[1] the gigantic pot

221 20 11
                                    

Author's POV

               "klining klining.." Suara bel pintu terdengar di setiap sudut ruangan yang gelap gulita. Seorang gadis berambut hitam ikal dengan kuncir ekor kuda tengah berjalan memasuki ruangan tersebut. Pakaiannya sederhana, sepasang celana jeans hitam, kemeja biru pastel yang ditekuk, dan celemek bermotif kotak-kotak. Ia menyalakan saklar lampu pada dinding, seketika ruangan menjadi terang.

Ruangan berukuran sedang dengan jendela kaca besar di bagian depan kini tampak. Hampir delapan puluh persen barang di dalam ruangan itu adalah pot-pot tanaman bunga bermacam warna dan sisanya adalah peralatan berkebun. Namun semuanya tertata rapi sedemikian rupa, sehingga sangat indah dipandang mata.

Perempuan bercelemek kotak-kotak tadi tak hanya diam. Ia bergegas menyibak korden, mengelap kaca jendela, menyapu lantai dan sibuk kesana kemari. Tak lupa ia memindahkan beberapa pot bunga ke depan teras agar dapat menarik perhatian pengunjung. Terdapat papan nama berukuran cukup besar terpampang pada dinding luar bangunan tersebut. Song's Flower Shop.

•°•°•°•

Jihyo's POV

               "Kamsahamnida. Silakan datang kembali," ucapku dengan senyum merekah. Pembeli barusan ikut tersenyum dan berbalik menuju pintu keluar.

"Jihyo-yah, honey, pindahkan pot-pot bunga matahari yang ada di rak nomer 3 sebelah kanan itu ke depan toko, ya." Terdengar suara dari pintu belakang. Aku bergegas mengambil sarung tanganku sembari menjawab, "Ne, halmeoni (nenek)!"

Beberapa menit kemudian, semua pot-pot bunga matahari sudah kupindahkan sesuai dengan permintaan halmeoni kecuali satu pot bunga yang berukuran cukup besar- gede banget -dan cukup berat- berat banget -belum kupindahkan.

Aku mencoba mengangkat pot tersebut dengan percaya diri. Namun, belum sampai tiga detik, kepercayaan diriku longsor. Aku menghela nafas. "Aigoo. Ini gimana cara mindahnya? Berat banget."

Dengan modal nekat dan tulang sehat- karena minum susu UHT tiap hari- aku mencoba mengangkat pot itu lagi dengan sekuat tenaga. "Ugghh-"

"Heol. Anjer, berat banget," ucapku datar dengan alis mengkerut.

Percobaan ketiga. Aku mencoba cara lain untuk memindahkannya yaitu dengan menyeretnya. Suara deritan yang ditimbulkan oleh gesekan antara alas pot dan lantai memekkakan telinga setiap orang yang mendengarnya.

"Ya(woy). Neo bwohae (lo ngapain)?" Seorang pria bersuara maskulin menjitak pelan ujung kepalaku. Tidak sakit sih, tapi sontak membuatku menoleh ke arahnya.

"Eoh, oppa. Anu. Ini gue lagi berusaha mindahin pot segede gajah ini keluar. Waeyo?" jawabku dengan muka sok polos.

Joongki oppa tersenyum tipis melihatku yang tengah memeluk the gigantic pot dengan kedua tangan. "Badan cengkring kaya gitu mau mindahin pot?"

"Gapapa cengkring yang penting sixpack," jawabku sekenanya. Boro boro punya abs, ngilangin perut buncit aja susah.

"Buncit aja bangga," sanggah Joongki oppa. Namun, kedua matanya menunjukkan aura jenaka.

Aish.

"Kalo oppa ngga berniat bantuin mending pergi deh." Aku kembali berusaha menarik the gigantic pot dengan sekuat tenaga, mengabaikan pria yang lebih tua 12 tahun dariku. Sebenernya lebih cocok dipanggil samchul (om) daripada oppa.

"Aigoo. Minggir. Biar gue yang angkatin," ucap Joongki oppa sembari menarikku berdiri.

"He? Tapi ini berat banget, lho, oppa. Sumpah. Iya gue tau lo emang nge-gym tiap minggu tiga kali tapi badan lo juga nggak gede-gede amat, dan ini pot tu berat ba-" ucapanku terpotong melihat Joongki oppa dengan mudahnya mengangkat pot tersebut dengan kedua tangan.

Heol.

Aku yakin saat ini bola mataku sudah hampir loncat. Joongki oppa menyeringai dengan raut pedenya lantas membawa the gigantic pot ke depan toko.

"Dia manusia bukan sih?" desisku sembari mengamati Samchul itu tengah membawa pot besar-  yang gue rasa sangat berat  -seperti sedang membawa parcel buah-buahan. Aku mengikutinya keluar toko.

"Udah kan? Apa lagi yang mesti dipindah?" tanya Joongki oppa sembari meregangkan otot-otot jarinya.

"Samchul, nggak berat kah?" tanyaku masih ternganga.

Joongki oppa tersenyum ke arahku, memperlihatkan deretan gigi putih yang memesona. Aku merasakan jitakan pada ujung kepalaku. Pelakunya hanya tertawa kecil dan sama sekali tidak merasa bersalah.

"Udah gue bilang jangan manggil gue 'samchul'. Dasar tepos," jawab Joongki oppa sembari mengacak-acak poniku.

"Aish. Udah gue bilang juga jangan ngacak-ngacak poni. Gue mesti nyempetin 10 menit buat nyatok rambut," sahutku kesal meskipun aku tidak benar-benar marah.

"Sengaja." Joongki oppa tersenyum melihat wajah cemberutku.

Kenapa sih senyumnya harus manis kaya gitu? Dih. Manisan juga Baekhyun.

__________

yayyy
chapter pertama udah dipublish setelah setaun sejak pertama gue ngeluarin prolog nya wkwkwkwkkwk mian

thank you for reading💕
dont forget to give vote and comment! let's appreciate my work hehe

see you in the next chapter

xx,
chocolatebaek

December 19, 2016

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 19, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Meet The Dork  [Baekhyun Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang