Bagian empat

15 0 0
                                    

Anjas menatap papan tulis di depannya dengan malas. Fisika. Pelajaran paling memuakkan. Apalagi, ia adalah anak IPA yang setiap minggunya pasti akan bertemu pelajaran itu. Belum lagi, sekolahnya itu menambah jam kerja Fisika dan Matematika, karena sebentar lagi ada Ujian Nasional.

"Lusuh banget wajah lo.", Anjas berdecak saat seseorang di belakangnya menepuk pipinya keras, "jelek."

Anjas menengok kemudian melotot garang. Namun, tidak membuat wanita itu takut. Malah terkikik pelan. Ia kemudian tersenyum manis menatap Anjas, "mata lo berkantung.", wanita itu menunjuk kantung mata Anjas.

"Gue kurang tidur.", jelas Anjas, "banyak pikiran, Stef."

"Lo harus banyak-banyak tidur, tau! Nanti lo bisa sakit kalo kurang tidur!", nasihat cewek yang dipanggil Stef itu, "gue kan khawatir!"

Anjas tersenyum kemudian menepuk kepala cewek itu dua kali sebelum berbalik. Sudah menjadi rahasia umum kalau Anjas dan Steffi itu dekat. Sudah lama dan mereka tidak memiliki status yang jelas. Mereka hanya bersahabat. Itu sih kata Anjas.

Anjas sendiri belum menunjukkan tanda-tanda akan menembak Steffi. Hubungan mereka seperti friendzone atau apalah hts mungkin. Mesra namun tidak memiliki status yang jelas. Itu sedikit menyakitkan bagi Steffi.

"Gue mau cabut.", izin Raka. Ia kemudian izin ke guru Fisika dengan alibi ke kamar mandi. Anjas berdecak.

Kurang ajar. Nyuri start dia.

...

Dengan langkah malas, Nala memasuki rumahnya. Dan terlihatlah Jenny dan Bobby yang sedang mengobrol di ruang tamu. Nala hanya melirik mereka sekilas kemudian melenggang lewat di depan mereka. Tidak berniat untuk menyapa ataupun singgah sebentar untuk ikut mengobrol di sana. Ia sedikit lelah dan kesal dengan hari ini.

"Heh! Sini lo! Nggak sopan amat.", panggil Bobby. Membuat Nala mencemberutkan wajahnya kesal.

Nala hanya menurut kemudian duduk di tengah-tengah Jenny dan Bobby. Kemudian memeluk Jenny erat. Ia sangat merindukan kakaknya.

Jenny baru saja menyelesaikan pendidikan chefnya setelah 3 tahun ia menekuninya di Australia. Ia dan Bobby adalah anak kembar. Tapi, Bobby adalah tipikal anak yang tidak skripsi-skripsi. Alias mahasiswa abadi sehidup semati di kampusnya.

"Maen nyelonong! Lo kira ini rumah bapak lo?", desis Bobby.

"Emang. Gimana sih lo? Gaje banget.", Nala mendorong bahu Bobby keras. Membuat pria itu menatapnya tajam.

"Apa lo? Berani sama gue? Ini ada kak Jenny! Lo gabakal bisa gangguin gue lagi!", ejek Nala pada Bobby yang kini sedang dipelototi oleh Jenny.

"Hish!! Eh ini jam berapa sih? Jam 5 ya? Wah, Farrel mau dateng nih bentar lagi.", gumaman Bobby membuat Nala membelalakkan matanya. Mungkin tinggal menunggu menit. Farrel bukanlah tipe pria tidak on time. Dan Nala sebal ia begitu di situasi sekarang.

"Kak Jenny!!! Gantiin perban Nala dong!!!", rengek Nala manja. Bobby rasanya ingin menepuk luka yang sebenarnya hanya tidak seberapa itu.

"Idih! Luka kecil doang aja alay lo!", ejek Bobby. Jenny memelototkan matanya ke Bobby. Membuat pria itu akhirnya diam.

"Yee! Sirik aja.", ejek Nala, "lo dapet luka kaya gue mampus lo.", sinis Nala.

"Yuk. Kakak obatin. Di kamar, ya?", tanya Jenny sembari berjalan di samping Nala yang mati-matian menahan sakit karena lututnya sepertinya mengeluarkan nanah terus.

"Farrel itu mantan pacar kamu bukan, sih? Kok kayak nggak asing sama namanya. Dia cowok yang sering kamu ceritaiin itu bukan, sih?", ucap Jenny sembari mengingat-ingat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 14, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

You are My EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang