Pagi ini seperti pagi biasanya. Aku datang terlalu pagi. Baru ada 3 orang di dalam kelas. Semua PR hari ini—dengan ajaibnya—sudah selesai semua. Akhirnya, bermain ponsel menjadi pilihanku.
"Nis, gua minjem Bahasa Indonesia, dong?" Ida yang baru saja meletakkan tasnya disebelahku memohon. Dia masih berdiri di samping mejanya.
"Tadi malem ngapain?" tanyaku seperti biasa saat dia meminjam PR.
"Gua ngerjain, jir. Tinggal bagian yang tabel-tabel gaje itu loh. Tadi malem gua tidur jam 1 buat nyalin cerpen Sulaiman," dia menjawab dengan nada lelah.
"Salah sendiri gak dicicil," aku berkata sembari melihat isi tas.
Tapi tidak ada. Oh, ada di loker.
"Ambil aja, Da. Kayaknya ada di loker soalnya gua udah kelar dari kemaren," jawabku sambil melirik lokerku.
Ida dengan senyum sumeringahnya berjalan ke bagian belakang kelas. Tempat lokernya berada. Tidak lupa dengan seruan girang terimakasihnya. Aku kembali bermain ponsel karena memang tidak ada lagi yang harus aku lakukan selagi menunggu bel masuk berbunyi.
Sehabis dari belakang Ida duduk disebelahku dengan sedikit heboh. Setelahnya, dia mulai menyalin jawabanku. Aku tidak merasa keberatan karena tabel itu hanya berisi pernyataan dan centang salah benar. Aku melihat Ida sekilas lalu melihat sekeliling kelas yang sudah mulai ramai. Lalu sedetik kemudian Ida mengatakan sesuatu yang membuatku sedikit kaget.
Sedikit.
"Nis, lo punya pengagum rahasia. Atau emang itu punya lo?"
Aku menatap Ida dengan satu alis terangkat. "Apaan?"
"Di dalem loker lu tadi ada paper-bag item gitu. Terus ada post-it tulisannya; Teruntuk, Anis."
"Gua gak pernah naroh paper-bag di loker. Seinget gua sih."
"Ntap... Anis punya penggemar rahasia."
"Oh, hm. Ya udah," aku menjawab dengan nada biasa saja.
Ida menghentikan gerakannya, memukul pulpen ke buku, lantas mendelik ke arahku. "Lu gak kaget gitu? Gak bahagia? Di-cek juga, enggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Manis.
Short Story"Jadi?" "Jadi apaan?" "Lo suka nggak?" "Nggak." "Ah, nyes--" "Gua sukanya sama lo, gimana dong?"