Perlahan aku pun membuka mata. Langit-langit kamar sudah bisa kulihat dengan jelas. Namun keadaan sekitar masih saja buram. Tubuhku tak bisa bergerak. Bagaikan dibelenggu oleh rantai yang mengikat jiwa. Namun, sebuah kapsul besar menarik perhatian mataku.
Saat kucoba untuk menggerakkan lengan, tiba-tiba rasa sakit itu muncul lagi. Sungguh sakit. Lebih sakit daripada saat kau menaburkan garam ke dalam luka. Meskipun begitu aku tetap menggapainya. Lebih jauh, lebih jauh aku terus menggapainya. Saat lenganku seakan terasa akan putus, kapsul itu langsung terbuka.
Mataku tercengang. Seakan tak percaya dengan apa yang aku lihat sekarang. Sepasang mata itu menatapku dengan kosong. Mata biru itu terlihat hampa. Tak menunjukan sedikit pun kehidupan. Namun matanya terus berkedip dan menggeleng. Setelah kejadian itu terjadi ia pun menatapku kembali yang sedang dalam keadaan pipa yang terhubung dengan tabung oksigen.
"Siapa?" Ucapnya masih dengan tatapan kosong.
Aku pun tak bisa menjawabnya karena keadaan saat ini. Ia pun langsung bereaksi.
"Jika kau tak bisa menjawab dengan mulutmu, kau bisa menjawab dengan isyarat," iapun menggunakan gestur lengan untuk berbicra denganku.
"Disward. Alex Disward. Kalau namamu siapa?" Aku pun menanyakan namanya. Dengan gestur lengan tentunya.
"Aku tak memiliki benda itu. Dimana aku bisa mendapatkannya?" Ia pun malah bertanya hal yang tak masuk akal.
Mungkin ia kira 'nama' adalah sebuah benda yang dimiliki semua manusia. Jika kulihat baik-baik, sepertinya ia adalah robot ciptaan perusahaan yang mensponsori rumah sakit ini. Yang masih belum ku ingat adalah alasan aku di sini dan semua ingatan tentang kejadian sebelumnya. Soal nama dan keluarga aku masih mengingatnya. Untuk sekarang aku akan memberitahu apa itu nama padanya.
"Nama adalah sebuah panggilan yang diberikan seseorang yang memiliki pesan dan do'a untuk orang yang diberinya. Apa kau memilikinya?" Aku pun memberitahunya dengan gestur lengan yang makin kuat.
"Penciptaku memanggilku CYBR20500," jawabnya dengan tulisan di lengan untuk namanya. Sepertinya itu adalah merk modelnya.
"Apa boleh aku memanggilmu Sola? Tapi aku tak memaksamu," aku pun mulai berbicara menggunakan mulut.
"Ya. Jika itu yang Alex inginkan aku tak apa," ia pun juga menggunakan mulutnya untuk berbicara. Tak kusangka suarnya begitu lembut.
"Kalau begitu salam kenal ya, Sola." Aku pun tersenyum padanya.
Tak lama kemudian muncul pria berjas yang misterius. Ia menghampiriku sambil tersenyum ramah bersama dokter di sisinya.
"Selamat siang Tuan Disward. Anda sudah siuman rupanya. Apa anda baik-baik saja?"
Yosh!
Segini dulu aja ya.
Jangan lupa comment dan votenya. Ah, sama follow ya. Maaf baru ngasih kabar. UAS membunuhku(Lebay banget ya). Tapi secepatnya update lagi kok.
See you next time :)
♡Tekito
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie Memory Second Life
Любовные романыKesempatan hidup kedua. Itu yang terjadi pada Alex Disward. Ia dijadikan Objek percobaan untuk kemajuan teknologi medis. Tapi ada dua pilihan harus dipilihnya. Menebus penyesalan atau memenuhi kewajiban. Saat bangun ia dipertemukan dengan robot andr...