Part 9

597 78 8
                                    

Hari minggu yang cerah itu Park Ajhussi sengaja mengajak Yonghwa pergi ke danau untuk memancing. Setelah mendengar dari Kwang Hee tentang kejadian di kampus dan di apartemen, Ajhussi merasa harus segera ambil tindakan.
Berangkat dari rumah berdua karena Shinwu ada kegiatan di sekolah. Shinhye seperti biasa tidak betah di rumah jika hari libur. Dia akan sibuk dengan sekian banyak hobinya di luar rumah. Seiring dengan itu, kesedihan hatinya karena sebulan lalu putus cinta agaknya mulai merepih. Satu masalah selesai Ajhussi atasi, timbul lagi masalah serupa yang kadarnya jauh lebih gawat. Karena objek penderitanya orang yang berlainan jenis kelamin. Kemudian kadar traumatis yang ditimbulkan oleh kasus serupa yang mereka alami juga berbeda. Mungkin kaitannya dengan kualitas perasaan mereka terhadap pasangan masing-masing, dan yang tak kalah penting adalah waktu. Yonghwa punya waktu lebih lama berbagi kasih dengan Lee Ji Eun dibanding Shinhye dengan Shi Yoon. Lalu keberadaan Shi Yoon yang terpisah jarak yang sangat jauh, membuat Shi Yoon hanya bisa berinteraksi dengan Shinhye saja. Berbeda dengan Ji Eun yang sangat baik diterima keluarga Yonghwa.

Bisa diramalkan, ketika keduanya berpisah dengan pasangan masing-masing Yonghwa jauh lebih menderita daripada Shinhye. Dalam hal ini kearifan dan kesabaran Ajhussi sangat dituntut. Kepekaan rasa, kecermatan dalam mengambil tindakan serta fluktuasi emosi harus Ajhussi tajamkan. Berurusan dengan orang-orang yang bermasalah karena cinta ternyata lebih sulit ketimbang dengan seorang calon profesor memenuhi tugas akhir untuk mengambil gelar keprofesorannya. Rumit. Bahkan tidak tersedia buku referensi apapun.
"Suka pergi memancing dengan ayahmu?" tanya Ajhussi berusaha mencairkan suasana yang senantiasa hening karena kebisuan anak muda itu.
"Aniyo, Ajhussi." gelengnya.
"Ajhussi lupa ayahmu tidak suka memancing. Dengan Halabeoji?"
"Tidak juga, tapi pernah dulu waktu kecil."
"Dulu Ajhussi yang suka menemani Halabeoji memancing setiap akhir pekan, sebab ayahmu selalu tidak mau." cerita Ajhussi mengenang masa lalu. "Halabeoji mengajarkan banyak hal saat memancing yang manfaatnya Ajhussi rasakan setelah dewasa. Setelah memasuki dunia kerja. Makanya Ajhussi sangat bersyukur pada Tuhan dipertemukan dengan ayahmu dan Halabeoji." kicau Ajhussi. Yonghwa bisu.

Danau itu tepat berada di kaki gunung, tak heran suhunya terasa sejuk hawa pegunungan. Yonghwa memasang dua kursi, perbekalan terutama minuman ia siapkan di atas meja kecil yang juga sengaja dibawanya. Keduanya mulai melontar mata pancing, jauh hingga ke tengah. Dan Ajhussi kembali bersabda.
"Dulu saat Ajhussi baru ditinggalkan mendiang Ajhumma menghadap Sang Kuasa, Ajhussi sering lari kesini. Karena tempat ini jauh dari keramaian dan perhatian orang. Ajhussi bebas mau menangis, mau memaki, mau mengutuki Tuhan. Ajhussi mempertanyakan keadilan Tuhan disini. Ajhussi merasa Tuhan tidak adil dengan mengambil Ajhumma lebih cepat. Bukan penyakitnya saja yang disembuhkan, orangnya jangan diambil. Ajhussi marah, Yonghwa-ya. Ajhussi kesal tetapi tidak berdaya, karena yang Ajhussi hadapi adalah Sang Pemberi hidup. Akhirnya kemarahan dan kekesalan itu hanya terpantul-pantul dan kembali kepada hati Ajhussi sendiri. Ajhussi menjadi malu sendiri." sejenak Ajhussi berhenti, menarik pancingannya untuk ia lontar lagi lebih jauh.
"Kita memang sering dihadapkan pada kenyataan hidup yang tidak sesuai dengan harapan dan mimpi kita. Tapi ketahuilah semua itu adalah design holistik yang telah digariskan Tuhan sesuai dengan kesanggupan kita. Tuhan tidak akan memberikan kita ujian hidup yang kita tidak akan sanggup memikulnya, Yong." lanjutnya membuat Yonghwa makin diam, tenggelam mencerna setiap kata demi kata yang Ajhussi lontarkan.
Ibarat kesejukan embun pagi ditengah siang hari yang panas menggelegak, penuturan Ajhussi membasuh perih di hati Yonghwa. Seperti sesak napas mendapat bantuan pernapasan oleh oksigen. Mungkin bila bukan Ajhussi yang mengatakannya tidak akan sedalam ini masuk ke ruang hatinya, merepihkan luka. Tapi ketika semuanya keluar dari mulut Ajhussi, dengan nada dan intonasinya yang pas, menyelusup ke sanubarinya laksana aliran sungai yang bergerak ke muara pelan namun pasti. Karena Ajhussi pernah mengalami hal yang sama, hingga tak perlu sok tahu akan perasaannya. Dan Ajhussi mengatakannya dari hati, maka hatinya pula yang menerimanya.
"E... kail Ajhussi bergerak, pasti ada yang kena ni…" air muka Ajhussi antusias, jambulan pada kailnya bergerak-gerak menandakan di bawah sana ada yang menarik umpannya.
Tapi Ajhussi tidak segera memulutnya, malah mengulur mengikuti tarikan ikan, menariknya sedikit lalu mengulurnya lagi. Sambil terdengar penjelasan dari yang dilakukannya itu. Persis di dalam kelas.
"Kalau mata kail terasa ada yang nyangkut, jangan serta merta ditarik. Sebab ikan bisa lepas lagi oleh 2 kemungkinan. Pertama karena ikannya belum betul-betul nyangkut di mata kail, kedua tangkai kail bisa putus kalau ikannya besar. Makanya ulur saja dulu, ikuti gerakan ikan sampai dia lelah. Dan baru deh tarik sekaligus. Nah, kan...."
Ajhussi sorak sendiri karena kailnya sukses membawa ikan. Yonghwa juga tersenyum senang melihat ikan sebesar telapak tangan sedang Ajhussi lepaskan dari mata kail. Lalu Ajhussi masukan ke dalam jaring berbentuk kantong yang ia sampirkan di bibir kolam.
"Ada 2 hal dari kegagalan atau keberhasilan ketika memancing." Ajhussi melanjutkan kuliahnya dengan menyampaikan filosofi dari kegiatan ini. "Hal kesatu apakah faktor X, atau yang kedua faktor Y? Faktor X adalah lucky, sedangkan faktor Y adalah usaha. Tetapi filosofi yang bisa Ajhussi hayati dari kegiatan ini adalah, faktor kesabaran, kerja keras, inovasi dan terakhir keberuntungan. 4 faktor itu juga harus kita aplikasikan dalam kehidupan. Kesabaran, mutlak kita perlukan dalam menghadapi setiap persoalan dalam hidup. Kerja keras, itu modal kita bila ingin tercapai apa yang dicita-citakan. Inovasi, kita pasti berhadapan dengan berbagai karakter manusia, bagaimana kita bisa membuat pergaulan kita menyenangkan dan membawa manfaat. Terakhir faktor keberuntungan. Ini kaitannya dengan doa dan pendekatan kepada Yang Maha Kuasa. Supaya dalam hal berhasil ataupun gagal, sikap kita sama. Yakni menerima dengan kelapangan hati sebagai takdir."
Ulasan Ajhussi sekali lagi mengena di lubuk sanubari Yonghwa. Dan kata takdir mengiang di telinganya. Sabar menerima takdir dari Sang Maha Pemberi hidup. Darah disekujur tubuhnya seakan bergelora. Hatinya gamang mengeja kata takdir.

Tiba-tiba ia terkejut, kailnya seperti ada yang menarik ke bawah. Tapi ia segera melupakan, mungkin itu hanya perasaannya saja. Namun tarikan itu terasa lagi, lebih kencang. Ia coba tarik sedikit, ditariknya lagi lebih kuat di bawah sana. Ia curiga, apalagi jabulan pancingannya pun bergerak-gerak.
"Ajhussi, pancingan saya bergerak." berusaha menahan emosi dalam dada ia memberitahukan hal itu kepada Ajhussi.
"Jangan dulu ditarik, ulur dulu. Iya bagus.. ulur lagi. Jangan terlalu banyak. Kekang. Tarik sekaligus..." Ajhussi berteriak seperti suporter sepak bola. Bercampur panik Yonghwa menariknya dan.... seekor ikan gabus merah berhasil ia kail.
Bukan main girangnya Yonghwa. Betul yang dikatakan Ajhussi saat itulah sensasi tertinggi dari kegiatan memancing. Seketika ia jadi lupa dengan segenap kesedihan hatinya. Merasakan sensasi memancing dan menikmati kejutan-kejutan yang terjadi.
Tidak lama Ajhussi lagi yang mengail ikan, kembali ia tersenyum. Berselang kailnya yang memberat, ia panik lagi dan sukses. Senyumnya makin terkembang lebar. Ajhussi masih menunggu, ia yang sudah berhasil lagi. Makin lama makin mengasikan. Sekarang ia berani menantang Ajhussi untuk mengumpulkan lebih banyak ikan. Karena sejak kailnya disangkuti ikan untuk pertama kali, ikan-ikan seperti yang berbaris di bawah sana untuk ia kail satu persatu. Dan mereka enggan mendekati mata kail Ajhussi. Tawanya berderaian memecah langit di atas danau di lereng gunung itu. Ajhussi hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tapi di dalam hatinya Ajhussi puas melihat pemuda itu yang tertawa-tawa bahagia, setelah sepekan ini hanya murung dan bermuram durja. Setidaknya Ajhussi tahu usahanya untuk menghibur anak muda patah hati ini berhasil.
💐

Tbc....

Ballad of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang