Angin malam yang masih tersisa di tengah cahaya matahari yang mulai menyingsing, terasa sangat dingin menusuk di kulit. Tapi sepertinya tidak ada manfaat apa-apa bagi Aira yang kini tengah di banjiri peluh. Dahinya mengernyit sambil kepalanya meracau kesana kemari tampak gelisah.
"Kenapa kamu jahat sekali, Kak?"
"Karena kamu."
"Kenapa aku?"
"Karena kamu lahir di dunia ini."
Tangan Aira menggengam erat kain yang membungkus kasurnya.
"Kalian mau kemana?"
"Mau pergi."
"Kenapa kalian pergi?"
"Karena kamu!"
"Kenapa karena aku?"
"Karena kamu yang membuat semua jadi seperti ini!"
"HAHH." Aira terjaga dari tidurnya. Dia membuka matanya yang tengah meneteskan sebutir cairan bening. Nafasnya tersengal-sengal. Jantungnya berdegup kencang.
Gadis kecil yang menjadi penyebab dari semua masalah itu, gue?...
Mimpi buruk itu selalu menghantui Aira. Bayangan dua gadis kecil dengan seorang anak laki-laki yang tidak Aira kenal. Yang Aira dapat dari mimpi itu adalah kemungkinan kalau salah satu diantara gadis itu adalah dirinya. Gadis yang selalu disalahkan sangat melekat pada diri Aira, seolah-olah dialah gadis kecil sumber dari semua masalah yang Aira sendiri pun tidak tahu apa.
Mimpi milik siapa sebenarnya itu? Jangan-jangan mimpi itu tersesat di gue terus nggak tau arah jalan pulang..
Aira menggeleng-gelengkan kepalanya yang terasa berat. Semalam ia benar-benar di buat kecewa karena pilihannya. Ia tidur larut malam hingga akhirnya kepalanya terasa seperti sekarang ini. Ia meregangkan otot-otot di tubuhnya yang tak berdaya selama ia beristirahat. Setelah dua menit terdiam di ranjang tanpa melakukan apa-apa hanya mengamati keadaan kamarnya sembari mengumpulkan jiwanya, Aira bangun dari posisi tidurnya dan duduk di tepi ranjang. Ia menautkan jarinya lalu memejamkan mata. Aira memanjatkan doa syukur dan permohonan kepada Yang Maha Kuasa, supaya diberikan kesabaran dan kekuatan untuk menjalani hari yang baru.
"Amin."
Aira membuka matanya begitu selesai berdoa. Ia tersenyum memandangi wajahnya yang terpantul di cermin.
"Senyum adalah awal dari segala sesuatu yang baik." Aira berdiri, "Aira, semangat!"
***
"Pagi, Pah!" Sapa Aira sambil mencium pipi kiri dan kanan Chris.
Chris tersenyum, "Pagi juga, Ra."
Aira duduk di samping Chris, meneguk susu putihnya seperti biasa. Aira memang rajin meminum susu, bukan supaya tingginya bertambah, tapi karena susunya memang enak.
Setelah menghabiskan isi gelasnya, Aira melirik Chris yang sedang membaca koran dengan kacamata bertengger di wajah tampan Papanya.
"Pah,"
Chris menoleh. Hanya sekedar menatap Aira tapi tidak bersuara.
Aira tersenyum manis, "Papa ganteng, ya," pujinya.
Chris tersenyum penuh kebanggaan mendengarnya, "Anak Papa aja bisa secantik ini, masa Papanya kalah."
"Aira ganteng dong kalo gitu?"
Chris menghela nafas panjang, "Cantiklah," sahutnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Aira tersenyum manis. Ia menopang dagunya sambil menatap sang papa, "Mamanya Rara secantik apa, sih, Pah? Kakak juga kayak gimana wajahnya, Pah? Masa Rara nggak inget sama sekali wajah Mama sama Kakak kayak gimana? Foto Mama juga nggak dipajang di rumah kita. Kakak juga," Tanya Aira.

KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Kata Tentang Cinta: Percaya
Aléatoire[ SLOW UPDATE ] Aira menyukai Rizky Rahardika. Dia mengabaikan Rehan dan tetap memilih Rizky. Tanpa Aira ketahui, bahwa Rizky menyimpan banyak rahasia yang kelak akan membunuh hati Aira secara perlahan. Pertemuan tidak diduga dengan Rizky Mahardika...