3
Tega banget sih.Kata itulah yang berulang kali terucap dalam hati gue. Kenapa sih dia tega ninggalin orang yang udah jelas butuh pertolongan. Yaa, memang luka yang gue alamin gak terlalu parah. Apa salahnya, mengulurkan tangan dan membantu untuk berdiri.Terlalu sulit kah untuk dilakukan? Gue rasa gak sesulit saat mengerjakan soal matematika, yang menguras waktu lama untuk menghitung dan menjawab soal yang ada.
Atau jangan jangan dia gak liat gue? Aahh gak mungkin. Jelas jelas matanya menatap gue--ralat. bukan menatap. Hanya melirik sejenak.
"Kaki lo luka, tuh plester."
Sebungkus plester berwarna biru mendarat tepat disebelah gue terduduk. Gue terdiam, lalu mengikuti arah suara dan datangnya plester tersebut. Laki laki itu berjalan mendekat ke arah gue. Dan sekarang ia berdiri tepat di sebelah gue.
"Plesternya gak mau? Yaudah gue ambil lagi." katanya lalu membungkukkan badan berniat mengambil plester yang tadi dilemparnya tepat disamping gue.
Belum sempat ia meraih benda biru itu, dengan sigap gue lebih dulu meraih plester itu. Ia menghela nafas berat."Gerak refleks lo cepet juga." ucapnya lalu duduk tepat disebelah gue.
"Gue Gavin." lanjutnya sembari mengulurkan tangan.
"Gue Dira." gue tersenyum dan membalas uluran tangannya.
"Jangan lama lama ini tangannya, entar naksir lagi." Balasnya sambil tersenyum menggoda.
Sontak, gue langsung melepaskan uluran tangan gue. Dan merubah raut wajah 180 derajat drastis menjadi 'bibir manyun lima senti'.
"Yaah pede banget lu tong." balas gue sewot.
Ia hanya membalas dengan tawa kecil geli, dan tak lama ia berkata,
"eh btw gue kelas 11 loh, lo kelas 10 kan?"
What?!
Mata gue membulat sempurna, bibir terbuka lebar membentuk sedikit oval seakan tak percaya bahwa pria yang berada di hadapan gue ini adalah Senior."haaa?! Jadi lo seni...." gue meralat perkataan gue dengan cepat
"eh maksudnya, jadi kakak ini senior?"
Bukannya malah menjawab, ia hanya tersenyum dan mengangkat kedua alisnya seakan mengiyakan pertanyaan gue tadi.
"Ohh ya ampun, kirain seangkatan. Maaf loh kak hehehe." gue menjawab dengan nada sok asik andalan dan tawa yang 'sedikit' memaksa.
Sekali lagi, ia hanya membalas dengan tertawa kecil. Yang pasti itu murni, bukan di paksa sok asik kayak gue.
Suasana semakin 'krik krik' dan gue memutuskan untuk beranjak pergi dari tempat itu.
"btw Dira pulang dulu ya kak soalnya temen udah nunggu dari tadi."
Gue segera beranjak dari tempat dan menyandang tas gue. Dengan pelan, gue berjalan meninggalkan pria itu. Walaupun agak susah, karena rasa nyeri di lutut gue masih belum hilang."Hati hati ya. Jangan sampe jatuh lagi"
Terdengar suara dari arah belakang, gue menoleh dan langsung tersenyum sedikit mengangguk.
"Ternyata masih ada juga ya yang peduli sama gue." Batin gue
~~
"Woi lama banget lo."Veya yang awalnya duduk di bangku depan sekolah, telah berpindah duduk di mobil Inova berwarna putih miliknya.
"Cepetan naik, Pak Yani telfon gue katanya gak jemput."
"Laahh, kenapa? " Balas gue sembari menaiki mobil, dan duduk di bangku dibelakang sopir.
"Katanya dia pulang kampung selama beberapa hari. Jadi gak bisa anter jemput lo."
Mobil melaju, gue hanya mengangguk paham. Memang akhir akhir ini Pak Yani sering pulang kampung. Kabarnya, Anak Pak Yani sering sakit sakitan. Jadi, mungkin selama beberapa hari ini gue pulang pergi naik angkot atau nebeng sama Veya.
"Diraa." Veya menoleh ke belakang dengan senyum khas yang biasanya minta di tabok.
Gue menoleh tanpa menjawab dan mengerutkan kening bingung.
"Ke mall dulu yuk." Lanjutnya tanpa menghiraukan raut muka gue yang tiba tiba berubah.
Gue menghela nafas dan memutar bola mata malas.
"Ayolah, gak akan lama kok."
"Yaudah mau diapain lagi, nolak juga gak bisa gue." Jawab gue yang kini telah bersandar dan siap menutup mata beristirahat.
"Emang lu mau ngapain sih Ve?" gue membuka mata sedikit lalu menutupnya kembali setelah mendengar jawaban Veya
"Gue mau beli baju buat pesta tante gue minggu depan, dan lo tau kan sekarang di mall katanya banyak baju model baru, gua gak bisa lewatin Dir. "
Lagi, kegilaan Veya dalam beli membeli baju kumat sudah. Padahal, baju baju di lemarinya sudah tak muat lagi untuk menerima teman baru. Tapi lagi lagi, tangan gadis penyuka fashion itu sudah gatal untuk mengobrak - abrik isi toko toko yang ada di Mall. Dan parahnya, gue yang jadi sasaran empuk buat nemenin dia, huft.
*
Setelah berkeliling dan mengobrak abrik banyak toko, Veya tak menemukan model baju yang dia inginkan. Beginilah kebiasaan seorang Veya.
Alhasil, disini kami sekarang.
Sebuah toko buku.
Gue memutuskan menghentikan aksi mengobrak abrik tanpa beli milik Veya, dengan mengajaknya menemani gue ke sebuah toko buku.
"Dir, lo mau cari buku apa emang?" Veya akhirnya membuka suara setelah bosan mengikuti gue mondar mandir.
"Gua juga gak tau, cuma mau ngobrak abrik doang. Gak beli."
Mata Veya seketika melotot dan segera mencubit lengan gue dengan keras. Sontak, gue meringis kesakitan dan langsung kabur sambil tertawa gak jelas. Veya dengan sigap pun langsung mengejar gue. Lalu, terjadilah adegan kejar kejaran tikus dan kucing di sebuah Toko buku.
"Awas ya lo Dir kalo dapet."
Tapi, seketika gue berhenti ketika ada seorang lelaki menghampiri gue dari arah yang berlawanan. Veya yang saat itu berlari pun ikut berhenti.
"Tolong jangan main disini. Ini toko buku, bukan taman kanak kanak."
Laki laki itu, dia yang tak menghiraukan gue saat gue jatuh, yang mempunyai tatapan datar namun terkesan manis, yang cuek, yang bikin gue penasaran. Lagi, gue bertemu dengan dia.
"Kamu anak GU kan? Masih kelas 10?"
Gue terdiam.
"Seharusnya kamu pulang, bukan malah keliaran disini. Mau saya laporin karna kamu pulang sekolah gak langsung ke rumah?" lanjutnya melihat reaksi gue.
Veya yang tadi berjarak kurang lebih 2 meter dari gue, akhirnya mendekat. Gue memberanikan membuka suara
"Maaf kak, kita gak bermaksud keliaran tapi... "
"Arga, yook pulang." Terdengar teriakan seseorang laki laki dari arah kasir yang berhasil memotong percakapan kaku gue.
"Oh ternyata nama itu Arga" Batin gue.
Rasa penasaran gue akhirnya terjawab. Gue tau namanya. Bukan hanya dua huruf, tapi sekarang sudah empat huruf. Bertambah dua. Bukan Gaga, bukan Rega, Bukan Yoga, tapi Arga.
------------------
Hai hai! Sorry for 'telat banget banget' updatenya. Hehe semoga suka ya! Jangan lupa vote comment nya yak! Krisarnya juga. Makasih❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Secret Admirer!
Fiksi Remaja"I choose to love you in silence, can i be your secret admirer?" Ketika cinta terbalas dalam keheningan. Aku dan dia memilih jalan yang berbeda untuk saling mencintai. Ketika setiap insan dalam asmara menuai setangkai bunga sebagai pengungkap sebuah...