part 8

205 10 1
                                    


Rehan duduk diam di sofa meskipun Arga Papanya sudah selesai berbicara. Memasang wajah datarnya, Rehan tampak enggan mengeluarkan suara. Tapi begitu melihat wajah memelas Tamara, dengan malas akhirnya Rehan memilih untuk memberikan tanggapannya. "Jadi, Rehan mau di jodohin sama anak temen Papa sama Mama?"

Arga menggangukan kepalanya sebagai jawaban.

Rehan menyandarkan punggungnya di sandaran sofa, mencari kenyamanan dalam empuknya sofa itu. Wajah datarnya membuat Arga dan Tamara menegang sembari berharap Rehan akan menyetujui permintaan mereka. Rehan mengetahui semua itu dengan jelas. Tercetak di wajah kedua orang tuanya itu, kalau mereka berharap banyak kepadanya.

Kalian salah kalau mau berharap sama Rehan sebenarnya.

Rehan melirik Papa dan Mamanya secara bergantian. "Cantik nggak?" Rehan bertanya meskipun sebenarnya ia tidak berminat untuk ikut dalam perjodohan itu. Ia hanya merasa bersalah jika tidak menuruti permintaan kedua orang yang sangat berarti dalam hidupnya.

Meskipun Rehan belum memberikan jawaban yang mereka inginkan, tapi tetap saja mendengar pertanyaan Rehan yang penasaran dengan gadis yang akan dijodohkan dengannya cukup membuat Tamara dan Arga merasa lega.

Tamara menatap Rehan dengan senyuman lebar. "Cantik kok! Udah gitu, baik, pinter, jago masak, berprestasi, patuh sama orang tua, badannya bagus,--"

Rehan memejamkan matanya sambil memijit pelan pangkal hidungnya. Ia tidak lagi berminat mendengar apa yang dikatakan Mamanya. Ia tahu persis yang akan keluar dari mulut Tamara hanyalah kata-kata pujian untuk sang calon menantunya. Tanpa Rehan sadari kalau Mamanya juga sempat menyebut nama calon menantu yang dianggapnya telah melewati garis sempurna.

"--namanya kalau nggak salah, Aira Putri--"

Rehan berdiri dan beranjak pergi meninggalkan ruangan keluarga tanpa memperdulikan Tamara yang belum selesai berbicara serta Arga yang menatapnya santai. Tapi sebelum menuju ke kamarnya, Rehan lebih dahulu mengatakan, "Terserah Mama sama Papa aja."

Tamara mengerjapkan matanya beberapa kali. Tanpa memperdulikan nada terpaksa di suara Rehan, Tamara menolehkan kepalanya kepada Arga yang masih duduk tenang. "Rehan setuju, Pah!" sahut Tamara dengan mata berbinar-binar.

Arga menghela nafas kecewa. "Padahal Papa udah nyiapin lebih dari lima cara buat maksa Rehan untuk ikut rencana kita, Mah."

Tamara mengabaikan apa yang dikatakan Arga. Dia terlalu senang karena Aira Putri akan menjadi menantunya.

***

Rehan sudah siap dengan tuxedo hitamnya saat jarum jam menunjukkan angka tujuh lewat lima. Rehan mendengus karena tidurnya harus tertunda hanya karena perbuatan Papanya.

Tadi Rehan sudah akan terlelap namun Arga malah mengetuk pintu kamarnya seperti orang kesetanan. Awalnya ia tidak perduli setan jenis apa yang merasuki Papanya. Tapi karena Arga mengancam akan masuk lewat jendela kaca kamar Rehan akhirnya dengan langkah malas terpaksa membukakan pintu kamarnya. Kaca jendela itu mahal harganya dan kalau pecah harus dibeli baru menggunakan uang Rehan tidak peduli siapa yang mengakibatkan kaca itu pecah. Itu yang dikatakan Tamara.

Alasannya mudah saja.

Kaca itu berada di teritorial kamar Rehan dan sebagai lelaki, Rehan harus bisa menjaganya agar tidak pecah dengan berbagai cara. Mengingat hal itu, Rehan merasa ingin menjadi perempuan saja.

Kembali kepada Papanya yang mengatakan kalau pada malam ini jam setengah delapan mereka akan makan malam diluar bersama dengan keluarga teman lama Tamara dan Arga yang tidak lain adalah keluarga calon besan dan menantunya. Jadi Rehan harus bersiap-siap sebelum jam tujuh dan harus selesai sebelum jam setengah delapan.

Satu Kata Tentang Cinta: PercayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang