Ch. 3

26 4 0
                                    

Gotou Urume POV

Sebenarnya Mizuki benar menyarankan aku untuk sedikit cuek dan tidak ikut campur. Tapi disisi lain, aku sangat mengkhawatirkan kalau nanti kedatangan orang baru ini membuat Hayato lebih tenggelam dalam kekelamannya. Aku tidak mau sembarang memasukkan orang dalam bagian hidup Hayato.

"Gimana?" Tanya Rae.

Setengah kaget, aku buru-buru menjawab dengan takut dan rasa bersalah karena aku berpikir negatif terus tentangnya.

"Eh... Oh... Ya, tidak apa-apa. Tadi cuma membahas apa yang sebaiknya kamu lakukan sebagai pembukaan pertemuanmu dengan Hayato."

"Oh... Baiklah. Kalau sudah saatnya kita berkenalan nanti aku juga akan berusaha semaksimal mungkin. Aku sangat ingin mengenalnya," kata Rae penuh semangat.

"Ah, begitu ya. Aku senang Sou-chaー"

"Panggil Rae saja. Aku hanya percaya padamu, Ume," potong Rae.

Aku ternganga, apa dia sangat berterus terang?

"Oh iya. Ume, apa kamu suka dengan siapa tadi? Hayato?"

.....ah, memang.

"Oh tidak, Rae. Dia hanyalah sesosok kakak bagiku. Sangat dewasa, periang, perhatian sekali. Sebenarnya...... satu sekolah ini dulu sangat menyukai Hayato," ceritaku berangsur sedih.

"Kalau kamu sedih, lebih baik jangan ceritakan padaku dahulu. Aku sabar menunggu kok, sembari nanti aku mencoba berinteraksi," jawab Rae.

Aku mengiyakan saja. Memang berat hati ini untuk menceritakan kekejaman yang diterima Hayato. Lagipula guru sudah datang.

_____________________

Pelajaran ini cukup membosankan. Tetapi banyak soal latihan yang harus dikerjakan setelah penjelasan materi. Tetapi seram, seperti mengerjakan soal ujian. Kalau sudah selesai, kertas diletakkan dalam keadaan tertutup sampai bel istirahat berbunyi kembali.

Rae yang menyelesaikan soal latihan begitu cepat akhirnya menutup kertas latihan itu sesuai keinginan guru. Banyak halaman kosong terpampang di depan mata Rae. Akhirnya dia mengisinya dengan gambar-gambar ciptaannya begitu indah walau hanya bermodalkan pensil tumpul dan penghapus.

Aku yang masih mengerjakan latihan terkadang mencuri pandang apa yang digambarnya. Dan itu sangatlah indah! Aku ingin bertepuk tangan untuknya tetapi situasi kelas harus tetap hening.

Sang guru mulai berkeliling mengitari kursi-kursi para siswa. Melihat dengan seksama apa yang masing-masing dari mereka kerjakan. Kadang berhenti sebentar memeriksa hal yang menarik baginya, memberi jempol pada salah satu anak yang baginya mungkin bagus, menunjuk kertas sebagai 'kode' "hei ada masalah dengan jawabanmu ini!".

Dan sampailah di meja Rae. Tangan nan ajaib Rae sedang mengulas di bagian belakang kertas dengan indah dan ulet, tiba-tiba tanpa babibu ditariknyalah kertas latihan itu dengan kasarnya sehingga coretan sumbang tercipta karena tarikan paksa tersebut.

Sejenak Rae melamun. Pandangan matanya tertuju hanya pada kertas latihannya yang sudah berada di tangan guru.

Dilihatnya gambar Rae dengan penuh sinis oleh beliau. Tidak melihat jawabannya sama sekali. Hanya gambarnya. Raut muka yang terus bertambah kecut itu akhirnya membuatnya tidak segan-segan untuk merobek kertas latihan Rae.

Penuh emosi.

Ditaburkannya kepingan kertas tersebut tepat di atas wajah Rae.

Tiada ampun bagi Rae.

Apa karena tidak tahu Rae adalah anak baru? Sepertinya semua guru mengetahuinya.

Dan keadaan kelas ini hanya aku dan Rae yang tahu. Teman-teman sekelas tidak ada yang melihat, bukan, tidak ada yang mau tahu.

Pain.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang