ONE

56 12 2
                                    

Seorang gadis melangkahkan kakinya menuju gerbang sekolah, yang di atasnya terdapat tulisan SMA Merdeka. Sudah satu minggu ini dia bolos sekolah, bukan berarti Melarikan diri dari sekolah tapi karena keadaan fisiknya yang tidak memungkinkan.

Selama satu minggu ini dia sakit dan mengakibatkan dia harus bolos sekolah padahal dia sangat tidak suka dengan hal semacam itu.

"Hai Ta," sapa seseorang saat dia sudah berada di depan sebuah ruangan. Ruangan itu adalah kelas XI-IPA 2.

Namanya Anetta Felicia, gadis cantik yang baru berusia 16 tahun yang biasa di panggil Netta.

"Gua kangen banget sama lo," Kata seseorang itu lagi sambil memeluknya dengan sangat erat, seperti tidak mau kehilangan.

"Arin tolong lepasin, gue nggak bisa napas nih,"  Netta berkata sambil mencoba melepaskan pelukannya.

"Hehe maaf, habisnya gue kan kangen banget sama lo. Gue tuh nggak bisa hidup tanpa lo."

Lebay

Arinnita Farah, teman sekelas Netta. Mereka sudah saling mengenal sejak duduk di bangku SMA. Meskipun baru kenal tapi mereka sudah tahu satu sama lain.

"Mulai nih lebaynya," Netta mencibir.

"Kalau itu mah sudah dari dulu," Arin tertawa dengan ucapannya sendiri.

Netta tidak menghiraukannya dia masuk ke dalam kelasnya dan berjalan menuju bangku paling belakang.

"Eh, katanya fitria pindah sekolah ya?" Netta bertanya sambil menarik kursinya.

"Iya, tapi tenang aja. Lo masih punya teman yang masih mau duduk sebangku sama lo kok," Jawab arin santai yang mengikuti Netta dari belakang.

Mereka memang terlihat sangat dekat tapi jangan salah meskipun seperti ini tapi mereka tidak duduk satu bangku. Dan ini semua gara-gara guru ekonomi killer itu. Netta dan Arin harus pindah dan tukaran tempat duduk kepada teman sebelahnya karena selalu ngombrol di saat jam pelajaran. Jangan salahkan mereka, mereka hanya bosan saja dengan pelajaran ini dan bukan mereka saja tapi hampir seluruh seisi kelas ini.

"Lo? Enggak ah, gue males duduk sama lo," Anetta berucap sambil duduk dikursinya.

"Siapa bilang gue bakalan duduk sama lo, gue juga males duduk sama lo," Balas Arin telak.

Anetta mengerutkan keningnya pertanda dia tidak mengerti.
"Kalau bukan lo, terus siapa?" Anetta benar-benar di buat penasaran dengan semua ini.

"Anak baru, nanti juga lo tau sendiri," Arin menjawab dengan enteng.

sebenarnya Netta ingin bertanya ke Arin. Siapa anak barunya? Cowok atau cewek? Tapi dia lebih memilih diam, pertanyaan itu Netta simpan bersamaan dengan rasa penasarannya.

Netta tahu kalau dia semakin bertanya kepada orang seperti spesies Arin percuma saja Arin tidak akan memberitahunya, Netta hafal betul dengan sikap Arin ini. Jadi dia urungkan pertanyaannya itu dan lebih baik mencari tahu sendiri.

"Akhm bisa geseran gak?" Ucap seseorang berdehem sebelumnya Netta sudah menyatukan kedua tangannya dan menenggelamkan diri ke alam mimpi. Ya di bangku pojokan, tempat yang tidak cocok untuk belajar dengan serius tapi tempat yang sangat cocok untuk pergi ke alam mimpi.

Tapi sepertinya Netta mengenali suara itu. Yang jelas itu bukanlah Arin, karena suaranya berat sedangkan arin suaranya cempreng, seperti kaleng rombeng.

Netta Mengangkat kepalanya untuk melihat orang yang memenggilnya. Tapi alangkah terkejutnya dia saat melihat orang itu. Sama halnya dengan orang itu sendiri, dia juga tidak kalah terkejut dengan Netta.

"Arvian."

"Netta."

Ucap mereka yang bersamaan.

"Lo kenal sama cowok ganteng itu?" Bisik Arin yang entah sejak kapan sudah berada di dekatnya.

Sedangkan Netta hanya mampu menganggukakan kepalanya sambil menatap Arvin tak percaya.

Arvin Arya Ferdyasah, cowok yang di kagumin oleh Netta sejak SMP. Dan bukan hanya Netta saja tapi, semua siswi di SMPnya dulu.

Bagaimana semua siswi tidak kagum kepadanya, sedangkan dia saja terkenal dengan cowok yang paling ganteng dan juga yang paling dingin di sekolahnya, dulu.

Dan sekarangpun Netta masih mengagumi sosok Arvin. Bagi Netta Arvin itu cowok yang menarik dan tidak mudah di tebak.

Arvin mengetahui semua tentang itu tapi dia bersikap biasa aja. Bagi Arvin, Netta hanya salah satu cewek yang sangat menguminya tapi itu bukan masalah penting. Baginya itu adalah hal yang sangat biasa karena masih banyak cewek seperti Netta yang mengagumi dirinya juga.

Dan ini salah satu sifat Arvin juga, kepercayaan dirinya sangatlah tinggi.

Tapi entah kenapa Arvin lebih kaget lagi saat melihat Netta yang berada di tempat duduknya. Mau apa dia ada di sini? Apa dia juga pindah sekolah sama sepertinya?. Tapi entahlan, banyak pertanyaan yang akan Arvin tahu dengan sendirinya tanpa dia harus bertanya kepada Netta ataupun orang lain. Dasar Arvin.

Netta nampak terpaku melihat Arvin. Dia masih tidak percaya apakah ini Arvin? Ini bukanlah mimpi tapi ini kenyataan. Kenyataan bahwa Arvin sedang berdiri di hadapannya.

"Minggir gue mau duduk," Ucap Arvin datar.

'Dia tetap sama, datar seperti papan tulis tapi ganteng,' batin Netta yang masih tetap menatap Arvin.

"Hey lo denger gue gak?" Itu terdengar bukan seperti pertanyaan. Dia menggebrak meja di depan Netta dan spontan Netta terkejut, di tambah lagi atas sikap Arvin yang baru dilihatnya. Berubah.

"Kenapa? Ini kan tempat duduk gue. Gue dari awal sudah duduk di sini," Netta menjawab dengan mencoba  sesantai mungkin padahal dia sedang menahan rasa gugupnya setengah mati. Dia tidak pernah menyangka Arvin bisa menjadi garang seperti ini, biasanya dia cowok yang sangat tidak perduli dengan cewek. Jangankan membentak cewek berdekatan dengan cewek saja dia tidak.

"Ada apa ini? Apa kalian tidak mendengar bel?" Suara teriakan itu muncul di ambang pintu menampilkan perempuan muda cantik. Ibu Pita, guru bahasa indonesia yang sangat di gemari kaum adam.

Dan otomatis membuat semua murid yang tadinya menatap Arvin dan Netta berpindah menatap ibu Pita dan sontak langsung kembali ke tempatnya masing-masing.

"Arvin duduk di tempatmu dan Netta dia akan duduk bersamamu, kalian bisa berkenal, tapi nanti setelah pelajaran saya selesai," Kata guru itu yang tidak bisa di bantah.

Arvin dan Netta hanya menganggukkan kepalanya dan mulai melakukan apa yang guru itu perintahkan.

Ada perasaan senang bagi Netta bisa duduk sebangku dengan Arvin tapi dia juga kesal jika mengingat sikap Arvin yang berubah. Entah itu hanya perasaan Netta atau memang faktanya.

Netta tidak mau ambil pusing memikirkan semua itu. Dia mulai mengeluarkan buku catatannya dan mulai memfokuskan diri dengan penjelasan yang baru saja di jelaskan gurunya.

TO BE CONTINUED
---------------------------------

Jangan lupa Votenya dan kritikannya.

All Of SuddenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang