Chapter 1

160 10 2
                                    

Tiara saat ini menetap di kota Bandung. Tentu saja suasana lingkungan nya pun berbeda dengan apa yang ada di Bogor sewaktu ia lulus SMP dulu. Ayah tiara ditugaskan dinas di kota Bandung dan hal ini tentu saja memaksa tiara untuk pindah sekolah di Bandung. Untuk Revan? Revan lebih memilih untuk ikut mamah nya ke Medan karena saat itu orangtua Revan bercerai dan ia memilih untuk tinggal bersama mamahnya. Jadilah mereka kini beda daerah, beda kota, beda provinsi bahkan beda pulau. Entah perasaan mereka masih sama atau bahkan sudah berbeda.

Setelah mereka tahu jika mereka akan pindah ke masing-masing kota tujuan yang akan mereka tinggali. Dari situlah kejadian yang membuat Tiara tidak bisa lupa bahkan rasa sakit dan perihnya masih terasa sampai saat ini.
'Raa.. Gue gabisa lanjutin hubungan ini, karena kita sama-sama jauh gue ga yakin buat bisa ldr sama lo, karena gue ga sanggup' perkataan Revan saat itu, sudah sangat lama sekali rasanya. Tetapi masih terngiang jelas di fikiran Tiara
Ucapannya laksana pedang yang menusuk hati Tiara secara perlahan. Sakit dan perih.

'Brakkk!!' Tiba-tiba kamus tebal jatuh dari atas meja belajar membuat Tiara sadar dari lamunannya.

"Anjirr, gue keinget Revan lagi" batinnya.

Tidak lama dari itu suara getar ponselnya yang terletak diatas kasur bersprai biru laut itu membuat Tiara buru-buru mengambilnya.
Nampak nomor yang tidak dikenal
"Nomor siapa ya? Apa jangan-jangan Revan" gumam Tiara senang.

Tiara langsung menggeser ikon berwarna hijau dilayar ponselnya.

"Halo van?" jawab Tiara penuh semangat. Bahkan Tiara menambahkan kata 'van' dalam kicauan nya, padahal bisa saja itu bukan Revan.

"Halo ra" terdengar sipenelfon memberi jawaban. Kening Tiara tiba-tiba mengkerut. Dia tahu siapa orang yang menelfonnya itu. Deva.

"Ko van sih? Ini Deva. Van siapa sih? Ketauan banget nomor gue belum lo save yaa" Tiara mengangkat ponselnya dan melihat lagi nomor itu.
Ternyata memang benar ini nomor Deva. Bahkan kemarin-kemarin juga Deva sempat mengiriminya pesan. Tiara memang tidak menyimpan nomor Deva.

"Hehe. Sorry gue lupa dev"

"Itu van ? Siapa dah? Dari 'Dev' ke 'Van' itu jauh banget"

"Lagi ngetest lo aja sih sebenernya hehe. Ada apa nih malem-malem nelfon? Ganggu orang aja lo" kilah Tiara menyembunyikan suara gugupnya.

Tiara nampaknya agak sedikit risih dengan telfon dari Deva. Dan ia tidak mau berlama-lama.

"Selow kali raa. Jadi gini, elo besok kosong ga?"

"Kosong gimana?"

"Yaelah ra jangan bilang garagara lo kelamaan jomblo jadi bahasa kiasan cowok ngajak jalan aja lo kaga ngerti"

Seulas senyum hadir dibibir tiara. Setiap laki-laki tidak semuanya sama, ada sisi lain yang Tiara suka dari Deva. Humoris.

"....."

"Gausah senyum-senyum gitu. Seriusan nih, besok ada acara ngga lo?"

"Hmm.. Kayaknya ngga ada deh. Baru kayak doang loh ini Dev" gurau Tiara.

"Jangan kayaknya ra. Cowok juga butuh kepastian"

"Anjirrr.. iya gue usahain ngga ada deh"

"Besok gue jemput elo jam 8. Harus udah siap jangan pake ngaret"

"Eh. Tapi..." tutt..Tutt tiba-tiba sambungan diputus secara sepihak.

Tanpa sadar bibir Tiara tak henti-henti nya tersenyum hanya karena sebuah telfon dari Deva.

SomedayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang