Bagian tiga

45 3 1
                                    


Nala merenggangkan rok spannya sedikit agar tidak menekan lukanya sembari berjalan tertatih di koridor. Sialnya banyak mata menatapnya dengan berbagai macam tatapan. Tentu saja tatapan aneh dan ingin tahu mendominasi mereka semua.

Dug

"Aakhh.", Nala mengerang sebal saat seseorang menubruknya dari belakang. Hampir membuatnya terjerembab kedepan. Sialan.

Ia menengok. Mendapati si brengsek sialan yang selalu saja membuatnya kesal dan ingin mencabik wajahnya. Tapi, ia terlalu takut untuk melakukan itu. Alasannya? Tatapan pria psikopat itu yang mengerikan.

Pria itu menatap Nala datar tanpa mengucapkan sepatah katapun. Melihat Nala yang tidak mencak-mencak, membuat ia melenggang pergi.

"Sialan lo, Anjas brengsek!!!!", pekik Nala saat Anjas sudah berjalan menjauh darinya. Ya, ia hanya berani jika si psikopat bernama Anjas Alvaro itu sudah pergi jauh. Nala menghembuskan napasnya, mengatur emosinya.

Ia masih berdiri di tengah koridor. Kelas para adik kelasnya, kelas 10. Ia kemudian mendengus kesal hingga sebuah tepukan mengagetkannya.

"Halo Nala my bitch!!", sapa gadis itu riang tanpa rasa bersalah.

"Sialan lo dubur kalajengking!!", dengus Nala sembari berjalan meninggalkan Ghea yang hanya terkikik melihat sahabatnya yang emosian itu.

"Eh, Nal? Minggu depan lo liat Pensi, kan?", tanya Ghea sembari menyamai jalannya disamping Nala. Nala hanya menggendikkan bahunya acuh.

"Mobil gue belom beres. So, I'm sorry I can't go to Pensi with you hun.", ucap Nala. Tapi, kemudian ia teringat. Sore ini ia harus mengambil mobilnya. Bengkel langganannya itu sudah menelfonnya kemarin.

Ugh. Terpaksa gue ikut pensi nih

"Ntar anterin gue ke bengkel. Gue mau ngambil mobil gue.", ucap Nala menyesal. Ghea hanya memekik kemudian menepuk kedua pipi Nala kencang.

"Anjing lo bangsat!!!", teriak Nala memenuhi koridor. Ghea hanya cekikikan sembari berlari meninggalkan Nala.

"Mulut lo, Nal.", ucap seseorang sembari berdecak. Dari suaranya dan parfumnya saja ia sudah tahu siapa pria ini. Tanpa menengok pun ia tahu, "cewek tuh jangan ngomong kotor.", nasihat Farrel.

Kenapa sih Rell? Dateng di saat nggak tepat banget.

...

Nala menunggu mobilnya jadi sembari mengambil softdrink dari kulkas kaca di bengkel itu. Menunggu Aldrin memeriksa mobilnya. Tadi, setelah ia diantar Ghea kemari, Ghea langsung Nala usir pulang. Karena, nanti pasti ia akan berbuat onar dengan menggoda Aldrin. Membayangkannya saja membuat Nala tersenyum geli.

"Gila, lo.", Nala langsung mengkerutkan dahinya dan menengok ke arah kirinya.

Anjing! Demi dewa! Ini lebih ngeri dari kuntilanak, woy!!

"Ngapain lo kesini?", tanya Nala mencoba memberanikan dirinya. Anjas, pria itu hanya melengos tanpa mau menjawab pertanyaan Nala. Ia masuk ke dalam ruangan kecil di bengkel itu, "ye dasar marmut kudisan. Diajak ngomong juga huh!", kesal Nala.

Kemudian, Aldrin menghampirinya dengan peluh yang ada di dahinya. Nala hanya tertawa melihat sahabatnya itu. Dasar sinting. Seharusnya ia tidak usah bekerja di bengkel. Orang tuanya mampu juga. Ck ck ck.

"Mobil lo dah beres tuh.", ucapnya sembari menunjuk mobil Nala dengan dagunya. Nala hanya mengacungkan 2 jempolnya sembari tersenyum.

Ia kemudian menyuruh Aldrin untuk duduk di sampingnya. Mengobrol begitu. Kebetulan bengkelnya juga sedang tidak ramai. Hingga matanya memicing memperhatikan sesuatu yang membuatnya mendadak menggeram kesal.

"Ngapa lo, Nal?", tanya Aldrin. Nala mendengus.

"Itu motor siapa?", tanya Nala sembari menunjuk motor ninja putih yang terparkir. Nala ingat motor itu.

"Oh? Ninja itu?", pertanyaan Aldrin hanya diangguki Nala, "oh itu motor Anjas.", jawab Aldrin acuh. Mata Nala membulat.

"Kok lo kenal Anjas?", tanya Nala bingung. Aldrin tertawa kemudian.

"Dia temen gue woy. Dia sama kakaknya yang punya nih bengkel", jelas Aldrin, "kenapa emangnya? Lo suka Anjas?", tanya Aldrin.

"Amit-amit! Anjir plis deh Drin!!", kesal Nala yang membuat Aldrin tersenyum, "gue balik dulu. Dadah.", Nala mencubit pipi Aldrin kemudian menaiki mobilnya untuk melenggang pergi.

Setelah kepergian Nala, Anjas segera keluar dari kantornya. Menghampiri Aldrin yang sedang mencuci tangannya.

"Lo kenal tuh nenek lampir?", tanya Anjas sarkastik. Aldrin yang mengerti maksud Anjas hanya mengangguk, "sejak kapan?", tanya Anjas lagi.

"Dari orok. Dari pas kita masih sama-sama dibikin. Eh enggak deng, dari dia lagi dibikin dan gue yang udah lahir kita udah saling kenal.", ucap Aldrin sekenanya. Anjas hanya memutar bola matanya, "kenapa tanya-tanya? Lo suka sama Nala, he?", goda Aldrin.

"Ihhh.", Anjas berucap sembari berekspresi jijik pada Aldrin. Bukan jijik sebenarnya. Anjas hanya ngeri dengan gadis itu yang pernah mengamuk Firda yang notabene kakak kelasnya. Hanya karena Firda menantangnya. Hebat? Tentu saja.... Tidak.

"Suka juga nggak papa kali. Ntar gue jodohin.", goda Aldrin lagi. Anjas hanya mencebik, "eh. Tapi Nala belom bisa move on dari mantan pacarnya sih.", ucap Aldrin. Anjas terlihat penasaran.

"Siapa?", tanya Anjas.

"Dih kepo. Gue aduin Nala lo.", tawa Aldrin pecah kemudian, "Nala tuh gitu. Nyebelin. Tapi dia sebenernya manja banget. Apalagi sama gue. Gue udah anggep dia adek gue sendiri. Jadi, kalo ada yang nyakitin Nala, sama aja nyakitin gue. Dan gue gak bakal segan ngebales orang itu.", ucap Aldrin.

Anjas hanya meringis. Aldrin itu lebih tua 1 tahun dari Anjas dan lebih tua 2 tahun dari Nala. Aldrin adalah pria yang mengerikan. Anjas tahu hal itu. Dia tidak pernah main-main dengan kata-katanya. Dia selalu menempatinya.

Aldrin Narendra Putra. Anak dari seorang pengacara dan anggota DPR. Kaya, bukan? Ya memang. Ia bekerja di bengkel Anjas juga sukarela. Karena ia tidak ingin kuliah untuk sekarang. Lumayan gaji disini. Bisa menambah uang jajannya, kan?

"Gue balik. Lo tutup bengkelnya.", ucap Aldrin pada Anjas. Aldrin mengenal Anjas juga dari kakak Anjas, Rendra.

"Ati-ati bang."

****

Muehehe 😂 makasih yang udah mau baca cerita abal-abal aku. Wekekeke. Jangan lupa voment ya. Jangan jadi siders dong hihi. Thank you😘😘

You are My EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang