TWO

29 5 0
                                    

Sudah hari ke tiga Netta duduk sebangku bersama Arvin. Dia mengira jika dia duduk bersama denganya akan semakin dekat dengan Arvin tapi hasilnya nihil yang ada bakalan semakin emosi bila terus duduk denganya.

Setiap hari Arvin selalu diam. Seolah seperti es yang tidak akan mencair. Bahkan Netta berasa berada di kutun utara. Bersama beruang kutub.

Hari ini Netta sedang menikmati bakso di kantin sekolahnya bersama Arin. Kantin itu cukup ramai seperti orang yang sedang mengantri sembako.

"Oh jadi Arvin itu teman lo waktu smp?" Tanya Arin.

Netta hanya menganggukkan kepalannya. Setelah kejadian mengejutkan waktu itu bersama Arvin . Arin meminta penjelasan yang sedetail-detailnya. Alhasil Netta menceritakan semuanya ke pada Arin tapi cuma satu yang dia tutup rapat-rapat, yaitu saat dia mengagumi Arvin juga seperti layaknya wanita lain.

Kenapa? Alasannya adalah dia hanya takut hal ini sampai ke telinga Arvin karena kalau sampai hal itu terjadi maka Arvin pasti akan langsung menjauhinya. Ya, cuma itu yang ada di pikiran Netta. Padahal Arvin sendiri sudah tahu akan hal itu.

Tiba-tiba ada seorang  wanita yang duduk di bangku kantin yang Netta dan Arin tempati sambil menagis tersedu-sedu.

"Hey, Febby kenapa lo nangis?" Arin bertanya karena terkejut melihat Febby manangis.

Febby, dia teman Arin dari SD dan dia juga tetanggaan dengan Arin, dia anak kelas XI IPS-2. Arin mengenalkan Febby kepada Netta waktu mereka pertama kali masuk SMA. Jadi mereka sudah saling kenal.

"Febby, kenapa? Coba cerita sama kita." Netta mencoba membujuk Febby supaya bisa membagi bebannya.

"Gue uhh.. gue nyesel pacaran sama Arvin." Kata Febby sambil menangis tersedu-sedu.

Sontak Netta dan Arin terkejut.
Arin terkejut kerena temannya ini berpacaran dengan Arvin tapi dia tidak mengetahuinya. Tapi, netta terkejut karena tidak percanya bahwa Arvin sudah memiliki pacar.

Karena yang selama ini dia kenal Arvin adalah cowok yang sangat tidak perduli terhadap perempuan. Dia akan menjauh jika ada perempuan yang mulai mendekatinya. Entah kenapa Arvin sangat tidak suka dengan makhluk yang namanya perempuan, kecuali ibunya.

"Lo serius pacaran sama Arvin?" Arin menatapnya dengan tak percaya.

"Iya uuhh... dan sekarang aku baru tahu uuhh... kalau dia orangnya tuh playboy," Kata Febby masih menangis tidak mau berhenti.

Netta lagi-lagi menatap tak percaya.
Bagaimana bisa seorang Arvin yang sangat anti perempuan bisa mempunyai pacar apalagi katanya dia playboy.

"Arvin siapa? Arvin anak baru itu? Yang sekelas bareng kita?" Tanya Arin. Dia menyemburkan beberapa pertanyaan kepada Febby.

"I..iya uhh," Jawab Febby yang masih tetap menangis.

Netta semakin membelakkan matanya tak percaya. Ya, dia memang tidak percaya atas apa yang di ucapkan Febby tadi.

Netta sudah mengenal Arvin lebih jauh dari pada mereka. Yang Netta tahu Arvin adalah seorang cowok dingin.

"Apa lo ngarang cerita?" Ucap Netta tak percaya.

Bodoh.

Itu pertanyaan bodoh. Apa dia tidak mempunyai pertanyaan yang lebih berkualitas? Setidaknya yang masuk akal.

"Ihhh....kok lo jadi nggak percaya gitu sih sama gue. Gue nggak bohong Net, dia itu cowok brengsek." Katanya yang menaikkan suaranya dan terlihat seperti kesal bercampur marah.

Netta merasa tidak enak sendiri, pertanyaan itu seharusnya tidak di lontarkan tapi entah mulut dan pikirannya sedang tidak bersahabat.

"Bukannya gitu Feb, Arvin itu temen gue dari smp. Dan dia itu terkenal dengan sosok dinginnya." Katanya mencoba membenarkan atas pertanyaannya tadi.

"Tapi kan semua orang bisa berubah Net." Tambah Arin.

Netta bungkam, memang ucapannya Arin ada benarnya juga, apalagi saat mengingat sikap Arvin waktu partama kali bertemunya lagi tapi, sifat dinginnya juga masih ada melekat di tubuhnya.

Apa yang harus Netta lakukan? Mempercayai temannya atau tetap pada prinsipnya. Entalah, Netta merasa pusing dan ini semua karena Arvin.

***

Netta duduk sambil menatap papan tulis, tapi fikirannya tidak mengarah pada papan tulis. Netta masih memikirkan apa yang di katakan teman-temannya.

Arvin menyenggol lengan Netta tapi Netta tetap saja tidak menyadarinya. Akhirnya Arvin memutuskan untuk mencubit lengannya. Ternyata cara itu berhasil dan membuat Netta meringis kesakitan.

"Aww apa-apaan sih lo, sakit tau." Ucap Netta tak terima.

Sedangkan Arvin hanya memasang wajah datarnya. Dasar Arvin

"Netta ibu dari tadi merhatiin kamu, apa kamu melamun? Sekarang coba kamu ulangin apa yang baru saja saya jelaskan." Ucap ibu Tanti.

Ibu Tanti adalah guru sejarah yang kalau ngejelasin materi selalu membuat muridnya meneggelamkan diri ke alam mimpi.

Netta mendengus kesal dan bangkit dari duduknya. Untunglah Netta sudah belajar tadi malam, jadi dia bisa mengerti meskipun sedikit.

Tett tett

Bel pulang sekolah berbunyi. Semua siswa-siswi bersorak riya seakan-akan merdeka setalah bebas dari penjajahan. Netta bersyukur, karena dengan ini dia tidak perlu repot-repot menjelaskannya ulang.

Netta memasukkan buku dan alat tulisnya ke dalam tasnya.

"Mau pulang bareng nggak?" Ucap Arvin

Netta terdiam tidak percaya atas apa yang di dengarnya. Dia tidak salah dengarkan? Pendengarannya masih normal tidak ada masalah.

"E - eng - enggak usah deh, gue pulang bareng Arin," Netta berkata dengan terbata-bata saking dia gugupnya.

Arvin menatapnya datar, lalu berbalik dan menghilang di balik pintu kelas. Netta menghembuskan nafas kasar.

"Dasar manusia es, bicaranya irit banget." Omel Netta

TO BE CONTINUED
---------------------------------

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 13, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

All Of SuddenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang