hujan kedua

167 37 41
                                    

Seorang gadis yang rambut lurus panjangnya diikat tanpa poni turun dari sebuah angkutan di pinggir jalan. Kaki yang dibalut dengan sepatu girly bermerk Nike yang dipadukan dengan kaos kaki putih polos panjang menutupi seluruh betis jenjangnya, melangkah dengan pasti menuju gerbang sekolah. Sesekali ia memandangi jam tangan putih yang menempel manis di pergelangan tangan kanannya.

'Ah baru jam segini', pikirnya.

Melewati beberapa pasang mata, ia tak lupa memamerkan senyum manis dari bibir mungil dan sesekali menyapa orang yang dikenalnya. Siapapun ia beri senyum itu, sehingga tak akan salah jika ia diberi penghargaan orang yang ramah. Tak hanya mendapat balasan senyum, tak sedikit pula yang membalas senyum manisnya dengan tatapan sinis. Tentu saja balasan itu berasal dari beberapa pasang mata milik cewek-cewek yang merasa jealous atau bahkan sebal karena pandangan pacar mereka beralih pada gadis itu. Namun tak ia pedulikan segala tatapan 'benci' itu, karena ia sebenarnya berniat baik: ramah kepada siapapun.

Langkah itu berjalan semakin yakin, se-yakin hatinya untuk menemui seseorang di kelasnya nanti. Seseorang yang membuatnya tak dapat tidur semalaman karena sibuk memikirkan keadaan orang itu. Seseorang yang membuat matanya terkunci bila mereka saling kontak mata. Seseorang yang sering membuatnya merasa bersalah. Seseorang yang hanya dalam waktu beberapa hari membuatnya jatuh cinta!

Ya, gadis itu pastilah Citra dan seseorang itu adalah Damar.

Fakta bahwa kemarin Damar absen sekolah membuatnya terus memikirkan keadaan laki-laki yang mendapat julukan nerd itu. Apalagi kemarin lusa, terakhir mereka bertemu, Citra mendapati Damar dalam keadaan penuh lebam akibat 'pengeroyokan' itu. Hal itulah yang semakin membuatnya tak dapat tidur semalam.

Sehingga ia memutuskan bahwa hari ini ia akan berbicara pada Damar, menanyakan semua hal yang ingin dia tahu. Mulai dari keadaan hingga mengapa Damar begitu benci padanya.

Kenyataan bahwa Citra menyukai Damar membuat Citra tak sanggup menerima rasa benci Damar terhadap dirinya itu. Itulah mengapa ia bertekad dengan yakin untuk menemui dan berbicara pada Damar hari ini.

Hati Citra berdegub cukup kencang manakala ia telah berjarak cukup dekat dengan ruang kelas. Ia mempercepat langkah kakinya untuk memasuki kelas. Pandangannya pun langsung tertuju pada sebuah bangku di depan bangku miliknya. Namun senyum yang awalnya mengembang di wajahnya mendadak pudar akibat orang yang dicarinya tak berada di tempat itu. 'Apa Damar gak berangkat lagi?', batinnya.

Citra pun memasuki kelas seolah tanpa semangat, tidak seperti hari-hari sebelumnya. Siera, teman semejanya, pun menyadari hal itu.

"Ada apa sih, Cit? Kok tumben lemes gitu?" tanya Siera pada Citra yang masih berdiri di mulut pintu.

"Gapapa kok," jawabnya singkat.

Belum sampai Citra pada tempat duduknya, tiba-tiba saja ia dikejutkan dengan kehadiran Alva yang mengulurkan bunga mawar padanya. Tak sampai situ, Alva pun meringkukkan badan sambil menatap lekat-lekat mata Citra. Sikap Alva itu makin membuat Citra merasa jijik dengannya sehingga Citra sempat memutar kedua bola matanya itu.

'Uuh, moodbreaker banget!' batinnya.

"Cit, gue itu beneran suka sama lo! Gue tanya sekali lagi, Lo mau kan jadi pacar gue?" ucap Alva yang dengan segera membuat suasana kelas menjadi hening.

'Pertunjukan' itu pun disaksikan oleh seluruh penghuni kelas saat itu, yang membuat pipi gemas Citra memerah malu.

"Cie Alva.."

"So sweet banget sih!"

"Ayo Cit, terima aja!"

"Cieee"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 26, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang