BAB 3

33 4 0
                                    

Zidan terbangun dari tidurnya. Dia langsung meraih ponselnya dengan wajah yang masih kusut.

Satu pesan dari Deven? Dia mengangkat sebelah alisnya. Tumben temannya itu mengiriminya pesan di waktu begini.

Bro, nanti sore ke rumah gue. Kita main PS bareng. Lagi boring nih –dikirim 3 jam yang lalu

Bentar sore kan? Ini masih siang pastinya. Zidan kembali menarik selimutnya tinggi-tinggi. Tiba-tiba saja dia membulatkan matanya menyadari akan ada yang salah. Dia kembali mengecek pesan Deven.

3 jam yang lalu? Astaga, gue harus cepet nih!

Zidan melompat dari kasurnya dan berlari menuju toilet.

Bugh.. Brak

Badannya tersungkur kedepan setelah menginjak sabun yang berada di lantai. Dia mengelus kepalanya yang terbentur lantai.

"Demi uang koin mbak Mimi. Pasti nanti bakal biru." Zidan terus mengelus benjolan dikepalanya. Dia menggelengkan kepalanya dan menganggap hal tadi sudah berlalu. Dia segera mengambil bajunya dan mengendarai motornya hingga ke rumah Deven.

-

-

"Tan, Deven mana?" Tanya Zidan ke Erika.

Erika menunjuk kamar Deven, dan pria itu berjalan menuju ke sana. Awalnya dia ingin langsung masuk ke kamar Deven. Tetapi dia berfikir itu tidak sopan.

Tetapi sejak kapan masuk ke kamar Deve harus mengetuk dulu?

Dia mengedikkan bahunya.

"Hiks...Hiks..."

Suara tangis cewek? Sejak kapan Deven punya adek cewek?

Badannya bergetar ketakutan. Zidan mencoba menetralkan suasana hatinya. Mungkin itu bagian dari imajinasinya yang kandas di mimpi. Zidan menghela nafas panjang, dan berdoa di dalam haati.

Halusinasi... Batinnya mencoba menyakinkan.

"Ah-ah, Deven sakiiittt."

"Sial, Deven lagi nganuan sama cewek ni kayaknya." Zidan mendengus kesal mengira-ngira.

Eh mana mungkin dia gituan di rumahnya? Zidan mencoba membuang pikiran buruknya.

"Sakit, Dev. Berhenti."

"Bentar lagi, Quen. Dikit lagi keluar."

Quen?

Zidan mematung mendengar nama Quen disebut. Quen, si anak baru itu? Tidak, mungkin Quen yang lain.

"Gw aduin ke nyokap gue lo. Kalo lo.."

Belum sempat kalimat terakhir itu terdengar, Zidan sudah berprasangka buruk ke Deven. Dia mengira Deven memperkosa Quen. Dia segera mendobrak pintu kamar Deven tanpa mempedulikan kerasnya pintu kamar Deven.

"Lo apain Quen?" Zidan berteriak seakan-akan ada kebakaran, tetapi dugaannya benar-benar salah pasalnya apa yang dipikirkan dan apa yang sebenarnya terjadi benar-benar berbeda.

"Nih, durinya udah kecabut. Lebay banget lu jadi cewek. Udah gak usah nangis." Kata Deven dengan nada santai.

Ha-hanya sebuah duri? Dan gue harus ngorbanin bahu gue? Zidan mendengus kesal dan langsung melempar dirinya ke atas kasur. Dia meletakkan lengannya tepat diwajahnya. Dia benar-benar tampak seperti orang yang kalah perang. Deven menyadari kefrustasian sahabatnya itu. Tetapi dia bukan anak kecil yang harus ditanya "kamu kenapa?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 20, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LollipopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang