#0 Prolog

344 23 5
                                    

Secarik surat misterius dikirimkan untukku kemarin sore. Tidak ada nama dari pengirim surat itu. Hanya sebuah amplop berwarna merah muda dengan pita biru yang menempel disana. Alamat penerima nya tertuliskan alamat rumahku. Aku terheran-heran. Seingatku, tidak pernah ada seorang yang mau berteman denganku. Alasannya begitu klasik, aku tidak pandai dalam beradaptasi dengan lingkungan baru. Terutama di sekolah lama ku. 

Umurku saat ini sudah berusia tujuh belas tahun. Tadi pagi, aku membuat sebuah permintaan yang sepertinya tidak akan menjadi nyata. Aku ingin diumurku yang sudah bertambah ini, kehidupanku bisa berubah seketika walau itu dalam satu hari. Aku tidak meminta yang aneh-aneh.

Aku hanya ingin merayakan ulang tahunku yang spesial ini berbeda dengan sebelumnya. Aku tidak ingin merayakannya seorang diri disertai dengan tangisan. Aku ingin ulang tahunku kali ini begitu manis hingga tidak terlupakan.

Aku menghapus air mata yang kembali menetes. Rasanya ingin sekali aku meneriakkan kalimat untuk melawan mereka. Ya, mereka tidak hanya satu. Ada tiga orang yang selalu menjahiliku di sekolah. Katanya, aku ini seperti boneka yang jika dijahili tidak pernah bertindak untuk melawan.

Jujur, aku tidak ingin melawan. Aku tidak ingin menambah masalah lagi dengan mereka. Jika aku melawan, mereka akan terus-menerus menantangku juga. Lalu jika aku pasrah seperti ini, mereka juga tidak pergi dan berhenti melakukan ini.

"Besok kita akan bermain dengan telur dan terigu! Lo yang akan jadi kue tart. Sampai jumpa besok!"ucapnya yang tanpa berdosa mengatakan itu.

Bau kecap yang lengket seakan memenuhi ruangan gelap dan kotor ini. Aku tidak peduli jika harus kembali menangis. Aku hanya bisa melakukan itu tanpa pernah berniat melawan. Aku terlalu takut dengan mereka. Aku tidak berani membela diriku sendiri

"Tuhan,  inikah kejutan ulang tahunku kali ini?  Jika memang benar, umurku sudah begitu tua jika selalu berulang tahun seperti ini setiap hari. Mereka melakukannya setiap hari tanpa memiliki hati." Lirihku dengan pelan.

Aku menghapus air mata dipipiku. Wanita bodoh yang hanya bisa menangis. Aku tau diriku tidak begitu cerdas. Rasa takut sekali menghinggapi diriku ketika ada rasa ingin melawan.

Aku menarik napas dalam. Dengan disertai tangisan, aku menatap lantai ruangan gelap ini dengan lekat. Mencoba tersenyum disaat hal yang tidak terduga terjadi.

"Selamat ulang tahun...  Selamat ulang tahun...  Selamat hari ulang tahun..  Selamat ulang tahun... "

Aku menyanyikan lagu itu seorang diri. Tetesan air mata sesekali terjatuh di pipiku.  Berkali-kali aku sudah menghapusnya namun air mata itu kembali turun dengan deras.

Antara senang dan sedih ketika harus merayakan hari ulang tahun sendiri. Aku senang karena Tuhan masih memberikan umur yang begitu panjang. Namun aku sedih karena tepat hari ini adalah peringatan kematian orang tuaku setelah sepuluh tahun meninggal dunia. Keduanya meninggal karena diriku.

Seandainya saja aku tidak memaksa mereka untuk pergi ke pantai. Mungkin mereka masih ada didekatku. Memperhatikan diriku dengan penuh kasih sayang. Seperti yang dialami oleh anak lainnya.

Berbeda dengan keadaan kali ini. Harus menjalani kehidupan yang sulit dan tinggal dengan orang tua angkat. Bude ku sendiri. Sayangnya, mereka memperlakukanku juga berbeda. Tidak dengan kasih sayang. Namun aku menyayangi dan menghormat mereka dengan tulus. Bagaimanapun, mereka adalah keluargaku.

"Bolehkah aku berbuat permintaan?"ucapku seorang diri.

Tidak ada jawaban.

"Tuhan, aku percaya kau mendengarkanku. Aku ingin kehidupanku tidak sesulit ini. Aku ingin seperti anak lainnya. Berteman dengan gembira. Saling berbagi kisah dan cerita tentang apapun. Aku juga ingin orang tua ku saat ini bisa bersikap lembut kepadaku. Tidak ada bentakan ketika aku berada di rumah. Aku ingin kehidupan ku bisa menjadi orang sukses. Amin." Kataku kembali dengan percaya diri.

"Dan memiliki seorang kekasih yang membuatku menjadi kuat dalam menjalani kehidupan yang sulit ini. Bisakah itu terwujud?" tanyaku kembali.

Di tiuplah olehku Batang korek api yang sengaja aku nyalakan sebelumnya. Apinya padam dengan sekali tiupan. Aku menghela napas dalam. Berharap jika itu bisa menjadi nyata.

Amplop yang semula berada di dalam tas, kini sudah tergeletak di lantai. Amplop itu mengeluarkan cahaya terang nya. Mataku menyipit, sebuah tulisan tangan yang berisikan pesan untukku.


'Selamat ulang tahun, aku akan selalu menemanimu. Aku tidak sabar bisa bertemu denganmu'


Dahiku berkerut. Apa Tuhan sudah menjawab doaku?



GOING SEVENTEEN    [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang