[Day 3 - Fantasy!AU] Kagura-hime no Monogatari

683 40 1
                                    

Kagura-hime no Monogatari.

Gintama © Sorachi Hideaki.

.

Warning! Typo(s), Ooc, super maksa dan gak masuk akal. Kesalahan di sana-sini karena ini fanfic fantasy pertamaku. DLDR!

.

Dedicated for #pasirjingga and #OkiKagu Week.

Day 3 : Fantasy!AU.

.

Happy reading ...

.

Pria itu baru saja terlelap ketika hujan tiba-tiba mengguyur bumi dengan derasnya disertai angin juga petir dan kilat yang saling bersautan. Membuat jendela rumah kecil itu terbuka dengan paksa. Membangunkan sosok pria bersurai perak karena angin dan air yang merembes masuk menyembur ke dalam rumah.

Dengan dengusan kasar pria itu beranjak bangun. Mengacak-acak rambutnya yang sudah berantakan menjadi lebih berantakan sebelum akhirnya menutup jendela kamarnya. Ia memastikan jendela tersebut terkunci dengan benar. Namun ketika ia sudah memastikan dan akan kembali tidur, suara jendela yang tersentak angin kembali berbunyi. Namun kali ini berada di ruangan lain. Mau tak mau ia kembali menglangkahkan kakinya gontai ke tempat di mana jendela lain berada. Yaitu, ruang tamu yang merangkap ruang santai.

Jendela yang lebih besar dari jendela kamarnya itu berulang kali teratuk sehingga menimbulkan suara mengganggu telinga. Belum lagi dengan suara petir yang sedikit membuatnya merinding.

"Astaga, ada apa dengan malam ini?" gumamnya. Lalu pria itu menutup jendela berukuran 1 × 1 meter tersebut.

Dia menghela napas sejenak. Hari ini dia benar-benar lelah setelah seharian bekerja di kedai sebelah rumahnya. Kedainya kecil, tapi pelanggannya begitu banyak hingga mengharuskan melayani pelanggan di sana-sini. Belum lagi kedua rekan kerjanya tidak masuk dengan alasan sakit karena kehujanan.

Yah, akhir-akhir ini desa tempatnya tinggal memang sering diguyur hujan. Dan malam ini yang terparah.

Pria itu baru saja akan kembali masuk ke kamar ketika suara debuman keras terdengar. Bersamaan dengan sebuah cahaya bersinar terang yang berasal dari kamarnya. Mendadak perasaannya dihantui rasa takut. Jelas itu bukan cahaya lampu, karena seluruh listrik di rumahnya terpaksa dipadamkan karena di tidak memiliki uang untuk membayar listrik.

Dengan perasaan ragu, dia berjalan menuju sumber cahaya dan bunyi tadi. Ia berjinjit demi mengurangi suara deritan pada lantai kayunya yang usang. Pria itu bersembunyi di dinding samping pintu. Dia memutuskan untuk mengintip.

Perlahan cahaya itu meredup menampakkan sesuatu benda bercahaya di atas futonnya. Dan ketika menghilang, sebuah suara lain menyusup masuk ke telinga. Suara yang membuatnya otaknya berhenti berpikir sementara sebelum kemudian membuat matanya yang bermanik merah tersebut membulat.

Suara yang jelas-jelas tak asing di telinga, namun amat sangat asing jika suara tersebut benar-benar di dalam kamar seorang lajang.

Suara seorang insan yang baru saja dilahirkan ke dunia oleh sepasang suami-istri.

Dan suara itu benar-benar nyata. Sangat nyata!

Tanpa berjinjit lagi dia dengan cepat masuk ke dalam kamarnya.

Bagai sang waktu berhenti hanya di sekitarnya, ia bergeming. Terpaku akan pemandangan di depannya yang sempat berusaha ia tepis.

Sosok mungil itu ... benar-benar nyata!

Sesosok bayi merah yang kecil tengah menangis seolah meminta perhatiannya. Benar-benar bayi! Dengan sebuah payung ungu di samping tempatnya tidur.

Seketika itu sebuah rasa tak kasat mata muncul dalam hatinya. Seperti rasa penasaran sekaligus letupan sayang yang membuncah. Menuntunnya untuk mengambil bayi bercahaya itu ke dalam dekapannya.

Pasir JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang