6

102 2 0
                                    

2012

Aku menyeruput kopiku sedikit dan menatap kakek tua yang masih setia duduk di hadapanku menceritakan kisah cinta yang sangat romantis ini. Kisah ini sangat menarik menurutku, aku ingin mendengarnya lagi dan lagi. Aku ingin tahu endingnya dan mengapa si Arjuna sampai membuat patung itu untuk kekasihnya Nirmala. Wah, aku begitu penasaran. Begitu cerita ini sudah selesai kudengarkan, aku akan langsung menulisnya. Itu niatku. Menarik juga sepertinya jika bukuku yang selanjutnya akan bertuliskan "Based on true story". Ketiga bukuku sebelumnya, hanya cerita fiksi belaka. Agar pembacaku tidak bosan mungkin cerita dari kisah nyata ini akan menjadi pilihanku selanjutnya.

"Terus Kek, bagaimana kisah itu selanjutnya?" tanyaku penasaran. Si kakek terlihat menghela napas sejenak dan mengusap air matanya yang agak basah. Aku tak mengerti mengapa ia harus menangis, apakah kisah itu akan berujung pilu atau bagaimana?

"Semua tak semulus yang mereka bayangkan," bisik si kakek. Kali ini, giliranku yang menghela napas dan mengerutkan kening menatapnya.

"Ohya, pohon apel yang mereka tanam itu apakah ada sampai sekarang?" tanyaku pula penasaran. Kakek itu diam sejenak dan menatapku tersenyum.

"Di sebuah bukit kecil di belakang gedung teater, disanalah pohon itu tumbuh sampai sekarang. Tak ada yang berani menebangnya, itu adalah satu-satunya pohon apel yang dibiarkan hidup disini," jawab sang kakek. Ada jeda sejenak. "Pada tahun sembilan puluhan awal, terjadi perubahan besar-besaran di kota ini. Banyak pembangunan gedung-gedung, rumah sakit, sekolah-sekolah baru, mall, dan lain-lain. Semuanya membuat perkebunan apel dan sawah-sawah itu harus dilenyapkan. Perkebunan apel berhektar-hektar milik Tuan Sultan dibeli dengan harga yang fantastis untuk kemudian ditebangi dan ditumbangkan. Lalu kemudian digantikan dengan gedung-gedung pertokoan, perumahan, dan lain sebagainya. Namun ada satu pohon yang dibiarkan tetap berdiri, tak boleh ditebang. Yaitu pohon apel yang berdiri di bukit kecil itu. Masyarakat murka kalau pohon itu sampai ditebang, maka akhirnya pohon itu tetap dibiarkan hidup sampai sekarang. Ia sudah berbuah, buahnya manis dan airnya banyak sekali," ungkap si kakek dengan air mata menggenang. Di ruang matanya, aku dapat bayangkan kejadian itu. Bagaimana pepohonan, sawah-sawah, dan perkebunan itu dihancurkan dan digantikan dengan gedung-gedung dan perumahan seperti yang kulihat saat ini. Oh, kejamnya manusia, pikirku pula sejenak. Tapi syukurlah pohon cinta Arjuna dan Nirmala itu tak ikut ditebang. Hm, aku jadi penasaran ingin melihat pohon itu dan merasakan manisnya buah apel itu.

"Maukah Kakek mengantarkanku ke pohon itu? Aku ingin melihatnya," pintaku kepada si kakek. Sejenak si kakek terlihat kembali menghela napas dan menyeruput minumannya sedikit.

"Tempatnya cukup jauh dari sini," ujarnya.

"Tak masalah, kita bisa menyewa kendaraan kalau Kakek tidak kuat berjalan kaki," tukasku pula meragukan fisiknya yang sudah tua.

"Kau pikir aku tak sanggup? Aku justru meragukan dirimu," sergahnya nampak agak tersinggung. "Orang kota sepertimu tentu tak terbiasa berjalan kaki jauh," sambungnya. Aku sedikit merasa agak tercengang mendengar pengakuannya. Benarkah lelaki setua dirinya masih sanggup berjalan jauh? Kelihatannya saja untuk bernapas saja ia sulit. Tapi justru dia malah menguatirkan diriku. Dia tidak tahu saja, aku pernah menjuarai lomba jalan cepat sewaktu SMA.

"Tak masalah Kek, aku sudah biasa berjalan kaki," jawabku kemudian. Kakek itu menghela napas sejenak dan tersenyum padaku.

"Jadi kau betul-betul ingin melihat pohon itu?" tanyanya lagi seolah ingin memastikan. Aku mengangguk penuh keyakinan agar ia percaya bahwa aku serius.

"Ya Kek," ujarku. Lagi-lagi, aku melihatnya menghela napas berat kemudian baru berkata.

"Baiklah," ujarnya dan bangkit berdiri. Akupun mengikutinya dengan membawa kameraku. Kami berjalan keluar dari pondok kuliner dan menyusuri jalanan kota yang kini mulai ramai oleh kendaraan berlalu lalang, meski tetap saja tak seramai Jakarta ataupun Yogyakarta.

Arjuna & NirmalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang