudah mengabaikannya. Tiba-tiba mata coklatnya menangkap pasangan yang sangat familiar. Ingin rasanya ia pergi dari sini saja, tak ingin menyaksikannya. Tubuh Natasha melemas, hatinya mencelos dan air mata mengalir begitu saja di pipinya

Lagi, rasa sakit itu kembali menghampirinnya. Pil pahit itu harus ditelan oleh Natasha.

Memang nyatanya, merelakan itu menyakitkan. Lebih sakit daripada melepaskan

----

(A/N)

Maaf ya baru sempet update sekarang hehe, ditunggu vomments kalian ya!

PLEASE STAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang