Brondong Manis Part 25

1.5K 128 9
                                    

"Terus kamu bakal berangkat kapan sih dek?" tanya Rizky sambil memperhatikan (Namakamu) yang kembali melanjutkan aktifitasnya.
"Malam ini kak." jawab (Namakamu).
"Isshh bercandamu jelek dek." ujar Rizky.
"Aku nggak bercanda kak Rizky!" seru (Namakamu) sambil berpaling menatap Rizky tajam.
Rizky justru tertawa pelan.
"Saran kakak, mending berangkatnya besok atau lusa deh." sahut Rizky.
"Kelamaan deh." balas (Namakamu).
"Feeling kakak nggak baik berangkat terlalu cepet." ujar Rizky lagi.
Ckk...... (Namakamu) hanya berdecak kesal.
"Percaya deh sama kakak." sahut Rizky.
"Oh ya kak, seharian ini Iqbaal nggak ada kabar. Aku hubungin handphone nya juga nggak aktif." ujar (Namakamu).
Rizky tertawa pelan hingga membuat (Namakamu) cemberut karena merasa ditertawakan.
"Kangen ya?" goda Rizky.
"Ihh kakak godain mulu." balas (Namakamu).
Rizky terdiam. Ia teringat dengan pertemuannya dengan Iqbaal tadi pagi. Ia ingin bercerita pada (Namakamu) tapi disatu sisi ia takut jika bagi (Namakamu) langkahnya itu dianggap salah.
"Kira-kira Iqbaal kemana ya, kak." sahut (Namakamu).
Rizky masih diam. (Namakamu) pun menatap Rizky dengan heran.
"Kak?"
"Jiaahhh, anaknya malah ngelamun."
"Woyyy!!! "
"Eh gimana dek?" ujar Rizky sambil tergagap kaget.
"Nah loh. Ngapain ngelamun?" tanya (Namakamu).
"Ah nggak kok dek. Apaan sih." Jawab Rizky.
"Nggak apaan? Orang jelas-jelas ngelamun kok. Ngelamunin siapa sih? Nabila?" kata (Namakamu).
"Lha kok Nabila?" Rizky balik bertanya.
"Tuh kan bener. Ciye wajahnya jadi merah kayak kepiting rebus." goda (Namakamu).
Rizky tak menjawab. Ia hanya tersenyum sambil mengalihkan pandangan. Ia takut (Namakamu) semakin menemukan kebenarannya.
"Kakak suka sama Nabila ya?" ujar (Namakamu) dengan nada yang lebih serius.
Ia hanya tersenyum sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Kakak jujur deh sama aku. Aku bisa lihat dari gerak gerik kakak loh." lanjut (Namakamu).
"Aku kayaknya nggak usah jawab deh dek. Kamu udah tahu." balas Rizky sambil beranjak lalu melangkah menuju pintu.
Sementara (Namakamu) tertawa terpingkal-pingkal karena ia berhasil mengerjai Rizky.

Beberapa menit kemudian, kamar (Namakamu) menjadi hening. Sekilas ia menatap koper yang sudah ia letakkan di di belakang pintu. Mendadak ia ragu. Ia takut jika keputusannya pergi jauh untuk sementara justru salah.
Lalu ia perlahan melangkah menuju jendela. Dilihatnya rumah yang teduh tepat di depan rumahnya. Tampak sepi. Sudah berkali-kali ia memantau rumah itu, tapi tetap saja seperti tak ada kehidupan. Sejujurnya ia mulai khawatir. Ia takut terjadi sesuatu pada Iqbaal. Karena semenjak pertemuannya dengan Iqbaal malam itu, Iqbaal sama sekali tidak menghubunginya dan tidak bisa dihubungi sampai sekarang.

***
(Namakamu) mengetik nomor yang sama. Ia kembali mencoba menghubungi nomor tersebut.

Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.

Suara itu lagi yang kembali. (Namakamu) menghela nafas panjang. Ia hampir putus asa. Iqbaal masih tak bisa dihubungi.
Entah mengapa, seperti ada sesuatu yang hilang ketika Iqbaal seolah menjauh. Ia merasa hampa.

Aku butuh kamu, baal, gumam (Namakamu).

***
Sementara itu, ditempat lain Rizky terlihat begitu terburu-buru. Setelah kelas selesai, tiba-tiba ia mendapat telfon dari Nabila. Nabila terdengar sangat panik, oleh karena itu Rizky juga ikutan panik. Jadi tanpa pikir panjang ia langsung melesat menghampiri Nabila di rumahnya.

"Ada apa sih sebenarnya.... " bisik Rizky.
Sambil menambah gas pada motornya ia terus bertanya-tanya.
Masih terngiang kata-kata Nabila di telfon.
"Ky, gue butuh lo sekarang. Cepetan kesini. Lo harus anterin gue. Please... Please. Gue nggak tahu mesti gimana.."
Terlihat begitu panik. Ia tak mengatakan alasannya apa. Yang jelas ia cuma mau Rizky datang segera.

***
"Akhirnya lo dateng juga, Ky." seru Nabila sesampainya Rizky di depan rumah Nabila.
"Tenang, bil. Tenang. Lo kenapa sih? Ada apa? Cerita dong sama gue." ujar Rizky.
"Udah, pokoknya lo mesti anterin gue sekarang. Ke rumah sakit medika." balas Nabila.
"Rumah sakit? Emang ada apa sih?" Rizky jadi semakin bingung.
"Nanti lo bakal tahu. Pikiran gue lagi kacau, gue nggak bisa jelasin." kata Nabila.
Akhirnya mau tak mau Rizky menuruti permintaan Nabila. Ia bergegas mengantar Nabila ke Rumah Sakit Medika. Meski ada sejuta pertanyaan memenuhi benaknya, ia tetap mencoba memahami kondisi Nabila.

Dan sesampainya di rumah sakit, Nabila segera berlari. Bahkan sampai tak mempedulikan Rizky yang kesusahan mengejar langkahnya.
Setelah menempuh kelak-kelok jalan rumah sakit akhirnya Nabila berhenti tepat di depan ruangan bertuliskan "ICU".

"Tante..... " seru Nabila pada seorang wanita paruh baya yang nampak berdiri terpaku menatap ruangan kaca di depannya.
"Lala....kamu dateng, nak." balas wanita itu lembut.

Aku kayak kenal ibu itu. Mirip banget sama tante Rike, batin Rizky.

Perlahan denyut jantungnya meningkat. Ada satu nama yang terlintas di benaknya ketika melihat wanita itu. Ia berharap dugaannya salah. Lalu ia pelan-pelan berjalan mendekat.
"Bil......" panggil Rizky.
Seketika Nabila dan wanita yang dipanggil "tante" oleh Nabila pun menoleh bersamaan.
"Sorry....." balas Nabila.
"Emm tante, ini temen aku. Aku tadi panik banget jadi aku langsung calling temen aku buat nganterin." jelas Nabila.
Rizky tersenyum lalu mereka saling bersalaman.
"Kenapa tante baru ngabarin aku sih? Tadi aku panik banget." ujar Nabila.
"Maaf ya nak. Kemarin tante juga panik."
Rizky hanya diam. Ia semakin penasaran. Lalu ia berinisiatif untuk berjalan lebih mendekat ke ruangan berkaca itu.
Dan seketika tubuhnya melemas saat ia melihat siapa yang terbaring di dalam sana dengan alat-alat terhubung di tubuhnya.

Bersambung.

Mendekati ending yaa guys.... :)

Brondong Manis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang