Brondong Manis Part 20

1.7K 174 2
                                    

"Kenapa? Iqbaal nyakitin lo?" Aldi masih terus bertanya.
(Namakamu) menggeleng lemah.
"Stop tanya-tanya gue. Gue lagi males jawab." Balas (namakamu).
Aldi tersenyum simpul. Ia mengerti apa yang dirasakan oleh (namakamu).
"Diminum dulu coklat panasnya. Nanti keburu dingin." Ujar Aldi.
(Namakamu) mengangguk. Lalu melakukan apa yang dikatakan Aldi.
Ia menyeruput hot chocolatenya. Hangatnya cokelat yang mengalir ke tenggorokannya perlahan turut menghangatkan hatinya.
"Gimana lo sama Stela?" Tanya (namakamu).
Aldi hanya tersenyum sambil mengaduk cold chocolate-nya.
"Baik-baik aja." Jawab Aldi kemudian.
(Namakamu) hanya ber-ohh ria.
Sejenak mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing. Hanya suara merdu Raisa yang menyanyikan lagu "Kali Kedua" yang terdengar.
(Namakamu) sekilas melirik Aldi. Ia melenguh, lalu mencebik kesal.
"Ngapain lo lihat-lihat gue terus?" gerutu (Namakamu).
"Lo lucu kalau lagi kesel." balas Aldi sambil tersenyum simpul.
"Nggak usah nostalgia." ujar (Namakamu).
Spontan Aldi tertawa lepas. Bahkan hingga membuat (Namakamu) heran.
"Nggak nostalgia kali, gue bicara apa adanya."
(Namakamu) kembali terdiam. Ia tak membalas perkataan Aldi. Ia juga tak membalas tatapan Aldi.
"Ya udah deh, gue pamit." Aldi memberi jeda pada kata-katanya. "Satu yang perlu lo tahu, gue rasa Iqbaal butuh lo. Dia lagi berjuang. Dia nggak sekuat yang lo kira. Dia sakit."
Seketika (Namakamu) menatap tajam mata hitam Aldi. Ia mencoba mencari kebohongan disana. Namun nihil.
"Bye. See you next time." ujar Aldi sambil beranjak kemudian berlalu dari hadapan (Namakamu).

(Namakamu) berusaha mencerna apa yang dikatakan Aldi.
Dia nggak sekuat yang lo kira. Dia sakit.
Kata-kata itu terus terngiang dalam benaknya. Hatinya terus bertanya-tanya apakah benar yang dikatakan oleh Aldi.

***

Rizky melirik Nabila melalui kaca spion motor gedenya. Sejenak ia tersenyum. Dalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia mengagumi paras ayu gadis itu. Dan ia sadar, jika ia mulai jatuh dalam sebuah kondisi yang dinamakan "falling in love".
"Lihat jalan lho, Ky. Nanti jatuh." ujar Nabila sembari tersenyum.
Rizky terkikik pelan. Rupanya Nabila tahu jika ia memperhatikannya.
"Ini juga lihat jalan kok, Bil." balas Rizky.
"Dari tadi yang dilihat spion kok." sahut Nabila.
Rizky tertawa pelan.
"Kita makan es teler dulu yuk, Bil." ajak Rizky kemudian.
"Ntar teler beneran gimana dong?" balas Nabila.
Lagi-lagi Rizky tertawa. Ia tak menyangka jika gadis yang ia duga pendiam itu ternyata punya selera humor juga.
"Serius ini, Bil. Mau nggak?" tanya Rizky.
Nabila hanya mengangguk sambil tersenyum.
Lalu perlahan motor Rizky menepi di sebelah kedai es teler yang menjadi langganannya selama ini.
"Dua ya bang." seru Rizky pada si abang penjual es teler.
"Eh den Rizky. Wah bawa cewek nih." goda si abang.
Rizky tertawa pelan sambil sesekali melirik Nabila yang juga nampak tersenyum.
"Udah langganan ya, Ky?" tanya Nabila.
"Ya gitu deh." balas Rizky.
Tak berselang lama, es yang dipesan pun datang.
"Gue ngajak lo berdua gini, ada yang marah nggak Bil?" Tanya Rizky sambil mengaduk-aduk gelas es nya.
"Menurut lo?" Nabila balik bertanya.
"Mungkin belum." Jawab Rizky cepat.
"Seratus buat lo." balas Nabila.
Ada sepercik rasa bahagia dalam benak Rizky. Ia merasa memiliki kesempatan yang terbuka lebar untuk mendapatkan hati Nabila.
"Kalo lo gimana, Ky?" Kali ini Nabila yang bertanya.
"Gue nggak mungkin ngajak lo berdua kayak gini kalau gue udah punya pacar, Bil." Jawab Rizky.
Terbesit rasa kagum dalam hati Nabila.
"Gebetan?" Nabila kembali bertanya.
"Definisi gebetan apa sih...?" Balas Rizky sambil tertawa pelan.
"Gue nggak yakin kalau lo nggak tahu definisinya, Ky." Ujar Nabila.
Rizky kembali tertawa.
"Emang lo punya, Bil?" Tanya Rizky.
Nabila terdiam. Dan beberapa detik kemudian ia menjawab, "Gue nggak tahu ini gebetan atau gimana. Tapi ada seseorang di hati gue."
Rizky sedikit terperangah mendengarnya. Seketika ia merasa pintu kesempatan yang tadi terbuka lebar kini perlahan menciut.

***
"Makasih pak." ujar (Namakamu) sembari menyerahkan lembaran uang pada sopir taksi yang ia tumpangi.
Ya, setelah kepulangan Aldi tadi (Namakamu) memutuskan untuk kembali ke rumah. Ia merasa butuh waktu untuk sejenak meletakkan tubuh dan pikirannya.
Dan setelah turun dari taksi, ia melangkah gontai menuju gerbang rumahnya. Namun saat ia baru saja akan masuk, tiba-tiba handphone-nya berbunyi.

Iqbaal calling....

Sejenak (Namakamu) memandang layar hp nya, lalu beralih memandang rumah yang ada di depan rumahnya. Sepi.
Dimana dia, batin (Namakamu).
Lalu dengan segala pertimbangan, ia perlahan menekan tombol yes.

"Halo."
"Tunggu disitu, jangan masuk dulu. Aku mau bicara sama kamu."

Seketika (Namakamu) hanya terdiam dan terpaku.
"(Namakamu)."
(Namakamu) masih terpaku di tempatnya berdiri tanpa menoleh. Jujur, ia belum siap jika harus bertemu Iqbaal saat ini.
"Kamu kenapa? Ada masalah kah?"
(Namakamu) masih diam. Ia bingung harus berkata apa.
"Kamu tahu, aku duduk di jendela kamarku kayak orang bego karena nungguin kamu pulang?"

Perlahan (Namakamu) membalikkan badan, dan kini berhadapan dengan Iqbaal. Ia terperanjat tatkala menatap wajah tampan di depannya itu. Pucat.
"Kamu nggak perlu nungguin aku pulang, Baal."
"Tapi kamu ngehindarin aku. Aku berhak tahu alasannya."
"Aku nggak ngehindarin kamu."
"Just tell me."
(Namakamu) terdiam sejenak.
"Kamu kok pucat, Baal?"
"Jangan alihkan pembicaraan, (namakamu)."
"Please jujur, kamu sebenernya sakit kan? Sakit apa, Baal?"
Kali ini giliran Iqbaal yang terdiam.
"Aku sakit hati." Kata Iqbaal.
"Jangan bercanda, Baal."
"Aku nggak bercanda. Aku beneran sakit hati dihindarin gini."
(Namakamu) tertawa kecil.
"Aku nggak ngehindari kamu kok. Cuma butuh waktu buat sendiri."
"Karena?"
"Kepo."
Iqbaal melenguh pelan.
"Aku juga masih nunggu jawaban kamu."
"Aku..... Aku belum bisa jawab sekarang, Baal. Maaf."
"It's okay. Aku cuma ngingetin. Takutnya aku nggak bisa denger langsung jawaban kamu."

Bersambung.

Baru sempet nerusin hehe.....

Brondong Manis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang