Chapter 4

74 8 0
                                    

-Rendy POV-

2 minggu sebelum kami putus.

Setelah pulang dari Dufan, aku menuju rumahku. Saat di rumah, Lia -Mami, ibuku- sudah menungguku sedari tadi. Aku menghampirinya dan duduk di sebelahnya. Kurasa ia ingin membicarakan sesuatu tentangku, atau bahkan yang lain.

"Mami ingin kamu putus dari Mar."

Deg.

"Kamu tahu si Nadya kan? Mami lebih setuju kalau kamu sama Nadya. Nadya anak teman Mami. Dia baik, cantik, terus..."

"Tapi Mi, aku sayang sama Mar. Bukan Nadya." Kataku.

"Ini bukan masalah kamu sayang atau nggak. Dia itu perempuan yang lebih baik daripada si Mar"

"Tapi Mi,"

"Mami gak mau tahu. Kamu harus tahu satu hal. Dia itu suka ke kamu. Ayahnya punya perusahaan besar. Kalau kamu pacaran sama dia kan bisa dapet untung juga."

"Mi, aku gak mikir masalah harta." Ujarku dengan lirih. Entah kenapa aku merasa tidak tega untuk memutuskan hubungan dengan Mar saat ini. Aku, aku benar-benar sayang kepadanya, dan kalian harus tahu itu.

"Mami minta kamu putusin dia dan jadian sama Nadya. Kalau enggak, silahkan kamu keluar dari rumah ini,"

"Kamu harus tahu dy, kita ini sederhana. Mami pengen jadi orang yang berlimpah harta. Mami iri sama temen-temen Mami yang sepatunya bagus, punya baju bagus, bolak-balik ke luar negeri, Mami pengen dy" sambungnya.

"Oke kalau itu mau Mami. Rendy bakalan nurut." jawabku.

Setelah mengatakan hal tersebut, aku menuju kamarku. Aku menghempaskan tubuhku ke kasur. Bingung dengan apa yang akan aku lakukan sekarang. Aku menyayangi Mar. Sungguh, aku mencintainya. Aku rela kalau dia membenciku. Asalkan dia bahagia itu tak masalah.

Aku frustasi. Maka dari itu, kuputuskan untuk meneleponnya.

"Kenapa Ren?"

"Gapapa. Kamu sudah makan malem kan?"

"Iya, sudah. Sekarang aku mau tidur ini, kamu malah nelpon."

"Oh. Maaf."

"Hm,"

"Mimpi indah, Mar"

***

Keesokan paginya, aku menghampiri Mami. Aku tidak sanggup melakukannya. Jika saja bukan Nadya, mungkin tidak akan separah ini.

"Mi, aku gak bisa"

"Pokoknya harus ! Gini aja, Mami kasih kamu kesempatan 1 minggu buat putus sama dia. Kalau enggak.."

Seketika itu aku pergi meninggalkan Lia. Aku tahu itu sangat kurang ajar, apalagi kepada ibuku sendiri. Terserah kalian ingin mengatakan aku anak durhaka atau semacamnya. Aku tidak peduli. Aku hanya peduli dengan Mar, dan itu tidak bisa diubah.

Akhirnya selama seminggu aku menjauhi Mar. Aku ingin dia terbiasa tanpa kehadiranku. Aku ingin dia bisa melupakanku seiring dengan waktu, meskipun aku yang tidak bisa melupakannya. Aku ingin dia mandiri tanpaku. Aku ingin dia menemukan cowok yang lebih pantas dariku. Aku ingin dia bersosialisasi dengan temannya, bukan hanya kepadaku. Aku ingin ia menjadi perempuan yang tegar. Itu keinginanku. Meski sepertinya aku lebih menginginkan dia untuk tetap disampingku.

If Where stories live. Discover now