[Please play the song on Multimedia while you read this: Adele - When We Were Young]
Adit POV
Langit mendung. Sudah tiga hari ini Jakarta menunjukkan cuaca yang kurang bersahabat. Menurut analisaku, hari ini sepertinya hujan akan turun lebih cepat. Waktu masih menunjukkan pukul 14.00, namun gelapnya langit dan petir yang menggelegar berkali-kali sejak setengah jam yang lalu semakin memperkuat dugaanku. Ditambah udara yang terasa gerah dan lembab sampai membuatku harus menggulung rambut agar angin bisa leluasa menyejukkan tengkukku yang mulai berkeringat.
Siang ini aku sudah membuat janji dengan salah satu vendor yang akan mensupport pernikahanku yang tinggal menghitung bulan. Jadi rencananya, akhir bulan ini aku akan melakukan foto prewedding di beberapa tempat yang sudah kudiskusikan dengan calon suamiku.
Ah, rasanya masih aneh harus menyebut mas Adit sebagai calon suami. Semuanya serba tidak terduga, termasuk pertemuan kami yang terbilang cukup tidak masuk akal. Memang benar apa yang kuyakini selama ini, bahwa takdir tidak akan pernah salah. Takdir akan menuntun kita kearah siapa yang memang benar-benar terbaik untuk kita.
Untungnya pilihanku tepat menggunakan ojek online ini menuju ke tempat vendor foto prewedding yang notabennya berada di lokasi rawan macet. Setelah membayar si abang ojek, aku menatap sekilas tulisan pada papan berwarna hitam yang menggantung di atap bangunan ini. 'Happygraphy' tercetak dengan warna warni pelangi yang sangat menarik mata siapapun yang melewatinya.
Ya, aku akui, awalnya aku tertarik karena nama vendor ini yang terbilang unik. Happygraphy, mungkin pemiliknya berusaha mengutamakan kebahagiaan pelanggan diatas segala-galanya.
Aku mulai memasuki pintu kaca non transparan bangunan itu dan seketika seorang perempuan bertubuh mungil menyambutku dengan wajah sumringah. "Selamat datang di happygraphy! Maaf, sudah buat janji sebelumnya?"
"Sudah. Beberapa hari yang lalu saya sudah bertemu dengan Mas Farid, pemilik happygraphy. Beliau bilang, saya harus datang lagi untuk fitting gaun dan membicarakan konsep preweddingnya dengan fotografer yang akan memotret,"
"Ya, benar sekali. Kalau begitu silahkan duduk dulu. Atau mau dilihat-lihat dulu pilihan gaunnya sementara saya panggilkan fotografernya,"
Aku memberinya senyum sebelum akhirnya perhatianku teralih pada gaun-gaun yang tergantung pada beberapa lemari kaca dan patung manekin. Semuanya menarik. Jujur saja, walaupun aku perempuan, tapi aku nggak terlalu mengerti aksesoris yang 'perempuan banget'.
DRRTTT... DRRTTT... DRRTTT...
Handphoneku bergetar. Aku meraihnya dan melihat pop up LINE message dari mas Adit.
RJP : Meeting belum kelar maaf
Adit : Sampai jam brp?
RJP : Entah
Aku langsung menghela napas panjang. Akhir-akhir ini dia memang direpotkan dengan kegiatan rumah sakitnya. Sempat sih dia bercerita kalau dia sedang direkomendasikan oleh beberapa petinggi di rumah sakit tersebut untuk menjadi kandidat direktur rumah sakit selanjutnya. Padahal umurnya terbilang masih sangat muda dibanding kandidat lainnya yang sudah masuk kepala 4 dan kiprahnya di dunia medis sebagai spesialis penyakit dalam masih terlalu belia. Sebenarnya, di satu sisi aku bangga padanya, tapi di sisi lain, aku agak khawatir kalau kesibukannya pasca kami menikah malah semakin menjadi-jadi.
Bukankah yang terpenting dari sebuah pernikahan adalah komunikasi?
Menyebalkan! Benar kata orang, hari-hari mendekati pernikahan pasti akan banyak sekali cobaannya, termasuk pikiran-pikiran buruk ini. Semoga tidak ada lagi cobaan lainnya yang mengganggu niat baik kami. Aamiin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Internal Love
Romance[Medical Content] Love is not just a word. You will know until you read this story till the end. Kisah ini bermula di Rumah Sakit Fatmawati. Antara dua manusia yang berbeda sifat namun berusaha saling memahami dalam diam. Dari sini terbukti, bahwa c...