Chapter 9 :: [APAKAH CINTA SESAKIT INI?]

70 14 1
                                    

Kini Risa tak lagi mendengar teriakan Shinta yang tadinya melengking di telinganya. Entahlah, ia kini berada jauh dari rumah sakit, sangat jauh dan kini ia sangat terlihat bodoh. Dengan pakaianya yang basah kuyup ia berjalan ditengah derasnya hujan, banyak orang yang melihat Risa.

Mungkin mereka beranggapan bahwa Risa adalah orang gila yang kabur dari rumah sakit jiwa atau bisa saja Risa sedang dikejar anjing peliharaan tetangga, tapi siapa yang peduli akan hal itu, yang dipikirkan Risa sekarang ini adalah kejadian yang ia lihat di rumah sakit barusan.

Risa hanya tertunduk sambil terus berjalan, air matanya kembali menetes ditengah derasnya hujan. Ia tak mengerti apa yang tengah dirasakanya sekarang ini.

'Terluka, benci, cinta, atau memang masih sayang. Ahh, siapa peduli. Tapi kenapa orang ketiganya harus 'Mutia'?

Kata- kata itu terus tergiang di benaknya yang membuat air matanya semakin deras mengalir, seiring dengan derasnya hujan yang mengalir membasahi wajahnya, yang membuat air matanya tersamarkan.

Hujan mampu menyamarkan air mataku
Namun, mengapa hujan takkan mampu menyamarkan luka hatiku?

Risa terus berjalan melewati trotoar panjang. Ia tak peduli dengan kendaraan yang ramai berlalu-lalang ditengah macetnya ibukota, orang-orang berlarian mencari tempat berteduh, begitupula hujan deras yang terus berjatuhan menjatuhi tubuh mungilnya, bak dijatuhi paku bertubi-tubi.

Namun, rasa sakit ini tak sebanding dengan sakit di hati Risa. Ia terus berjalan, sampai akhirnya ia berhenti di depan sebuah rumah. Tanpa pikir panjang ia lantas mendorong gerbang besi berwarna hitam itu dan berjalan masuk ke rumah tersebut.

Risa berhenti tepat di depan pintu rumah tersebut, didapatinya seorang wanita sedang sibuk mengaduk adonan kue yang berwana pink, Risa berjalan ke arah wanita tersebut.

"Risa, udah pulang?" tanpa menatapnya, rupanya wanita itu sudah sangat hafal siapa gadis yang tengah berdiri dihadapanya itu.

Risa masih diam tanpa menjawab sepatah katapun. Ia lantas menatap mamanya lalu berusaha menelan ludah dan menahan tangisnya agar suaranya tidak terdengar bergetar.

"Mama lagi bikin kue ya?" suaranya terdengar lirih.

"Iya nih lagi pengen aja"

"Kamu kok tumben pulang jam segini?" mamanya berhenti sejenak pada kegiatanya-- mengaduk adonan kue tersebut lalu menatap wajah Risa yang sembab dan badannya basah kuyup.

Tanpa pikir panjang mamanya lantas meninggalkan kegiatanya dan berjalan ke arah Risa-- anaknya.

"Kamu kenapa sayang?" mamanya mengusap pipi Risa lembut, lalu mendudukkanya di kursi.

"Kamu ada masalah apa sih? Cerita dong ke mama!"

Risa masih diam tak menjawab sepatah katapun dari pertanyaan ibunya itu. Kini, ia malah memeluk mamanya erat, lalu membenamkan kepalanya di dekapan mamanya.

Tanpa bertanya lagi, kini mamanya hanya membalas dengan memeluk Risa sambil mengusap pundaknya.

"Mungkin kak Felix udah bosen ma, sama Risa-" Kini Risa mau membuka mulutnya untuk berbicara.

Mamanya masih diam menunggu kata selanjutnya yang akan keluar dari mulut anak semata wayangnya itu.

"Aku kira kak Felix itu nggak kaya' cowok lain."

Mamanya mengangkat dagu Risa supaya mau menatap mamanya. "Kamu bener Ris, itulah laki-laki-" mamanya berhenti sejenak lalu melanjutkan perkataanya yang belum selesai,
"Ris, semua orang itu punya kelebihan juga kekurangan, kamu nggak akan pernah bisa dapetin cowok yang sempurna. Cowok kaya' gitu cuma ada di diary kamu. Sebaik-baiknya seseorang pasti ada sisi buruknya. Itu pasti" mamanya tersenyum menatap manik mata Risa yang sendu.

Friend Vs LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang