"Double shot of vodk-- i mean espresso please. Takeaway, remember. Jangan ditaruh digelas lagi seperti kemarin!" Rain segera tersenyum kikuk saat pelayan kedai kopi dekat kantornya menertawakannya. Vodka in the morning? Really?
Ia teringat 2 minggu lalu ia memesan kopi disini dan ia bahkan tak menyadari jika ia disodori kopi dengan gelas kaca. Ia langsung saja berlari, tanpa ia sadari semua isi kopi tersebut menumpahi seluruh kemejanya saat ia berlari.
Pelayan tersebut tertawa dalam hati saat mendengarnya. Dasar wanita ceroboh.
"Ini dia, double espresso untukmu. Hm, anggap saja soy latte ini bonus dariku. Itu bagus untuk meredakan hangover-mu kurasa?" Rain yang memegang 2 gelas kopi tersebut agak kewalahan, ia tampak terburu-buru karena sedari tadi mengecek jamnya.
"Terimakasih, Ian! How could you know that?" Rain langsung tersenyum manis seraya pergi dari kedai kopi tersebut.
'Ugh! Pintu sialan, kenapa tidak mau terbuka?!' Rain tampak kesulitan membuka pintu emergency kantornya.
Ini satu-satunya jalan pintas keruangannya, ia tahu betapa ramainya lift lobby utama. Jadi daripada dipecat, ia lebih memilih berkeringat di pagi ini. Semua ini karena Revan! batin Rain. Ia memaksa Rain menemaninya mabuk selamam, hingga akhirnya ia baru bangun jam 7.45 pagi tadi dimana akan ada rapat besar pukul 8.15!
Untung saja jarak kantornya dengan apartemennya tidak terlalu jauh.
"Mari saya bantu, Nona." Ujar seseorang berjas hitam dengan suara berat dan sexy.
Tahan Rain, tahan.
"Terimakasih." Rain yang tidak sempat melihat wajah pria tersebutpun langsung lari sangat kencang, tercetak jelas keringat yang membasahi dadanya sehingga tampak jelas warna bra-nya hari ini.
Bayangkan saja, Rain harus menaiki 8 lantai tangga dengan kecepatan penuh. Ditambah lagi percikan kopi panas yang terciprat ke kemeja putihnya.
Rain pun pada akhirnya sampai dan langsung membenarkan posisi kacamata bulatnya yang besar dan mengikat rambutnya dengan cepat.
Well, at least i'm a little bit on time right?
8.13
Ia langsung berjalan dengan normal sambil berusaha bernafas dengan normal lagi. Detak jantungnya berdetak tidak karuan. Ia langsung menyesap semua kopi yang ia beli tadi.
Saat ia hendak membuangnya, ia berhenti sejenak dan seraya sambil tersenyum.
have a good day, lave si ceroboh.
Lave?
Maksud dia Lavender.
Hanya Ian yang memanggilnya Lavender. Katanya panggilan Lavender lebih cocok untuk Rain."Rain Lavender!!" Bentak seseorang dibelakangnya yang langsung mengagetkan Rain. Spontan ia langsung menjatuhkan gelas tersebut ke tong sampah dan ia tampak tidak rela.
"Y--ya--ya. Ms. Smith?"
"Astaga ya Tuhan, apakah kau kupekerjakan disini untuk melamun dan berpenampilan berantakan?! Dan, oh Tuhan, apakah kau berniat untuk menjadi seorang penggoda di kantor ini dengan bra merah serta kemeja basahmu?!" Ms. Smith tampak sangat emosi dan mengusap kasar keningnya dengan telapak tangannya.
Bukan pertama kalinya Rain dimarahi oleh Ms. Smith, bahkan sepertinya sudah seperti makanan setiap hari. Selalu ada bahan yang akan dikomentari olehnya.
Dan untung saja lantai 8 masih sangat sepi, hanya ada 3 cleaning service yang hanya diam dan menatap bosnya dengan santai.
Dengan akting polos, Rain merapikan kemejanya dan berusaha menghindari tatapan Ms. Smith. "Maafkan saya, saya akan segera mengganti kemeja saya sekarang juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck In His Eyes
RomansaSungguh, Ia hanyalah sekedar pemuas nafsuku. Mungkin semua terasa sangat mudah di awal perjanjian konyol ini dibuat. Tetapi, mau sekeras apapun aku melupakan kejadian malam itu, semua masih terasa sangat jelas. Tatapan tajamnya yang mengunciku Bibir...