8

84 4 0
                                    

Langit berubah kuning keemasan, saat Arjuna tiba di rumah Waluyo yang kini menjadi tempatnya menetap. Ia membawa seikat kayu bakar yang ia pikul di pundaknya sembari berjalan menuju rumah itu. Kedatangannya diperhatikan oleh Julaeha yang tengah berdiri di halaman samping tengah menjemur kain yang baru saja ia cuci di sungai. Gadis itu tersenyum dan entah mengapa, setiap kali melihat Arjuna hatinya tergetar. Ia sendiri tak tahu apa yang ia rasakan ini. Tapi sejak kemunculan Arjuna dirumah ini, ia jadi senang dan ingin bersolek setiap waktu.

Arjuna sama sekali tak menyadari gadis itu tengah memperhatikannya. Ia langsung saja menurunkan kayu bakar di pundaknya. Salah satu kayu ia letakkan di tanah untuk kemudian akan dibelah-belah menjadi beberapa bagian kecil-kecil. Arjuna langsung meraih kampak dan mulai membelah kayu itu. Setelah kayu terbelah beberapa bagian, kayu selanjutnya akan diletakkan di tanah dan dibelah lagi, begitu terus sampai kayu habis. Dan tanpa disadarinya, Julaeha tetap memperhatikan ia tengah bekerja. Saat ia mengayunkan kampak, terlihat otot-ototnya bermunculan, urat-uratnya semakin jelas. Oh, nampak begitu jantan dan perkasa. Julaeha makin tertarik padanya. Ia melihat pemuda itu nampak berkeringat dan beberapa kali mengusap keringatnya. Julaeha langsung bergegas menuju dapur melalui pintu belakang dan kembali lagi dengan segelas air putih segar di tangannya. Dengan langkah malu-malu didekatinya pemuda yang masih sibuk membelah-belah kayu itu.

"Mas," sapanya hingga membuat Arjuna sedikit terjingkat dan menoleh. "Minum dulu," ujarnya menawarkan segelas air yang dibawanya. Arjuna tersenyum dan meraih gelas yang diulurkan gadis ayu itu.

"Terima kasih Laeha," ucapnya dan langsung meminum air itu. Julaeha tersenyum dan memperhatikan cara pemuda itu menelan air minum. Jakunnya naik turun saat air itu berhasil masuk ke tenggorokannya. Bahkan beberapa tetes air meleleh diantara gelas dan bibirnya yang menempel hingga membasahi leher dan dadanya. Oh, rasanya ingin Julaeha mengelap tubuh pemuda itu yang basah karena keringat. Tangannya sudah terulur dengan menggenggam selendang untuk melakukan itu. Namun sejenak sebelum itu terjadi, Arjuna kembali memberikan gelas yang telah kosong kepadanya, sehingga Julaeha menarik kembali tangannya yang sempat terulur.

"Terima kasih ya," ujar Arjuna dengan senyuman manisnya.

"Terima kasih kembali, Mas Juna," balas Julaeha tersipu malu dan meraih gelas kosong itu.

"Kau sedang apa? Kok rambutmu basah?" tanya Arjuna memperhatikan rambut sang gadis yang terurai basah.

"Oh, tadi habis mencuci di sungai," jawab Julaeha menyentuh rambutnya yang basah. Arjuna manggut-manggut dan melirik halaman samping, ada sebuah ember berisi kain basah disana, beberapa sudah tergantung di tali. Diantara pakaian yang tergantung itu, Arjuna melihat ada pakaiannya sendiri.

"Laeha, kenapa kau mencuci pakaianku segala? Bukankah aku sudah katakan, pakaianku bisa kucuci sendiri. Aku jadi tidak enak," ucap Arjuna sungkan.

"Tidak mengapa Mas, aku senang melakukannya," jawab Julaeha masih tersipu malu. Arjuna tersenyum dan mengusap rambut gadis itu.

"Ya sudah, terima kasih banyak ya. Kau gadis yang baik," ucapnya. Julaeha merasa berdesir saat telapak tangan pemuda itu menyentuh rambutnya yang basah. Oh, ia senang sekali dapat pujian dari Arjuna.

"Baiklah, sekarang aku lanjutkan pekerjaanku dulu ya," ucap Arjuna lagi. Julaeha mengangguk dan bergegas pergi dengan senyuman mengembang. Sementara Arjuna kembali sibuk membelah kayu. Tanpa mereka sadari, rupanya adegan percakapan mereka barusan, diperhatikan oleh Juminten, istri Waluyo, yang juga ibu Julaeha. Perempuan paruh baya itu tengah berdiri di dekat jendela rumah dan telah memperhatikan anak kandung dan anak angkatnya itu bercakap-cakap. Ia melihat ada rona kebahagiaan di wajah putrinya saat berbicara dengan Arjuna. Bahkan bukan hanya kali ini saja, tapi dari beberapa kali kejadian di rumah ini, Juminten perhatikan, Julaeha nampak berseri saat bertatap muka atau bercakap dengan Arjuna. Sebagai seorang perempuan yang pernah muda, iapun mengerti apa yang dirasakan putrinya. Mengingat hal itu, Juminten-pun tersenyum senang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 10, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Arjuna & NirmalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang