Adrian tidak bisa menggerakkan kedua kakinya. Bakan, otaknya serasa seperti tidak bekerja. Kedua matanya tak bisa mengalihkan perhatiannya dari benda 'terkutuk' itu.
Sampai akhirnya kakinya mulai bergerak, ia berlari ke ruang tengah, dan mengambil ponselnya yang terletak diatas meja kopi. Ia kemudian memanggil nomor sang paman.
Ternyata, bukan suara yang ia harapkan yang menyapa pendengaran, namun suara seorang wanita mengatakan "Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi.."
"Mati?!" Adrian melempar ponselnya keatas meja penuh frustasi--tak peduli bahwa sang korban--hp--akan rusak setelahnya.
Ia memegang kepalanya seakan-akan ia mengalami ketakutan yang luar biasa. Tanpa pikir panjang, ia berlari ke kamarnya yang berada di lantai 2, tak lupa ponselnya.
.
.
.
Adrian kembali mencoba menelepon Hendra, namun ponsel pamannya itu masih tidak aktif. Jika ia menghubungi Fairuz, ia tahu sahabatnya itu pasti berpikir ia bermain-main.
Melirik jam digital, melihat empat digit angka yang mengatakan 20:22, Adrian menghela nafas panjang. Masih beruntung sekarang belum jam 9 malam.
Tak mau membuang waktu lagi, ia pun segera pergi tidur sebelum jam menunjukkan angka 21.
.
.
.
Tengah Malam - 23:46
.
.
.
Kriiiiing..!
Adrian membuka matanya perlahan, kemudian mengecek ponselnya apakah ada telepon masuk. Dan, ternyata tidak ada. Betapa terkejutnya ia ketika melihat waktu yang ditunjukkan saat ini.
Ia harus kembali tidur sekarang juga. Dan, apakah mendengar suara telepon hanya halusinasi belaka?
Tanpa mau berpikir lebih jauh, Adrian kembali membaringkan tubuhnya di kasur.
Kriiiiing..!
Seketika lelaki bersurai hitam itu terbangun. Ia mendengarnya dengan jelas kali ini. Halusinasi? Sepertinya bukan. Itu terdengar sangat nyata bagi lelaki itu.
Dengan ragu-ragu ia menolehkan kepalanya kearah pintu kamarnya yang tertutup rapat. Mungkinkah telepon tua itu berdering tadi?
Tidak.
Telepon itu sudah tidak bisa berdering lagi. Itu hanya sebuah pajangan sekarang.
Kalau begitu, apa?
Dari berbagai macam hipotesis menakutkan yang ada di pikiran Adrian, yang paling mengerikan adalah suara deringan telepon terkutuk itu.
Tapi, mungkin saja itu suara dering telepon yang ia gunakan sekarang. Bisa saja, namun nada dering telepon yang ia gunakan saat ini berbeda. Lebih terdengar seperti digital alarm --karena Adrian mengaturnya sedemikian--, sedangkan yang terdengar adalah dering telepon kuno yang cukup mainstream.
Lelaki itu tak punya keberanian yang cukup untuk melihat ke lantai bawah. Namun, ia tak ingin kembali terbangunkan dari tidurnya oleh suara dering misterius yang bahkan ia tidak tahu darimana asalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Phone Call
Teen FictionSetiap kali telepon itu berdering, aku merasakan ketakutan yang luar biasa. Entah apa yang membuatku menjadi seperti itu, tapi aku yakin bahwa hal buruk akan terjadi. "Itu hanya sebuah telepon." Tidak! Mereka tidak mengerti. Tidak akan ada yang ta...