Penyelamat

3.9K 408 49
                                    

 
   
Kinal POV
    
    
    
   
"Iya maa, Kinal makan teratur kok."

"....."

"Baru aja kemarin Kinal bayar kos. Mama tenang aja."

"....."

"Mama sehat kan?"

"....."

"Syukurlah.. Kinal pamit kuliah dulu ya ma. Jaga kesehatan mama, salam juga buat Bella."

"....."

"Love you too ma.."
      
    
      
    
Lagi-lagi berbohong...
     
     
Sudah pukul 11 siang tapi aku sama sekali belum memakan apapun. Terpaksa kali ini aku menahan lapar dengan banyak meminum air mineral. Di dalam dompet hanya tersisa satu lembar uang kertas berwarna hijau, dan hari dimana aku menerima gaji atas kerja paruh waktuku masih satu minggu lagi. Bahkan aku hampir saja diusir ibu kost gara-gara menunggak 4 bulan.

Beruntung aku masih mempunyai teman yang baik, yang akan selalu mendengar ceritaku dan membantuku. Sejak dulu Jeje selalu begitu, sempat ia mengajakku untuk tinggal dirumahnya saja. Sungguh itu berita baik, dan aku nantinya bisa menghemat uang untuk tidak membayar sewa kamar. Tapi aku menolaknya, ia sudah terlalu banyak membantu. Aku tak enak, lagipula orangtua Jeje juga tinggal serumah dengannya.
   
   
Ku perhatikan kamar kecil ini. Terdapat satu tempat tidur, satu meja kecil, dan lemari kecil. Hanya itu saja tapi terasa nyaman. Daripada aku tinggal dibawah kolong jembatan, setidaknya ini sangatlah lebih baik. Meski terkadang aku sama sekali tak tidur jika hujan turun begitu deras. Ya tepat, bocor dimana-mana.
  
     
Ku pacu motor matic ku membelah jalanan ibu kota yang padat. Bagusnya kampusku tidak terlalu jauh dari kost, jadi aku tidak perlu menempuh dengan waktu yang lama. Sempat aku berhenti kuliah selama dua tahun, semua karena biaya. Mama yang semakin sakit-sakitan dan biaya Bella untuk melanjutkan ke sekolah menengah pertama. Aku lebih baik menunda kuliahku agar uang yang masih tersisa dapat dipergunakan oleh mereka terlebih dahulu.
  
  
Sesampai kampus ternyata kelas masih sepi, namun di kursi depan sudah ada Beby. Beby salah satu teman dekatku di kelas, ia yang umurnya lebih muda dariku ini tak dapat diragukan lagi kepintarannya. Dan juga tak diragukan lagi keusilannya.
  
  
"Baca apaan sih Beb?"

"Oh kak Kinal, tumben banget udah disini. Gak asik ah kak Kinal kalau gak telat."

"Heh, ini aja udah bersyukur gue. Dasar lo ya!"

Anak satu ini memang sedikit menyebalkan. Ia malah tertawa dan kembali membaca majalah yang ada di tangannya.

"Tumben banget lu baca majalah begituan."

"Sesekali boleh lah, biar Beby yang cantik ini jadi fashionable."

Satu persatu halaman ia buka, menampilkan model-model cantik mengenakan pakaian terkini. Para model begitu sempurna, cantik, tinggi, kurus, tanpa ada cacat secuilpun. Berulangkali pula Beby menggelengkan kepalanya, entah karena kekaguman pada sang model, pakaian, atau harga yang dibandrol selangit itu.
   
  
"Gue kayak pernah liat dia. Dimana ya?" Gumamku.

Beby menatapku dan majalah yang ia pegang secara bergantian.

"Kak Kinal pernah ketemu sama dia?!"
 
 
Wajah yang tak asing, seperti aku pernah melihat sebelumnya. Tapi dimana?

"Hmm dimana ya? Gue lupa hahahaha"

"Yeee waktu kak Kinal lagi mimpi kali."
  
   
Pletak!
  
 
Beby mengusap-usap kepalanya yang baru saja kuberi sebuah jitakan. Memang anak ini, paling bisa membuat emosi.

MineWhere stories live. Discover now